Dalam konteks ini,
muncul dilema penting mengenai hubungan antara karya yang dihasilkan oleh mesin
dan karya asli manusia. Apa sih yang sebenarnya membuat sebuah karya bisa
dibilang otentik? Apakah karena idenya, proses kreatifnya, sentuhan
emosionalnya, atau nilai seni yang dibawanya? Ketika mesin bisa meniru gaya dan
pola ciptaan manusia secara instan, batas antara “ciptaan asli” dan “hasil
tiruan” jadi makin kabur. Pertanyaan-pertanyaan ini semakin relevan dalam
masyarakat yang semakin tergantung pada teknologi. Di sisi lain, manusia
menciptakan sesuatu biasanya berdasarkan pengalaman, emosi, dan sudut pandang
yang unik. Proses kreatif manusia penuh dengan pertimbangan, intuisi, dan
kadang juga kegagalan yang akhirnya melahirkan keunikan dalam setiap karya.
Sedangkan AI? hanya mengolah data, mengenali pola, dan menyusunnya ulang
berdasarkan promt yang ditulis. Tanpa perasaan, intuisi, apalagi pengalaman
pribadi
Kemajuan AI dalam dunia
kreatif menimbulkan tantangan terkait validitas, keaslian, dan etika karya. AI
dapat meniru karya manusia tanpa kreativitas, sehingga memicu isu hak cipta dan
plagiarisme. Dampaknya juga dirasakan oleh seniman manusia. Ketika karya buatan
AI bisa menyerupai karya manusia dalam waktu yang sangat singkat dan dengan
biaya yang lebih murah, posisi manusia dalam dunia kreatif menjadi
dipertanyakan. Apalagi jika karya AI tersebut diunggah atau dipamerkan tanpa
mencantumkan bahwa ia bukan hasil ciptaan manusia, melainkan produk algoritma.
Untuk itu, diperlukan pendekatan logika ilmiah guna menilai secara objektif
hubungan antara karya AI dan karya asli dalam konteks etika dan validitas.
Informasi penting
disajikan secara kronologis
1. Logika Ilmiah dalam
Menilai Validitas dan Etika Karya AI Logika ilmiah berfungsi untuk memberikan
pendekatan yang rasional dan terstruktur dalam menilai karya, baik yang
dihasilkan oleh manusia maupun oleh AI. Dimulai dengan mengamati dan skeptis
dengan karya AI, kita bertanya sejauh mana karya tersebut sebanding dengan
karya manusia. Setelah merumuskan hipotesis, kita mengumpulkan data dengan
membandingkan kualitas dan reaksi audiens terhadap karya AI dan karya manusia.
Kemudian, kita menganalisis data untuk menentukan apakah karya AI hanya meniru
atau benar-benar menawarkan sesuatu yang baru. Selain itu, kita harus
memperhitungkan keterbatasan AI, seperti tidak adanya kesadaran atau pengalaman
pribadi dalam proses penciptaan. Dengan pendekatan ilmiah ini, kita dapat
menilai karya AI secara adil dan objektif.
2. Keaslian dan
Orisinalitas Keaslian karya menjadi tolok ukur penting dalam menilai nilai dan
integritasnya. Dalam seni manusia, keaslian muncul dari imajinasi dan ciri khas
pencipta. Namun, pada karya AI, keaslian menjadi samar karena AI hanya mengolah
data yang ada tanpa ide orisinal sendiri. Maka, keaslian karya AI perlu
dipahami sebagai hasil kolaborasi manusia dan mesin, manusia sebagai pemberi
intruksi atau penulis promt serta kemampuan AI dalam mengembangkan atau
memodifikasi konsep atau art style yang telah ada menjadi sesuatu yang baru.
3. Etika dalam
Penciptaan Karya oleh AI Etika dalam penciptaan karya AI mencakup isu hak
cipta, plagiarisme, dan dampak sosial. Contohnya baru-baru ini adalah AI bisa
meniru art style Ghibli oleh seniman Hayao Miyazaki. Para seniman dan kreator
manusia telah menghabiskan waktu, tenaga, bahkan emosi untuk menghasilkan karya
mereka. Ketika AI bisa meniru gaya atau hasil kerja mereka dalam hitungan detik
tanpa izin atau atribusi, itu bisa dianggap sebagai bentuk eksploitasi kreatif.
Lebih jauh lagi, etika juga menyentuh soal tanggung jawab moral. Jika karya AI
digunakan untuk menyebarkan informasi palsu, manipulasi visual (seperti deepfake),
atau bahkan propaganda. AI hanyalah alat, tetapi keputusan untuk menggunakannya
tetap berada di tangan manusia. Maka dari itu, penting bagi kita untuk punya
kesadaran etis setiap kali menggunakan teknologi ini, khususnya dalam konteks
karya publik. Tak hanya itu, penggunaan AI juga berdampak pada pencipta
manusia, karena dapat menggantikan peran kreatif mereka, mengurangi peluang
kerja, dan berdampak pada perkembangan industri kreatif. Kesimpulan Tantangan
utama dalam menghadapi dilema antara karya AI dan karya manusia adalah mencari
keseimbangan antara inovasi teknologi dan penghormatan terhadap kreativitas
manusia. Ada kekhawatiran bahwa AI bisa menggantikan proses penciptaan karya
yang biasanya dilakukan oleh manusia. Beberapa solusi yang diusulkan antara
lain adalah pengembangan regulasi hak cipta yang lebih jelas untuk karya AI dan
mendorong kolaborasi antara manusia dan mesin. Selain itu, penting untuk tetap
menjaga nilai kreativitas manusia dengan menggunakan teknologi sebagai alat
bantu, bukan sebagai pengganti, guna memastikan keseimbangan antara kemajuan
teknologi dan karya orisinal manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Adzan, G. E., &
Azhar, A. (2024). Etika Penggunaan Artificial Intelligence dalam Penulisan
Karya Ilmiah. Jurnal Penelitian Inovatif, 4(4), 2297–2308. https://doi.org/10.54082/jupin.874.
Gandasari, F.,
Koeswinda, A. S., Putri, A. K., Kumala, D. a. P., & Muftihah, N. (2024).
Etika Pemanfaatan Teknologi Artificial Intelligence dalam Penyusunan Tugas
Mahasiswa. EDUKATIF JURNAL ILMU PENDIDIKAN, 6(5), 5572–5578. https://doi.org/10.31004/edukatif.v6i5.7036.
Prayogi, A., Nasrullah,
R., UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan, & Universitas Negeri Surabaya.
(2024). Artificial Intelligence dan Filsafat Ilmu: Bagaimana Filsafat Memandang
Kecerdasan Buatan Sebagai Ilmu Pengetahuan. In LogicLink : Journal of
Artificial Intelligence and Multimedia in Informatics (pp. 144–155)