Hal tersebut dikatakan
Dirkrimum Polda NTT Kombes
Patar Silalahi saat menghadiri rapat bersama Komisi III dan Komisi XIIII DPR
RI.
Patar dicecar sejumlah
pertanyaan lantaran tidak memasukkan pasal narkotika dalam penyidikan di kasus
susila terhadap anak di bawah umur tersebut.
Adalah Anggota Komisi
XIII DPR, Umbu Kabunang Rudi Yanto yang pertama kali mempertanyakan hal
tersebut.
Hadir dalam rapat
Komisi III tersebut selain Polda NTT, yakni Kejati NTT
dan Aliansi Perlindungan Perempuan dan Anak (APPA) Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Pertama mungkin
saya dari awal perkara ini mencuat adanya dugaan tindak pidana pemerkosaan dan narkoba pak. Tapi saya
lihat dalam perkembangan perkara ini Undang-Undang narkobanya tidak masuk.
Padahal ada statement dari Karowabprof Divpropam Polri Agus Wijayanto
menyatakan (Fajar) positif narkoba.
Tetapi pasal narkobanya
hilang di sini," kata Umbu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis
(22/5/2025).
Dirkrimum Polda NTT Kombes Patar
Silalahi menjelaskan bahwa pihaknya melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus
ini berdasarkan surat dari Mabes Polri.
"Bergerak dari itu
data yang dilampirkan dalam surat yang disertai terkait TKP dan semuanya itu
tidak ada yang menyatakan terkait narkoba. Jadi sampai pada
pergeseran Fajar ke Mabes Polri kita juga tidak ada dugaan atau indikasi narkoba demikian,"
kata dia.
Ketua Komisi III DPR
RI, Habiburokhman, bertanya balik ke Patar apakah ada pengetesan urine terhadap
Fajar.
"Kami tidak
melakukan tes urine," kata Patar.
Habiburokhman balik
bertanya kepada Propam Polda
NTT soal dugaan penyalahgunaan narkoba tersebut.
Kabid Propam Polda NTT AKBP
Muhammad Andra Wardhana mengatakan bahwa Fajar saat ditahan langsung diserahkan
ke Polri.
"Saat itu memang
mungkin ada pengecekan urine dan dinyatakan positif. Akan tetapi, tetap kita
proses semua sehingga dalam proses itu untuk diputus untuk di Pemberhentian
Tidak Dengan Hormat (PTDH)," kata dia.
Mendengar jawaban itu,
Umbu kembali bertanya soal siapa yang menyampaikan Fajar positif urine.
Namun, Patar mengulangi
pernyataaannya bahwa pihaknya bergerak lewat surat dari Mabes Polri.
"Kami tidak
menemukan indikasi terkait narkoba,
kami tidak mendapat informasi juga kalau dia sebagai pengguna. Nah, adapun
muncul setelah sampai di Mabes Polri, kami juga kaget terus terang kami kaget
bisa muncul isu atau fakta ada," kata dia.
Habibur memotong
penjelasan Fajar. Dia bilang bahwa lokasi penangkapan Fajar ada di NTT yang
merupakan wilayah hukum Polda
NTT.
"Sampai sekarang
mungkin disidang silakan saja, enggak masalah Pak Kajati kan hanya menerima
berkas, enggak memeriksa di awal, tapi kalau begitu konfirmasi bahwa urinnya
ada narkoba, tidak
dibantah juga faktanya, kan berarti ada," kata dia.
Patar kemudian
mengatakan hal serupa, bahwa pihaknya tidak melakukan tes urin terhadap Fajar.
"Itu saja yang
kami dapatkan. Pada saat di Polda atau di NTT tidak dilakukan itu pak dan itu
tidak indikasi kami dugaan sebagai pemakai pada saat itu bapak," kata dia.
Habibur menilai
penjelasan Patar hanya memutar-mutar. Dia pun meminta agar Polda NTT tetap
melakukan penyidikan untuk pasal penggunaan narkoba dalam kasus
Fajar.
"Bapak periksa
lagi ya kan sidik aja langsung gitu loh. Enggak apa-apa terpisah
(perkara)," kata dia.
Dia mengatakan berkas
perkara kasus asusila yang akan disidangkan tetap dilanjutkan.
"Silakan saja yang
P21 lanjut ke sidang. Kan enggak apa-apa karena peristiwa pidana yang berbeda
walaupun berkaitan ya. Itu pasalnya mengaturnya kan berbeda yang penting
diusut narkobanya itu
Pak. Ini akan jadi catatan bapak," tandas Habibur.
Diketahui, Fajar
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan anak di bawah umur.
Berdasarkan hasil
pemeriksaan, AKBP Fajar terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak
di bawah umur berusia 6, 13, dan 16 tahun, serta seorang dewasa berinisial SHDR
(20).
Selain itu, tersangka
juga diduga menyalahgunakan narkoba dan
menyebarluaskan konten pornografi anak.
Atas perbuatannya, FWLS
dijerat dengan sejumlah pasal berlapis, di antaranya Pasal 6 huruf C, Pasal 12,
Pasal 14 ayat 1 huruf A dan B, serta Pasal 15 ayat 1 huruf E, G, J, dan L UU
No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Selain itu, ia juga
dijerat Pasal 45 ayat 1 junto Pasal 27 ayat 1 UU ITE No. 1 Tahun 2024.
Ancaman hukuman
maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
***
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan
judul Dicecar DPR, Polda NTT Kaget Soal Eks Kapolres Ngada Dinyatakan Positif
Narkoba Lewat Tes Urine, https://www.tribunnews.com/nasional/2025/05/22/dicecar-dpr-polda-ntt-kaget-soal-eks-kapolres-ngada-dinyatakan-positif-narkoba-lewat-tes-urine?