Mengunjungi Kembali Masa Kecil Di Kampung Numbei (Dewasa Vs Kanak-kanak)

Mengunjungi Kembali Masa Kecil Di Kampung Numbei (Dewasa Vs Kanak-kanak)


KEMBALI BERNOSTALGIA TENTANG MASA KECIL 
(Oleh: Frederick Mzq)
Hali Hun Bot (Pohon Beringin) di Kampung Numbei menjadi saksi sejarah anak-anak 90-an bermain di tempat ini.

Masa kecil merupakan kenangan paling indah dalam kehidupan seseorang. Kita akan menemui diri sendiri yang begitu polos saat mengenangnya lalu terbesit untuk kembali hanya untuk menghindar dari problematika kehidupan orang dewasa. 

Mengenang masa kecil di hari dewasa merupakan hal yang sering dilakukan sebagian orang. Beberapa orang yang sedang dirundung patah hati akan mengenang masa kecil mereka saat belum mengenal cinta.

Menjadi anak kecil tidaklah rumit. Kita hanya perlu bermain-main dengan hujan, menikmati sinar mentari, menikmati sore hari dengan bermain sepak bola, petak umpet, dan berlari-larian tanpa tujuan yang jelas. Apa pun itu asalkan kita bahagia. Anak kecil adalah pengemis kebahagiaan. Mereka akan memintanya dan menerimanya dalam bentuk apa pun .

Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak tidak perlu membatasi hal-hal di atas. Tugas mereka hanya menikmatinya, menjalaninya dengan apa adanya, tanpa beban, tanpa ketakutan terhadap hari esok, dan tanpa perlu takut pelajaran matematika keesokan harinya.

Seperti kata Dr. Seuss, "Orang dewasa adalah anak-anak yang usang." Mereka kesulitan untuk menjadi diri sendiri. Kealamian mereka telah pudar termakan waktu. Mereka tidak lagi punya hubungan baik dengan hujan. Mereka akan berteduh di saat hujan turun. Mereka hanya akan menikmatinya di balik jendela.

Anak kecil adalah manusia-manusia yang jujur. Walaupun tidak sejujur Google, mereka lebih jujur dari seorang dokter spesialis anak, politikus, dosen pembimbing, dan televisi. Mereka hanya akan berbohong ketika takut dimarahi ibu. Selebihnya, mereka akan sibuk mencari kebahagian dan tidak punya banyak waktu untuk berbohong.

Bagi orang dewasa, dibanding kejujuran, kebohongan adalah senjata paling aman. Mereka menggunakannya dalam bentuk penyamaran. Mereka menjadi orang lain dan mendikte diri sendiri. Di siang hari, sebagian mereka akan menjelma menjadi mesin pencari kebutuhan semu. Di malam hari, mereka akan tertidur pulas sambil memikirkan hari esok.

Debu laran tempat bermain mencari ikan mujair (naa bulan, read, Tetun).
di sinilah di tahun 90-an tempat ini menjadi wadah pemeliharaan ikan mujair.
Kegiatan panen ikan dilakukan setiap bulan juni. Namun tradisi ini sudah hilang,
tidak dirasakan anak mileneal yang berada di kampung Numbei. 
Menjadi dewasa adalah menjadi kuli bangunan yang siap membangun ratusan kemungkinan di kepala, memproyeksikan apa pun yang belum terjadi, lalu mengeluh karena sakit kepala memikirkan semua itu. Kemungkinan-kemungkinan itu kemudian berubah menjadi ketakutan dan keraguan yang membuat mereka menjelma menjadi pelahap apa pun yang instan. Isi kepala mereka adalah bahan peledak sensitif yang siap meledak kapan pun ia mau.

Menjadi anak kecil adalah menjadi manusia tanpa pengetahuan. Sebab masa kanak-kanak tidak membutuhkan itu. Mereka lebih membutuhkan imajinasi. Imajinasi adalah teman baik yang siap membawa pikiran mereka ke mana pun. Hanya saja, sebagian dari mereka akan kehilangannya saat menjadi dewasa.

Perkara isi kepala, sejak kecil kita selalu berimajinasi ke tempat-tempat yang belum kita kunjungi, membiarkan pikiran kita menebas ketidakmungkinan tanpa sadar. Kita tidak peduli dengan kisah-kisah romantisme yang masuk akal. Kita lebih tertarik dengan kepalsuan-kepalsuan yang diceritakan orang dewasa. Kita menyebutnya dongeng.

Semua cerita yang katanya menarik dan edukatif tapi isinya fiksi. Mencoba mendidik dengan hal-hal yang yang tidak masuk akal. 

Kita semua tahu bahwa di dunia nyata, pelanduk atau kancil tidak pernah menipu buaya atau seekor burung raksasa tidak pernah mengajak seorang anak pergi ke pulau matahari untuk mengambil emas. Semua cerita itu membuat isi kepala dipenuhi dengan tokoh-tokoh fiksi yang entah datangnya dari mana dan pergi entah ke mana. 

Jika GPS atau Google Earth ingin mendeteksi di mana letak negeri dongeng, mungkin mereka akan menemukannya di isi kepala seorang anak kecil yang tertangkap satelit sedang berteduh di bawah pohon.

Kali Benenain, menjadi saksi sejarah.
di sinilah anak-anak belajar berenang
Seperti yang diungkapkan Einstein, "Imajinasi lebih penting dari pengetahuan." Di lain waktu, Einstein juga pernah mengungkapkan dengan tegas bahwa imajinasi akan membawamu ke mana-mana. Entah kita yang akan dibawa ke mana-mana atau hanya sebatas isi kepala. Mungkin maksud Einstein adalah terlalu sering bermain-main dengan logika akan menjauhkanmu dari keajaiban.

Untuk mendapatkan keajaiban, butuh keberanian. Seperti kata Mario Teguh, "Keajaiban adalah hadiah bagi orang yang berani." Anda tak berani, maka Anda tak akan diberikan. Jika Anda berani, anda akan mendapatkannya sesegera mungkin. Maka keberanian seperti apa yang dibutuhkan untuk mendapatkan keajaiban? Beranilah untuk out of the box. Orang-orang yang melihat keajaiban adalah orang-orang yang keluar dari kotak.

Sejak kecil, pikiran kita selalu ingin keluar dari kotak. Sayangnya, saat menjadi dewasa, sebagian orang akan memutuskan untuk tetap berada di dalamnya demi menjaga kepala mereka dari kebingungan. Kecanduan terhadap kebutuhan semu membuat sebagian orang semakin hari semakin jauh dari kata hati. Mereka akan menjadi budak isi kepalanya sendiri yang sebagian besar di tanam oleh orang lain.
Di jalan inilah kami kejar-kejaran tanpa kenal lelah

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama