SUKU
TAHU ATOK-NUMBEI MENGGELAR
RITUAL ADAT HALIRIN
WE MATAN KAFATU
ADAT
istiadat atau tradisi,
tidak akan pernah lepas dari kehidupan manusia. Meski pada zaman modern
sekalipun, sebuah tradisi akan
tetap dijaga dan dipelihara, terutama oleh masyarakat adat. Bahkan, adat
istiadat ini menjadi salah satu panduan hidup di tengah masyarakat sehingga
dijadikan sebagai norma atau peraturan yang diterapkan melalui lingkungan
sosialnya.
Adat
istiadat merupakan perilaku budaya dan aturan-aturan yang telah berusaha
diterapkan dalam lingkungan masyarakat yang menjadi bagian atau ciri khas suatu
daerah yang melekat sejak dulu dalam diri masyarakat yang melakukannya. Dalam
sebuah adat istiadat ini tersimpan simbol-simbol kehidupan penuh makna.
Seperti
halnya tradisi “halirin we matan” yang dilakukan
masyarakat Kampung Numbei, Desa Kateri, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka-NTT.
Tradisi ini dilakukan oleh Suku Tahu Atok dan dimaknai sebagai ungkapan syukur
kepada Sang Pencipta yang dilakukan masyarakat sekitar dengan cara merawat alam
dan lingkungannya, khususnya untuk merawat mata air sebagai sumber
kehidupan.
Di
tengah musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan di banyak tempat saat
ini, masyarakat Dusun Numbei, Desa Kateri, Kecamatan Malaka tengah, Kabupaten
Malaka memiliki sebuah sumber mata air letaknya tepat di tengah hutan Kateri.
Nama tempat ini adalah Kafatu. Air yang ada di sini tidak pernah kering
sepanjang musim. Untuk mensyukuri adanya sumber mata air tersebut, masyarakat
Dusun Numbei, khususnya Suku Tahu Atok menyelenggarakan upacara adat "halirin we matan" yang telah
dilakukan secara turun temurun berdasarkan Petunjuk dari leluhur, melalui
perantaran dok (dukun) dan me’i (mimpi) . “Upacara ini bukanlah
suatu kepercayaan, melainkan bagian dari budaya Suku Tahu Atok yang perlu
dilestarikan keberadaannya di Dusun Numbei” ujar Bapak Julius Bria, salah satu
tokoh masyarakat angota suku Tahu Atok setempat saat diwawancarai di sela-sela
prosesi penyembelihan babi sebagai kelengkapan prosesi adat budaya "Halirin We Matan" di Kafatu-Hutan
Kateri. Tradisi ini juga selain untuk menjaga kelestarian sumber mata air, di
lain sisi sebagai media mempererat semangat persaudaraan anggota Suku Tahu Atok
dan semua warga masyarakat Kampung Numbei.
Tradisi halirin
we ini dikaitkan dengan nilai-nilai budaya. “Halirin We” ini menjadi kearifan lokal masyarakat suku Tahu Atok
dalam memelihara sumber air yang berada di Kafatu, Kawasan Hutan Kateri. Upacara adat unik yang satu ini
berlangsung pada Sabtu, 01 Agustus 2020. Untuk selengkapnya saksikan di dalam
video ini. https://www.youtube.com/watch?v=WXNO-zYoSRI&t=20s
Upacara
halirin we di dalamnya mencakup bagian inti yakni berupa pemotongan hewan kurban berupa babi (fahi meak) dan menaruh sirih pinang di
sumber mata air Kafatu. Adapun pada bagian upacara ini dilakukan
ritual leno fahi aten (melihat hati babi
yang dikorbankan) yakni sebuah upacara adat yang dilakukan untuk melihat garis
keberuntungan atau restu dari leluhur nenek moyang melalui hewan yang
dikorbankan. Di sini berdasarkan petunjuk dan tradisi pengorbanan darah hewan
di sumber mata air adalah seekor babi yang bulunya berwarna merah (fahi meak). Kalau hasil penerawangannya
buruk, maka perlu ada hal yang dilakukan agar masyarakat anggota suku Tahu Atok
tersebut terhindar dari hal buruk atau malapetaka. Namun pada momen halirin we kali ini berdasarkan isyarat
dari hati babi yang dikorban pertanda baik.
Semoga
melalui tradisi halirin we ini
diharapkan menggali potensi dan budaya di kabupaten Malaka. Pasalnya budaya
akan menjadi pendorong peradaban dan menjadi lokomotif pembangunan karakter
masyarakat termasuk daerah. (MZAQ CHANELL)
GALERI FOTO UPACARA ADAT HALIRIN WE MATAN KAFATU