Dari Hati
untuk Pahlawan Hidupku, Ayahku
Karya:
Ibnu Abhi
Meski suaramu tak semerdu nyanyian lembut seorang ibu
Kau membingkaiku dengan nada nada ketulusan
Yang mengantarkan hatiku. . .
Menuju lembah tinggi. .
Bernama kedamaian
Meski sentuhanmu tak selembut belaian suci seorang ibu
Namun dengan dekapanmu. . .
Ku terhangatkan dengan kasihmu
Ku terlenakan
Dengan cintamu
Tangisku berderai
Kala ku ingat ucapan indahmu menimangku
Kala ku sentuh tubuh letihmu menjagaku
Seperti karang menjaga debu pasir
Kau jaga aku. . .
Kau lindungiku
Dari kotoran raga dan jiwa yang kan basahiku. .
Kau rela di terpa deburan buih
Yang berlalu
Demi aku
Demi anakmu. . .
Seakan tak pernah lelah
Kau hapuskan tetes air mataku
Seakan tak pernah bosan
Kau redamkan aku dari tangisan
Ku urai hati ini
Untukmu
Untuk segalanya yang tlah kau labuhkan pada dermaga hidupku
Hanya sebentuk puisi
Untuk mu ayahku..
Kau tanam cinta di hatiku
Bersemi hingga menyatu dalam jiwaku
Tak pernah luput dalam ingatanku
Bintang yang menemani malamku,
Gelap yang menyapa malamku,
Dan mentari yang akan temani hariku,
Karna tulus dan indah cintamu
Dari ketulusan hati
Untukmu ayahku
Terima kasih. . .
Ingatlah sobat-sobatku:
"Ayah bukanlah jangkar untuk menahan atau layar
untuk membawa kita ke sana, tapi cahaya penuntun yang kasihnya menunjukkan
jalan. Selamat Hari Ayah"
RAHASIA BESAR SEORANG AYAH YANG
TIDAK DIKETAHUI SEORANG ANAK BAHKAN SETIAP ANAK DIDUNIA.
Mungkin ibu lebih kerap
menelpon untuk menanyakan keadaanku setiap hari, tapi apakah aku tahu, bahwa
sebenarnya ayahlah yang mengingatkan ibu untuk meneleponku?
Semasa kecil, ibukulah
yang lebih sering menggendongku. Tapi apakah aku tau bahwa ketika ayah pulang
bekerja dengan wajah yang letih ayahlah yang selalu menanyakan apa yang aku
lakukan seharian, walau beliau tak bertanya langsung kepadaku karena saking letihnya
mencari nafkah dan melihatku terlelap dalam tidur nyenyakku.
Saat aku sakit demam,
ayah membentakku “Sudah diberitahu, Jangan minum es!” Lantas aku merengut
menjauhi ayahku dan menangis didepan ibu.
Tapi apakah aku tahu
bahwa ayahlah yang risau dengan keadaanku, sampai beliau hanya bisa menggigit
bibir menahan kesakitanku.
Ketika aku remaja, aku
meminta izin untuk keluar malam. Ayah dengan tegas berkata “Tidak boleh!
”Sadarkah aku, bahwa ayahku hanya ingin menjaga aku, beliau lebih tahu dunia
luar, dibandingkan aku bahkan ibuku?
Karena bagi ayah, aku
adalah sesuatu yang sangat berharga. Saat aku sudah dipercayai olehnya, ayah
pun melonggarkan peraturannya.
Maka kadang aku
melanggar kepercayaannya. Ayahlah yang setia menunggu aku diruang tamu dengan
rasa sangat risau, bahkan sampai menyuruh ibu untuk mengontak beberapa temannya
untuk menanyakan keadaanku, ”dimana, dan sedang apa aku diluar sana.”
Setelah aku dewasa,
walau ibu yang mengantar aku ke sekolah untuk belajar, tapi tahukah aku, bahwa
ayahlah yang berkata: Ibu, temanilah anakmu, aku pergi mencari nafkah dulu buat
kita bersama.
Disaat aku merengek
memerlukan ini – itu, untuk keperluan kuliahku, ayah hanya mengerutkan dahi,
tanpa menolak, beliau memenuhinya, dan cuma berpikir, kemana aku harus mencari
uang tambahan, padahal gajiku pas-pasan dan sudah tidak ada lagi tempat untuk
meminjam.
Saat aku berjaya. Ayah
adalah orang pertama yang berdiri dan bertepuk tangan untukku. Ayahlah yang
mengabari sanak saudara, ”anakku sekarang sukses.” Walau kadang aku cuma bisa
membelikan baju koko itu pun cuma setahun sekali. Ayah akan tersenyum dengan
bangga.
Dalam sujudnya ayah
juga tidak kalah dengan doanya ibu, cuma bedanya ayah simpan doa itu dalam
hatinya. Sampai ketika nanti aku menemukan jodohku, ayahku akan sangat berhati
– hati mengizinkannya.
Dan akhirnya, saat ayah
melihatku duduk diatas pelaminan bersama pasanganku, ayahpun tersenyum bahagia.
Lantas pernahkah aku memergoki, bahwa ayah sempat pergi ke belakang dan
menangis? Ayah menangis karena ayah sangat bahagia. Dan beliau pun berdoa, “Ya
Alloh, tugasku telah selesai dengan baik. Bahagiakanlah putra putri kecilku
yang manis bersama pasangannya.
”Pesan ibu ke anak
untuk seorang Ayah”
Anakku..
Memang ayah tidak mengandungmu,
tapi darahnya mengalir di darahmu, namanya melekat dinamamu …
Memang ayah tak melahirkanmu,
Memang ayah tak menyusuimu,
tapi dari keringatnyalah setiap tetesan yang menjadi air susumu …
Nak..
Ayah memang tak menjagaimu setiap saat,
tapi tahukah kau dalam do’anya selalu ada namamu disebutnya …
Tangisan ayah mungkin tak pernah kau dengar karena dia ingin terlihat kuat agar
kau tak ragu untuk berlindung di lengannya dan dadanya ketika kau merasa tak
aman…
Pelukan ayahmu mungkin tak sehangat dan seerat
bunda, karena kecintaanya dia takut tak sanggup melepaskanmu…
Dia ingin kau mandiri, agar ketika kami tiada kau sanggup menghadapi semua
sendiri..
Bunda hanya ingin kau tahu nak..
bahwa…
Cinta ayah kepadamu sama besarnya dengan cinta bunda..
Anakku…
Jadi didirinya juga terdapat surga bagimu… Maka hormati dan sayangi ayahmu.
THANKS DAD