Hiduplah dengan Filosofi Lebah
Kata Einstein, jika lebah
hilang di muka bumi maka seluruh tatanan kehidupan mahluk hidup hanya bisa
bertahan selama empat (4) tahun.
Ternyata lebih jauh,
lebah punya peran penting dalam kelangsungan mahluk hidup. Rantai kehidupan
semua dimulai dari lebah. Bisa dibayangkan jika tanpa proses penyerbukan dari
lebah, manusia akan kehilangan sumber makanan. Itulah lebah !
Habitatnya jauh dari
keriuhan manusia (modern), hidup di hutan, sunyi tidak terjangkau dan tinggi di
dahan pohon besar. Dari perutnya (madu) terdapat obat untuk menyembuhkan segala
penyakit manusia.
Di masa pandemi ini,
tidak sedikit orang sakit, baik sakit (positif) dari paparan virus maupun orang
“sakit” dampak dari pandemi. Belum lagi, belakanangan ini yang bikin sistem
imun fluktuatif, dengan kaca mata kuda pemerintah serta merta menaikkan iuran
BPJS Kesehatan. Bisa dibayangkan jeritan warga?
Saat ini warga masyarakat
pastinya sedang sakit dan butuh obat, mereka butuh lebah, mereka butuh madu.
Di Sulawesi Tenggara
(Sultra) saya melihat seekor lebah harapan, hinggap di pohon besar, rimbun dan
hijau. Dari dahan pohonnya, banyak produksi madu yang dipanen kemudian
dibagikan pada warga yang membutuhkan.
Para relawan bergerak
masif, menyeluruh dan merata. Sebanyak 17 Kabupaten/Kota di Sultra yang
warganya terdampak pandemi, mendapatkan saluran bantuan “madu” untuk
meringankan beban mereka.
Mengusung tagline “lawan
virusnya, peluk kemanusiaannya”, saya melihat harapan yang hampir pupus, seolah
hidup kembali di wajah para warga terdampak saat mereka menerima “madu”
tersebut.
Ketika pemerintah
setempat masih sibuk dengan embel-embel membangun citra, dengan memampang
sebuah potret siluet, “kawanan lebah” ini jauh-jauh hari sudah bergerak secara
senyap. Menyentuh jantung kebutuhan warga.
Sementara para elit masih
sibuk dengan hal-hal prosedural, apa, bagaimana, kapan akan bergerak, pada sisi
lainnya muncul polemik baru, perang wacana di media massa tak terhindarkan,
sehingga makin memperkeruh suasana.
Masyarakat terdampak
tidak butuh citra, pejabat/elit siapa, berasal dari mana, semata mereka butuh
penyambung hidup, saat itu juga.
Dalam kondiri carut marut
ini, dan tak mau ikut pemperkeruh suasana, atas dorongan kemanusian “kawanan
lebah” ini hadir sebagai harapan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang terdampak
ini.
Minim sentuhan media
maenstrem, hanya memanfaatkan beberapa akun media sosial personal untuk
menegaskan bahwa tugas kemanusiaan telah mereka tunaikan.
Lebah adalah serangga berbulu dan bersayap empat dan hidup dari menghisap
madu kembang dan buah-buahan. Lebah memiliki sifat-sifat antara lain :
Hinggap Di Tempat Yang
Bersih Dan Hanya Menyerap Yang Bersih
Lebah menyukai
tempat-tempat yang bersih, sangat jauh berbeda dengan lalat yang menyukai
tempat-tempat kotor. Serangga lain banyak mendatangi tempat kotor dan menyukai
sampah, namun lebah hanya mendatangi bunga-bunga dan buah-buah bersih yang
mengandung madu atau nektar.
Pelajaran yang dapat
dipetik: Kita sudah seharusnya dapat hidup bersih lahir batin, misalnya hidup
bersih dan memakan yang halal dan baik-baik. Mencari nafkah ditempat yang baik
dan dengan cara yang baik (bersih) tidak dengan cara kotor (misal korupsi dll)
Lebah Mengeluarkan Yang
Bersih
Serangga satu ini memang
dikenal sebagai penghasil madu. Ia mengeluarkan madu dari perutnya yang
berkhasiat dan membawa kebaikan untuk manusia.
Pelajaran yang dapat
dipetik : Jika perkataan, perbuatan, dan pemikiran yang kita keluarkan adalah
yang baik-baik, maka akan menjadi manfaat bukan hanya untuk diri kita sendiri
tetapi juga untuk orang lain.
Tidak Merusak
Lebah tidak merusak
ranting atau tempat yang ia hinggapi, dan ia juga tidak hinggap pada bunga yang
sudah dihinggapi lebah lainnya.
Pelajaran yang dapat
dipetik: Sebagai manusia kita diharapkan tidak membuat kerusakan dimanapun kita
berada dan selalu menjaga kelestarian lingkungan. Disamping itu kita tidak
diperbolehkan mengambil hak orang lain.
Tidak Melukai, Kecuali
Jika Diganggu
Lebah akan menyerang
hanya jika mereka merasa terganggu atau terancam.
Pelajaran yang dapat
dipetik : Sebagai manusia yang diberikan akal dan hati sepatutnyalah kita lebih
bijak dari pada sang lebah. Kalau lebah saja tidak suka menyerang terlebih
dahulu, apalagi kita manusia seharusnya tidak suka melukai sesama.
Dari keempat sifat dan
karakter lebah tersebut, bisa saya bisa tarik benang merahnya bahwa sebagai
manusia sepantasnya kita mampu meniru cara hidup lebah. Kalau cara hidup lebah
saja begitu bersih dan mengeluarkan manfaat yang banyak untuk lingkungannya,
lalu mengapa kita sebagai manusia yang dikaruniai akal fikiran dan hati nurani
tidak bisa hidup mencontoh dari filosofi hidup lebah?.
Lebah atau tawon. Pasti
kita semua tahu. Namun, tidak banyak diantara kita yang menyadari karakteristik
filosofi dari kehidupan lebah itu. Sekedar mengingatkan diri saya dan juga para
pembaca termasuk Kompasianer tentunya.
Ada 4 buah karakteristik filosofi hidup lebah.
Pertama, senantiasa memakan sari bunga.
Tentu filosofi ini maknanya sangat dalam dan esensial bagi kita umat manusia.
Lebah mengajarkan kepada makhluk berakal - padahal lebah tidak punya akal, yang
seharusnya kita malu sama lebah - untuk senantiasa memakan dari barang yang
halalan tayyiban. Tidak mencuri, merampok, merampas, pengkorupsi, dan berbagai
macam perbuatan jahat dan keji. Ini filosofi pertama lebah yang menjadi pedoman
dan lentera hidup kita. Wajib seperti itu.
Kedua, senantiasa yang dikeluarkan adalah madu.
Dari pantat lebah saja yang dikeluarkan adalah madu. Sesuatu yang menyehatkan
dan sangat berguna bagi kesembuhan. Padahal keluarnya dari pantat. Makna
filosofinya juga, kita seharusnya malu kalau mulut kita justru yang keluar
hal-hal yang kotor. Kalau yang keluar dari pantat manusia pasti sesuatu yang
menjijikkan. Oleh karena itu, kita juga harus malu sama lebah, padahal dia gak
punya akal. Moso yang berakal dari mulutnya yang baik, keluar hal-hal
yang jahat dan keji (menjijikkan). Apalagi pantatnya.
Ketiga, selalu tidak merusak tempat pijak. Ketika berada di dahan, tidak
patah.
Lebah, biar bagaimanapun dia menambatkan diri di dahan, dahan itu tidak rusak
dan patah. Artinya, tidak merusak lingkungan hidupnya, padahal dia tidak punya
akal. Manusia yang katanya punya akal justru berlomba-lomba merusak lingkungan
hidupnya sendiri demi keserakahan diri sendiri dan keturunannya. Egoistis tidak
memikirkan orang lain menderita nantinya atau tidak. Tentunya sebagai makhluk
yang berakal kita malu sama lebah.
Keempat, ketika diganggu dia meradang dan menyerang.
Coba saja ganggu lebah itu. Kalau tidak diserang, dioyok-oyok dan dauber-uber,
kata Orang Betawi, jewer kuping saya. Gak percaya coba saja. Dalam hal ini
filosofinya adalah dalam soal akidah lebah akan meradang dan menyerang bila
diusik dan diganggu. Soal ini saya ibaratkan sebagaimana dalam pemilihan caleg
pemimpin kita, seperti yang saat ini ramai pada Pemilukada Malaka yang sudah usai
yang jadi perdebatan diantara banyak orang, termasuk juga para
Kompasianer. Moso, yang katanya berakal gak malu sama lebah, hehehe.Saya
sih sudah malu sama lebah, maka saya tulis tautannya dibawah.
Maaf yah Kompasianer, bukannya ngenye. Cuma mentertawakan saja, gak malu sama
lebah yang gak punya akal.
Itulah hikmah dan filosofi hidup lebah. Semoga ada yang tergugah, minimal untuk
diri saya sendiri. Amien
Salam damai,,