Kasus Siswi Nonmuslim Pakai Jilbab, Kepala SMK Negeri 2 Padang Minta Maaf

Kasus Siswi Nonmuslim Pakai Jilbab, Kepala SMK Negeri 2 Padang Minta Maaf

 

Ilustrasi

Kepala SMK Negeri 2 Padang Rusmadi memohon maaf setelah viral video adu argumen antara orang tua siswi nonmuslim dan pihak sekolah, yang diminta memakai kerudung atau jilbab. Siswi nonmuslim kini diperbolehkan sekolah tanpa jilbab.

Kasus ini berawal kala sebuah video viral di sosial media, yang memperlihatkan percakapan antara Elianu Hia dengan pihak sekolah SMK Negeri 2 Padang.

Elianu Hia orang tua salah satu siswi dipanggil menghadap pihak sekolah karena anaknya tak mengenakan jilbab sebagaimana diwajibkan dalam peraturan sekolah. Elianu dan anaknya Jeni Hia menolak mengenakan jilbab karena bukan kaum muslim.

Karena menolak menggunakan jilbab, Jeni menandatangani surat pernyataan, yang juga ikut ditandatangani Elianu. Surat itu berisi dua hal, yakni tidak bersedia memakai kerudung seperti yang telah digariskan oleh peraturan sekolah, dan bersedia melanjutkan masalah ini dan menunggu keputusan dari pejabat yang lebih berwenang.

Video Elianu viral di media sosial. Video itu direkam pada Kamis (21/1/2021), yang memperlihatkan adu argumen Elianu dengan Wakil Kepala SMK Negeri 2 Padang Zakri Zaini. Elianu dipanggil pihak sekolah, karena anaknya, Jeni Cahyani Hia, tidak mengenakan jilbab. Jeni tercatat sebagai siswi kelas X pada jurusan Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran (OTKP)) di sekolah itu. Ia tidak mengenakan jilbab karena bukan muslim.

Dalam video tersebut, Elianu berusaha menjelaskan bahwa anaknya adalah nonmuslim, sehingga cukup terganggu dengan keharusan mengenakan jilbab.

"Bagaimana rasanya kalau anak Bapak dipaksa untuk ikut aturan yayasan. Kalau yayasan tidak apa, ini kan (sekolah) negeri," kata Elianu mencoba berpendapat.

Zakri Zaini, yang menerima kehadiran Elianu, menyebut penggunaan jilbab merupakan aturan sekolah. "Menjadi janggal bagi guru-guru dan pihak sekolah kalau ada anak yang tidak ikut peraturan sekolah. Kan di awal kita sudah sepakat," katanya dalam video tersebut.

Sontak kasus ini menyedot perhatian sejumlah kalangan. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menilai aturan Kepala SMKN 2 Padang tidak Pancasilais.

"Yang jelas, aturan kepala sekolah di atas tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan harus segera dicabut," kata Wakil Ketua BPIP, Hariyono, kepada detikcom, Jumat (22/1/2021).

Hariyono menjelaskan tugas pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa agar anak memiliki kesadaran sebagai warga negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila harus tertanam sejak dini lewat pendidikan. Pancasila menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan masyarakat yang inklusif (terbuka, tidak eksklusif untuk golongan tertentu).

Dia menyoroti kedudukan Kepala SMKN 2 Padang sebagai aparatur sipil negara (ASN). Kepala sekolah harus menghormati pilihan agama masing-masing muridnya.

Selain itu, kritik dilontarkan anggota Dewan. Anggota DPR RI asal Sumatera Barat Andre Rosiade menyayangkan jika informasi tersebut benar.

Ketua DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM) ini berharap ada penyelesaian agar masalah tersebut tidak menjadi bola liar yang merugikan Sumbar.

Hal senada disampaikan komisi X DPR RI yang prihatin dan menilai kejadian itu sebagai sikap intoleran.

"Kami sangat prihatin dengan fenomena maraknya sikap intoleran di lembaga-lembaga pendidikan milik pemerintah. Banyak tenaga pendidik yang tidak tepat dalam mengajarkan semangat keberagamaan di kalangan siswa," ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dalam keterangan yang diterima detikcom, Sabtu (23/1/2021).

Politikus PKB itu mengatakan kejadian tersebut menunjukkan adanya sikap intoleransi di sekolah-sekolah negeri. Padahal, menurutnya, tenaga kependidikan harus mengutamakan nilai Pancasila dan kebinekaan.

Menurut Huda, sikap pihak SMK 2 Padang tidak bisa dibenarkan meskipun setiap daerah di Indonesia memiliki otonomi daerah. Pemerintah daerah (pemda) memiliki otoritas untuk mengatur arah kebijakan sekolah, distribusi guru, hingga kebijakan anggaran, namun harus tetap mengacu pada dasar negara Indonesia.

Huda mengimbau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan seleksi tenaga kependidikan yang ketat. Ia berharap jangan ada kegiatan atau materi pelajaran yang mengandung unsur intoleransi.

Sementara itu, Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira harus ada peringatan dan sanksi tegas terhadap sekolah dan guru yang melakukan pemaksaan atribut keagamaan terhadap siswi tersebut.

Menurut anggota Komisi X RI itu lembaga pendidikan tidak boleh melakukan pemaksaan kepada siswa. Termasuk pemaksaan terkait keyakinan agama tertentu.

Andreas menilai lembaga pendidikan harus memberikan ruang toleransi antar peserta didik. Ia berharap toleransi dapat menjadi prinsip bagi para peserta didik.

Sedangkan Golkar meminta setiap tenaga pendidik tidak bersikap radikal dan diskriminatif.

"Tenaga pendidik tentu saja harus menjadi contoh. Jangan bersikap radikal dan diskriminatif," kata Waketum Golkar Hetifah Sjaifudian kepada wartawan, Sabtu (23/1/2021).

Wakil Ketua Ketua Komisi X RI itu juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk membuat proses seleksi rekrutmen guru lebih ketat.

 

Kepsek Minta Maaf

Atas polemik itu, Kepala SMK Negeri 2 Padang Rusmadi meminta maaf atas keteledoran dan kesalahan jajarannya di Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling.

"Selaku Kepala SMK Negeri 2 Padang, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling, dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi," kata Rusmadi dalam pertemuan dengan wartawan, Jumat (22/1/2021) malam.

Ia menyatakan, yang terlibat dalam adu argumen di video viral itu adalah Zakri Zaini, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, Zakri memang salah satunya menangani urusan pakaian seragam siswa-siswi SMK Negeri 2 Padang.

"Prinsipnya itu adalah proses menjelaskan aturan berpakaian. Kami tidak mewajibkan siswi nonmuslim untuk menggunakan kerudung seperti informasi yang viral di media sosial. Tidak ada paksaan," katanya.

Menurut Rusmadi, pihak sekolah tidak melakukan pemaksaan, melainkan hanya mengimbau siswa agar menggunakan kerudung atau jilbab.

Rusmadi menjelaskan, ketentuan penggunaan seragam sekolah, telah diatur untuk pakaian apa yang akan digunakan sejak Senin sampai Jumat.

"Kalau Ananda kita Jeni Cahyani Hia tidak mau menggunakan jilbab, yang bersangkutan tetap bisa sekolah seperti biasa. Sekolah memfasilitasi keinginan ananda kita itu untuk berseragam sekolah seperti yang disebutkan dalam surat pernyataannya," kata dia.


 Lihat Juga: 

Luar Biasa, Cuma Wilayah Ini di Indonesia yang Bebas Covid 19 dengan Nol Kasus Corona, Dimana?

Dilematis Mengais Rejeki Halal di Tanah Perantauan

Waspada!!! Bencana di tengah Pandemi Covid 19 (Masyarakat diminta tetap berawaspada)

46 Siswi Nonmuslim Pakai Jilbab, Kecuali Jeni

Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Padang Rusmadi mengungkap ada 46 siswi nonmuslim yang berada di sekolah tersebut. Rusmadi menyebut seluruh siswi nonmuslim di SMK tersebut mengenakan hijab dalam aktivitas sehari-hari kecuali Jeni Cahyani Hia.

"Secara keseluruhan, di SMK Negeri 2 Padang, ada 46 anak (siswi) nonmuslim, termasuk ananda Jeni. Semuanya (kecuali Jeni) mengenakan kerudung seperti seperti teman-temannya yang muslim. Senin sampai Kamis, anak-anak tetap menggunakan kerudung, walaupun nonmuslim," kata Rusmadi saat pertemuan dengan wartawan.

Belakangan terungkap, Jeni Cahyani Hia merupakan salah satu murid nonmulsim di sekolah tersebut yang menolak mengenakan hijab. Video adu argumen antara orang tua Jeni dan pihak sekolah tentang penggunaan kerudung atau jilbab viral di media sosial.

Rusmadi lantas menegaskan, pihak sekolah tak pernah melakukan paksaan apa pun terkait pakaian seragam bagi nonmuslim. Dia mengklaim siswi nonmuslim di SMK tersebut memakai hijab atas keinginan sendiri.

Rusmadi menekankan aturan berpakaian sudah ada sudah ada sejak lama, jauh sebelum SMA-SMK di bawah pengawasan Dinas Pendidikan Provinsi.

 

Kemendikbud Sebut Kebijakan soal Siswi Nonmuslim Berjilbab Tak Sesuai Aturan Pemerintah

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto sangat menyesalkan tindakan yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

Sebab, Permendikbud tersebut tidak mewajibkan simbol kekhususan agama tertentu menjadi pakaian seragam sekolah.

Selain itu, Wikan mengatakan sekolah tidak boleh membuat peraturan bagi peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian wajib di sekolah. Ia meminta Dinas Pendidikan daerah memastikan setiap sekolah mematuhi Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014.

Lebih lanjut, Wikan mengatakan Dinas Pendidikan Sumbar, telah mengatakan akan melakukan evaluasi terhadap aturan yang bersifat diskriminatif, dan mengambil tindakan tegas terhadap jajarannya yang tidak mematuhi peraturan. Wikan mendukung proses investigasi kasus tersebut.

Wikan juga meminta seluruh pemerintah daerah untuk konsisten melakukan sosialisasi Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014. Ia berharap kejadian serupa tidak kembali terulang.

 

Disdik Sumbar Bentuk Tim Investigasi

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Barat Adib Alfikri menyatakan, pihaknya sudah mengirim tim khusus ke SMK Negeri 2 Padang guna melakukan investigasi terkait viralnya video adu argumen antara orang tua siswi nonmuslim dan pihak sekolah, yang diminta memakai kerudung atau jilbab.

"Saya ingin mempertegas, bahwa tidak ada intimidasi atau paksaan sama sekali di sekolah, karena memang tidak diperbolehkan. Kami sudah turunkan tim, dan timnya masih bekerja, belum membuat hasil tertulis. Yang pasti tim akan mengambil data informasi semuanya," kata Adib kepada wartawan, Jumat (22/1/2021) malam.

Adib mengungkapkan persoalan yang muncul di SMK 2 Padang masih dalam konteks dan ranah tanggung jawab pihak kepala sekolah dan belum sampai ke kepala sekolah, apalagi Dinas Pendidikan provinsi sebagai pihak yang membawahi SMA-SMK.

Ia menyayangkan, masalah tersebut muncul di media sosial, karena seharusnya bisa dibicarakan dengan guru atau kepala sekolah secara baik-baik.

Menurutnya, persoalan pakaian atau seragam sekolah sudah selesai beberapa tahun lalu. "Aturan pakaian dan seragam sekolah itu sudah selesai sejak bertahun-tahun lalu. Tidak ada yang perlu diperdebatkan lagi," tambah Adib.

 

Komnas HAM Duga Ada Indikasi Pemaksaan

Komnas HAM menilai ada indikasi pemaksaan dalam aspek kebebasan beragama dalam kejadian itu. "Ada indikasi pemaksaan dalam ekspresi kebebasan beragama dan berkeyakinan," kata komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara kepada wartawan, Sabtu (23/1/2021).

Beka menilai seharusnya lembaga pendidikan negeri menghormati keberagaman dan hak asasi manusia (HAM) seperti amanat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 4 Ayat 1.

Namun Beka belum dapat memastikan ada unsur pelanggaran HAM karena pihak sekolah memberikan respons cepat atas kejadian itu.

Meskipun demikian, Komnas HAM tetap akan menindaklanjuti kejadian siswi nonmuslim yang diminta memakai jilbab itu. Menurutnya, kantor perwakilan Komnas HAM di Padang akan rapat bersama pihak Ombudsman Sumbar dan Dinas Pendidikan (Disdik) Sumbar terkait kejadian itu pada Senin mendatang.

 

KPAI Sebut Siswi Nonmuslim Diminta Berjilbab Langgar HAM

KPAI menilai kasus siswi nonmuslim diminta memakai jilbab merupakan pelanggaran HAM. KPAI menilai sekolah negeri seharusnya menyemai keberagaman dan menghargai perbedaan.

"KPAI prihatin dengan berbagai kasus di beberapa sekolah negeri yang terkait dengan intoleransi dan kecenderungan tidak menghargai keberagaman, sehingga berpotensi kuat melanggar hak-hak anak, seperti kasus mewajibkan semua siswi bahkan yang beragama non-Islam untuk mengenakan jilbab di sekolah, atau kasus beberapa waktu lalu dimana ada pendidik di SMAN di Depok dan DKI Jakarta yang menyerukan untuk memilih Ketua OSIS yang beragama Islam," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, dalam keterangannya, Sabtu (23/1/2021).

Retno menyebut sekolah negeri merupakan sekolah pemerintah yang memiliki siswa beragam dan majemuk. Karena itu sudah seharusnya sekolah negeri menerima perbedaan.

Retno menyayangkan peraturan sekolah SMKN 2 Padang yang mewajibkan seluruh siswinya mengenakan hijab. Menurutnya langkah pemaksaan itu jelas melanggar hak asasi manusia (HAM) bagi siswi yang nonmuslim.

Retno mendesak agar SMKN 2 Padang diberikan sanksi sesuai Permendikbud no 82 tahun 2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Tak hanya itu, pihak sekolah juga diduga kuat melanggar UU No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 39/1999 tentang HAM.

 

Berita ini diambil dari: https://news.detik.com/berita/d-5346091/maaf-kepsek-usai-geger-siswi-nonmuslim-di-padang-diminta-berjilbab

 

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama