Perlindungan Diri dari Virus Mutasi (Sebuah Catatan Informasi tentang perkembangan virus corona, Covid-19)

Perlindungan Diri dari Virus Mutasi (Sebuah Catatan Informasi tentang perkembangan virus corona, Covid-19)

Perlindungan Diri dari Virus Mutasi

(Sebuah Catatan Informasi tentang perkembangan virus corona, Covid-19)

 


Berbicara mengenai virus, tentu sudah tidak asing  di dunia medis bila dikaitkan dengan kemampuan makluk ini untuk bermutasi. 

Perlindungan diri menjadi langkah yang perlu dilakukan agar manusia dapat terhindar dari infeksi virus mutasi, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang kesehatan.  Saya akan mencoba membahas sedikit mengenai virus mutasi dan pandangan saya terhadap perlindungan diri.

Mutasi ini sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan suatu organisme dalam mengubah informasi genetiknya, yang dapat diwariskan kepada generasi selanjutnya (Sanjun, 2016). 

Mutasi  terjadi disebabkan karena satu dari tiga mekanisme ini, diantaranya : 1) Mutagen Fisik (Seperti paparan sinar UV atau x-rays); 2) Prilaku natural yang menyebabkan perubahan basa menjadi asam amino; dan 3) Kesalahan enzimatis dalam mereplikasi asam nukleida dari rantai tersebut. 

Berbeda dengan organisme lain yang umumnya memiliki DNA  berantai ganda, virus umumnya memiliki RNA yang berantai tunggal (walaupun ada yang berantai ganda juga, namun jarang) (Fleischmann, 1996). 

Hal ini menyebabkan mutation rate dari virus menjadi lebih cepat. Kecepatan ini dapat dicapai karena asam amino berantai tunggal akan lebih mudah untuk teroksidasi deaminasi sehingga mempermudah perubahan kimia dan mutasi (Seronello et al, 2011). 

Mutasi terdapat banyak jenis, baik itu delesi, duplikasi, insersi, translokasi dan lainnya. Tidak semua mutasi dapat menyebabkan perubahan pada virus. Ada virus yang tetap netral setelah mutasi ini. 

Tetapi ada juga yang menyebabkan perubahan baik dalam fungsi maupun fisik virus. Proses rekombinasi, yakni "perkawinan" silang antar 2 strain virus yang berbeda, dapat memberikan dampak besar pula didalam proses mutasi (Fleischmann, 1996). Virus  dapat menjadi berbahaya bagi manusia, ketika virus ini menjadikan manusia sebagai inang bagi mereka untuk bereplikasi. 

Oleh karena itu, setiap perubahan pada virus harus dimonitor dengan tujuan mendapatkan informasi yang cukup, untuk dapat membuat vaksin yang tepat. 

Mutasi memanglah suatu hal yang cukup bias, dan tidak dapat diprediksi akan menjadi seperti apa.  Awal tahun 2021 ini, kita dikejutkan dengan berita mengenai mutasi dari virus Korona. 

Manusia adalah host dari Korona untuk bereplikasi, sehingga satu-satunya cara agar kita terhindar dari infeksi virus ini adalah dengan mengubah gaya hidup kita. 

Jangan mau kalah dengan virus yang bermutasi, kita juga harus "bermutasi". Perubahan ini dapat dimulai dengan mulai saling menjaga jarak, rajin mencuci tangan dan menggunakan masker (3M). Melalui tindakan-tindakan tersebut, diharapkan transmisi virus dapat terputus dan penyebarannya pun dapat terhenti.

Sebagai seorang mahasiswa prodi kedokteran gigi, Korona sungguh membawa perubahan bagi saya. Perubahan baik dari pola pikir, cara pandang, dan cara mengelolah uang. Kata APD, tentu tidaklah asing bagi kita semua. 

Ya, benar, Alat pelindung Diri yang umumnya digunakan oleh petugas kesehatan. Pengelolaan biaya yang saya maksud adalah biaya alokasi untuk membeli APD ini, sebab ketika akan melaksanakan koas nanti, tentu saya harus bersedia merogoh kocek untuk melindungi diri saya dan pasien-pasien saya. Proteksi diri sangatlah penting. Jika kalian bertanya, apakah seorang mahasiswa kedokteran gigi menggunakan APD saat ini? 

Maka jawaban saya adalah belum, sebab proses belajar-mengajar masih dilaksanakan secara daring. Namun kami telah belajar menggunakannya. Penasaran seperti apa rasanya? Izinkan saya menceritakan sedikit mengenai pengalaman menarik ini. 

Saat itu, kami ditugaskan untuk membuat video mengenai cara menggunakan APD, yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan anamnesis (sesi tanya jawab atau wawancara) kepada pasien "bayaran" (bukan pasien sesungguhnya). 

Awalnya saya berpikir, bahwa hal itu adalah sesuatu yang simpel. Namun ternyata, seperti artikel yang pernah saya tulis sebelumnya, realita selalu menjadi lebih kompleks. 

Urutan menggunakan APD ini adalah, pertama mencuci tangan sesuai dengan 6 langkah dari WHO, kemudian menggunakan all-cover, yakni baju hazmat. Setelah itu saya menggunakan masker, kacamata pelindung dan head-cover. 

Menutup kepala dari baju hazmat, lalu menggunakan face-shield. Terakhir, menggunakan sarung tangan dalam, shoe cover dan sarung tangan luar. Bukanlah langkah yang rumit, bukan? T

entu saja, karena APD yang dipraktekkan ini bukannlah APD dengan level tinggi seperti yang digunakan para dokter sesungguhnya di rumah sakit. Ini hanyalah suatu uji coba agar kami sebagai mahasiswa dapat memperoleh sedikit gambaran akan kebiasaan baru yang akan diterapkan kedepannya. 

Dua menit pertama, yang saya rasakan adalah saya tidak dapat bernapas dengan leluasa. Seperti menyelam didalam Maribaya Hotspring. Namun saat itu, tidak masalah, sebab saya masih duduk dan belum melakukan aktivitas apapun. 


Delapan menit kemudian, yang saya rasakan adalah panas. Seperti berjalan di Gurun Mojave California, dengan pakaian astronot. Mungkin saat itu saya sudah dapat melihat seekor unta yang sedang makan rumput di Planet Saturnus. 

Dan saya tetap harus berbicara kepada pasien "bayaran" ini. Sungguh, bukanlah suatu kegiatan yang akan saya lakukan bila saya sedang di Gurun Majove, atau lebih dikenal dengan sebutan Death Valley, ini. Mungkin saya akan lebih senang jika mewawancarai unta Saturnus itu. 

Sebagai pengguna kacamata, pasti anda pernah merasakan situasi dimana embun  menyelimuti lensa anda, ketika anda berbicara menggunakan masker. 

Dengan kombinasi kacamata, face shield dan masker, mulut saya bagaikan cerobong asap yang ingin segera saya tutup agar mata ini dapat melihat indahnya dunia. 

Namun tentu saja tidak bisa. Saya harus mewawancarai pasien "bayaran" ini secara profesional. Itu yang saya pikirkan, hingga alam semesta menginstruksikan saya untuk segera membuang "hal itu". Dengan berat hati, jiwa dan raga, saya melepaskan APD.

 Saya mematikan video yang merekam tugas saya, dan saya memenuhi panggilan alam itu.  Sungguh suatu pelatihan yang melelahkan bagi saya yang pertama kali menggunakan APD. 

Singkat cerita, saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Proses pelepasan APD, yang telah saya kenakan kurang lebih 1 jam ini, adalah bagian yang paling menyenangkan. 

Saya menjadi lebih mencintai oksigen dibandingkan siapapun saat itu. Dan ekspresi saya seusai melepaskan APD sangatlah jelek, bahkan lebih jelek dibandingkan pas foto KTP saya. Namun saya bersyukur, sebab dapat memperoleh pengalaman berharga ini.

"Kagum". Itulah satu kata yang dapat mengekspresikan perasaan saya seusai mengerjakan tugas itu. Kagum terhadap mereka, para petugas kesehatan,  yang dengan penuh semangat menolong sesamanya, dengan menggunakan APD, selama berjam-jam. Pengetahuan bukanlah satu-satunya yang diperlukan dalam merawat pasien, tetapi juga tekad dan semangat juang. 

Muncullah sebuah pertanyaan didalam benak saya. Apakah kelak, saya bisa menjadi seperti mereka? Ini akan menjadi pertanyaan renungan bagi saya, sembari berusaha mempersiapkan diri dengan lebih baik dari hari ke hari untuk dapat menjadi dokter gigi yang handal.

Pentingnya perlindungan diri bagi setiap orang mungkin berbeda-beda, namun saya yakin setiap orang tentunya ingin sesegera mungkin melambaikan tangan kepada Korona. 

Oleh sebab itu, mari, bersama-sama saling melindungi. Mulai dengan melakukan 3M : Menggunakan masker, Menjaga jarak dan Mencuci tangan. Saya yakin, bila semua orang melaksanakan ini, virus mutasi ini pun dapat tertangani dengan baik. Ditambah dengan adanya kabar mengenai vaksin, saya pribadi merasa optimis terhadap keberhasilan penanganan pandemi ini. Bersama, kita bisa!

Sumber :

Sanjun, R., & Domingo-Calap, P. (2016). Mechanisms of viral mutation. Cellular and molecular life sciences, 73(23), 4433-4448.

Fleischmann Jr, W. R. (1996). Viral genetics. In Medical Microbiology. 4th edition. University of Texas Medical Branch at Galveston.

Seronello, S., Montanez, J., Presleigh, K., Barlow, M., Park, S. B., & Choi, J. (2011). Ethanol and reactive species increase basal sequence heterogeneity of hepatitis C virus and produce variants with reduced susceptibility to antivirals. PLoS One, 6(11), e27436.

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama