Melihat Lagi Pertimbangan MK Tolak Gugatan Hapus Pasal 27 UU ITE di 2009

Melihat Lagi Pertimbangan MK Tolak Gugatan Hapus Pasal 27 UU ITE di 2009

Ilustrasi sidang di MK (Foto: ANTARAFOTO/PUSPA PERWITASARI)


Setapak rai numbei -  Jakarta - UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pernah digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2009. Kala itu, pemohon meminta pasal 27 terkait pencemaran nama baik dihapus. MK kemudian menolak gugatan itu dan mempertahankan pasal 27 di UU ITE.

Hal itu tertuang dalam putusan Nomor 2/PUU-VII/2009 yang diputus Ketua MK kala itu, Mahfud Md. Kala itu, pemohon meminta Pasal 27 ayat (3) UU ITE dihapus. Alasannya, pasal tersebut dinilai bisa memberangus kebebasan berpendapat. Pasal 27 ayat 3 UU ITE berbunyi:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

"Kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat adalah salah satu pilar demokrasi. Akan tetapi, tatkala kebebasan a quo tidak diimbangi dengan tanggung jawab moral dari para blogger maka yang terjadi justru kontra demokrasi seperti, kebohongan publik, pelanggaran asas praduga tidak bersalah dan sebagainya," demikian bunyi putusan MK yang dikutip detikcom, Rabu (17/2/2021).

MK menegaskan, kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagai perwujudan kedaulatan rakyat di Indonesia adalah berdasarkan prinsip demokrasi, keadilan dan supermasi hukum. Hal ini berarti bahwa kebebasan a quo tidak dapat dilaksanakan hanya demi kepentingan dan selera atau hanya milik para blogger, tetapi adalah milik seluruh rakyat Indonesia.

"Oleh karenanya, para blogger di dalam berinteraksi di blog mereka tetap tunduk dan harus menundukkan diri pada prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum. Dengan kata lain, kebebasan a quo tidak dapat berjalan tanpa menghormati proses demokrasi maupun tanpa mengindahkan aspek keadilan dan penegakan supremasi hukum," ujar MK.

Lihat Juga: Pentingnya Kebudayaan Bagi Kehidupan Manusia

Konteks gagasan demokrasi, kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat harus memberi warna dan makna sebagai sarana yang membuka ruang perbedaan pendapat, tempat menyampaikan kritik dan informasi. Ruang bagi perbedaan pendapat a quo hanya ada apabila kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat tidak dibelenggu, namun dengan tetap tunduk pada prinsip-prinsip moral yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

"Dengan kata lain, kebebasan a quo dan demokrasi merupakan dwi tunggal yang saling membutuhkan, bahkan saling menghidupi kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat tidak boleh menjadi pisau untuk membunuh privasi, harga diri dan kehormatan anggota- anggota masyarakat; demikian pula, demokrasi tidak boleh menjadi pisau untuk membunuh kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat," beber majelis yang beranggotakan Abdul Mukthie Fadjar, M. Arsyad Sanusi, Maruarar Siahaan, Maria Farida Indrati, Achmad Sodiki, Muhammad Alim, M. Akil Mochtar, dan Harjono.

MK juga menolak gugatan tersebut dengan alasan pasal pencemaran nama baik itu tidak melanggar HAM.

"Norma Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah konstitusional dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip negara hukum," demikian bunyi putusan MK Nomor 2/PUU-VII/2009 yang dikutip detikcom.

Lihat Juga:

Berikut alasan lengkap MK mempertahankan Pasal Pencemaran Nama Baik di UU ITE:

1.      Keunggulan yang dimiliki teknologi informasi, seperti kecepatan transfer data, informasi dan karakter yang sangat terbuka hingga hampir tanpa batas. Di satu sisi memberikan banyak manfaat bagi umat manusia, namun di sisi lain dapat pula menimbulkan dampak negatif yang ekstrim apabila norma-norma hukum, norma-norma agama dan moral ditinggalkan.

2.      Oleh karenanya semakin tinggi kemampuan seseorang dalam berinteraksi secara cepat maka dituntut pula kehati-hatian karena tidak adanya filter pembatas yang dapat menangkal nilai-nilai negatif ketika berinteraksi dengan pihak lawan interaksi. Potensi penyalahgunaan justru lebih besar dilakukan oleh pihak-pihak yang bermain di ranah dunia maya dari pada upaya penegakan hukum. Undang-Undang telah memberikan batasan mana sisi-sisi yang merupakan domain publik dan mana sisi-sisi yang melanggar hak-hak privasi orang lain.

3.       Perkembangan teknologi informasi beserta perkembangan instrumen canggih lainnya, hanya merupakan alat bantu untuk mempermudah kehidupan manusia yang hidup dan saling berpengaruh dalam dunia nyata (real/physical world) guna mencapai suatu kesejahteraan. Sehingga, fokus akhir dari pengaturan dan pembatasan oleh hukum in casu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), sebagaimana ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE, adalah untuk menjaga ketertiban hukum dalam lalu lintas interaksi manusia dalam media cyber yang secara langsung atau tidak langsung berakibat dalam dunia nyata.

4.      Kejahatan yang dilakukan di dunia maya dirasakan oleh korban dalam jangka waktu yang sangat panjang dan begitu meluas karena tanpa adanya sekat yang mampu membatasi penggunaan, kapan saja dan dimana saja semua orang dapat membuka fitur-fitur yang dimuat di dalamnya, sehingga justru korban dari kejahatan di dunia maya-lah yang mengalami efek dalam jangka panjang bukan pelaku kejahatannya.

5.      Kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat adalah salah satu pilar demokrasi. Akan tetapi, tatkala kebebasan a quo tidak diimbangi dengan tanggung jawab moral dari para blogger maka yang terjadi justru kontra demokrasi seperti, kebohongan publik, pelanggaran asas praduga tidak bersalah dan sebagainya.

6.      Kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat bukan berarti kebebasan yang sebebas-bebasnya, karena kebebasan yang sebebas-bebasnya dapat menggiring pelaksananya menjadi sebuah supra kekuasaan yang tidak tersentuh oleh siapa pun. Dalam hal ini, UU ITE tidak dimaksudkan sebagai perangkat represif untuk membelenggu kebebasan berekspresi, berbicara, mengeluarkan pikiran dan pendapat, melainkan untuk menjaga agar kebebasan a quo tidak masuk ke dalam lingkaran supra kekuasaan.

7.      Dalam UU ITE kebebasan para pengguna/pengelola web blog atau blog, komunitas facebook, milis dan sebagainya, sepanjang konteksnya masih dalam ranah publik, tidak mengganggu privasi seseorang, maka komunitas-komunitas dunia siber tersebut akan tetap memiliki kemerdekaan untuk melakukan kontrol sosial.

8.      Prof. Willem Frederik Korthals Altes memberikan ilustrasi salah satu putusan Hoge Raad bulan Maret 2009 yang membebaskan seseorang dari tanggung jawab pidana atas pencemaran nama baik terhadap sekelompok orang atas dasar orientasi keagamaannya. Pertimbangan hukum Hoge Raad dalam perkara a quo adalah karena pencemaran nama baik tersebut hanya mengkritik institusi, bukan orang per orang/individu. Dengan perkataan lain, Hoge Raad mengakui bahwa pencemaran nama baik yang menyerang nama baik dan kehormatan orang per orang adalah dapat dituntut atau dijatuhi pidana.

9.      Sebagaimana di dalam dunia nyata (real/physical world), kebebasan bagi netter atau netizen adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan keterangan tertulis yang disampaikan ahli George Bonaventure Hwang Chor Chee, yang pada pokoknya antara lain menerangkan bahwa di beberapa negara (termasuk Singapura) hukum tentang pencemaran nama baik, berlaku secara sama. Baik untuk pencemaran nama baik yang dilakukan melalui internet maupun melalui media tradisional. Demikian pula, pelaku pencemaran nama baik a quo dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

****

Sumber Berita:

https://news.detik.com/berita/d-5377453/melihat-lagi-pertimbangan-mk-tolak-gugatan-hapus-pasal-27-uu-ite-di-2009/

 

 

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama