Beberapa kali Paus mengatakan bahwa dia sangat
mencintai Santo Yosef. Baginya dia adalah seorang yang sangat kuat dan diam.
Kesan ini tidak bisa dilepaskan dari bagaimana Injil mengisahkan tentang Yosef,
ayah Yesus di dunia ini. Dalam menjalani perutusan tersebut, Yosef sangat
teguh, bertahan di tengah badai dan kesulitan, dan semua itu dijalankan dengan
diam, rela tersembunyi serta tidak mau menonjol. Bisa dikatakan ada tiga hal
dipelajarinya dari Santo Yosef: bagaimana berjalan di lorong gelap dan
ketidakpastian, bagaimana mendengarkan kehendak Allah serta bagaimana menapaki
perjalanan kehidupan dengan diam. Yosef bagi Paus Fransiskus adalah teladan di
saat krisis, menemani perjalanan menapaki krisis dalam dunia kehidupan, juga di
saat pandemi ini.
Pelindung
Perjalanan
Dalam homili mengawali masa kepausannya, tepat Hari
Raya St. Yosef, 19 Maret 2013, Paus Fransiskus mengangkat peran Yosef sebagai
pelindung dan penjaga Yesus dan Maria, demikianlah dia kini masih terus
melindungi dan menjaga Gereja-Nya. Kepada Santo Yosef pulalah lalu dia
menyerahkan perlindungan serta penyertaan perjalanan Gereja di masa
penggembalaannya. Dia melakukan itu dengan bijaksana, sederhana dan diam. Di
tengah segala kesulitan dan tantangan yang ada, Yosef tidak pernah kehilangan
ketiga ciri itu. Hal itu menurutnya mungkin karena Yosef selalu sanggup
mendengarkan kehendak Allah dan membiarkan diri dituntun oleh Roh-Nya, sehingga
dia memiliki kepekaan dalam hidup.
Baginya melindungi dan menjaga berarti mendidik,
menemani. Pandangan Paus dari audiensi umum 19 Maret 2014 ini perlu ditempatkan
dalam pernyataannya dalam Evangelii Gaudium, proses lebih penting daripada
hasil. Menurutnya, proses tersebut meliputi tiga hal: usia, kebijaksanaan dan
rahmat, sebagaimana dituliskan dalam Injil tentang Yesus, “..bertambah besar
dan menjadi kuat, penuh hikmat dan kasih karunia Allah ada pada-Nya” (Luk.
2:40.52). Proses tersebut ditapaki dalam hidup sehari-hari, dalam
ketersembunyian, sambil belajar bekerja dan menekuni sabda serta tradisi agama.
Yosef menemani Yesus bertumbuh dan belajar, sebab dia seakan bagai cermin atau
bayangan Bapa di Surga.
Itulah sebabnya Santo Yosef bisa bermimpi, mimpi
akan kehendak Allah. Demikian dikatakan Paus Fransiskus di Manila, 16 Januari
2015 dan homili di Santa Marta, 20 Maret 2017. Yosef adalah orang
yang praktis, walaupun demikian tetap menjaga diri sebagai seorang yang tetap
terbuka pada mimpi. Paus menerangkan kemudian dalam homili tanggal 18 Desember
2018. Dia bermimpi namun bukan tukang mimpi, sebab mimpi baginya adalah saat
dan tempat di mana Allah menyatakan rahasia kehendak-Nya. Mimpi yang
diterimanya bukan sesuatu yang abstrak, melainkan konkret. Maka betapapun
kepalanya terarah ke Surga lewat mimpinya, Yosef tetap menjejakkan kakinya di
tanah. Kaki itu dilangkahkannya ke masa depan, tugas perutusan untuk ikut serta
dalam karya keselamatan Allah. Itulah mimpi yang perlu kita, dan Gereja,
mohonkan, agar Gereja tidak kehilangan untuk bermimpi seperti itu.
Lihat Juga: Melayani Tuhan Lewat Musik, Teladan Hidup John MIchael Talbot
Menapaki perjalanan hidup, bercermin pada Santo
Yosef, berarti menapaki perjalanan iman. Yosef adalah orang yang tulus hati,
seorang yang sungguh beriman. Iman dan ketulusan hati terpadu dalam dirinya,
demikian Paus dalam homilinya tanggal 19 Maret 2020. Dia karenanya adalah
pribadi yang tidak saja mampu menjadi seorang pribadi utuh, apa adanya, tanpa
menonjolkan diri, karena dia selalu sanggup berkomunikasi dengan Allah, masuk
ke dalam misteri-Nya. Mimpi yang dialaminya adalah ruang dialog dengan misteri
Allah. Dengan itu dia selalu menemukan misteri penjelmaan Putera di tengah
kenyataan hidup biasa sehari-hari, di tengah pekerjaan nyata sebagai ayah dan
kepala keluarga. Tidak mengherankanlah kalau Paus lalu mengutip ungkapan dari
tradisi, “Ite, ad Joseph”, kalau kita mau belajar beriman, belajar menapaki
perjalanan iman dalam kehidupan, bercermin atau datanglah kepada Santo Yosef.
Keberanian
kreatif
Paus Fransiskus memiliki istilah menarik tentang
Santo Yosef: keberanian kreatif. Yosef menerima segala situasi yang ada dan
dihadapinya. Dalam penerimaan itu, dia menemukan langkah dan jalan bagaimana
bersikap dan bertindak di tengah situasi yang seringkali serba mendadak dan
tidak terduga, tidak bisa dipersiapkan. Dia menghadapi ini seperti saat tidak
mendapatkan penginapan di Bethlehem atau saat harus mengungsi ke Mesir. Justru
dengan menerima, Yosef menemukan kekuatan dalam dirinya, dan memberdayakan diri
dalam keberanian untuk secara kreatif bertindak dan bersikap.
Lihat Juga: Pria ini setia dampingi istri lawan kanker ovarium
Hal ini muncul terutama dari cara kita menghadapi
kesulitan-kesulitan. Dalam menghadapi kesulitan, kita dapat entah menyerah dan
pergi, atau entah bagaimana terlibat dengannya. Seringkali, kesulitan-kesulitan
mendatangkan sumber daya yang bahkan tidak membayangkan kalau kita
memilikinya. Di dalam semua itu kita akan bagaimana melihat tangan Allah
yang, dalam Roh-Nya, memanggil Yosef untuk mengikuti-Nya secara lebih dekat,
menerjemahkan panggilan perutusannya dalam cara hidup tertentu, membaca
tanda-tanda zaman situasi dengan mata iman dan menanggapinya secara
kreatif. Dia tidak menunggu sempurna dan beres persoalannya, baru
memberikan diri, namun keluar dari diri sendiri serta memberikan diri dalam
pelayanan, itulah yang diharapkan, sebab pemberian diri itulah yang akan menumbuhkan
keberanian menghadapi segala tantangan dan persoalan yang ada, menemukan
daya-daya kreatif dalam mengatasi tantangan.
Menurut Paus Fransiskus, kreativitas merupakan
sesuatu yang penting dalam hidup seseorang. Menjadi kreatif, baginya
merupakan bagian tak terelakkan dari identitas seorang beriman. Kreativitas
tersebut adalah suatu wujud tapak langkah pencarian. Menjadi kreatif berarti
menapaki hidup sebagai perjalanan.
Bagi Fransiskus, berada dalam perjalanan merupakan
suatu seni, sebab kalau kita berjalan tergesa, akan mudah lelah dan akibatnya
tidak akan sampai pada tujuan; sedangkan kalau tidak segera melangkah maju,
maka hilanglah kesempatan meraih tujuan. Perjalanan sepenuhnya adalah suatu
seni memandang cakrawala pandang ke depan, memikirkan kemana kita akan pergi,
betapapun dalam perjalanan tersebut ada kegelisahan, rasa cemas ataupun
ketidakpastian, walaupun demikian langkah kaki tetap harus diayunkan. Maka,
dalam perjalanan kadang ada hari-hari gelap, bahkan juga kegagalan, ataupun
jatuh. Paus mengingatkan, jangan takut dengan kegagalan. Yang penting dalam
seni perjalanan bukanlah soal jatuh atau gagal, namun bertahan dan melanjutkan
perjalanan. Maka perlu ada keberanian untuk bangkit dan meneruskan langkah.
Tidak mengherankanlah kalau dalam Patris Corde,
Fransiskus menyinggung soal kesanggupan menerima kerapuhan, mengakui
keterbatasan, dan dari situ diajak menemukan cara Allah bekerja, pun lewat
daya-daya kreatif Santo Yosef. Layaklah kalau lalu dikatakan Yosef adalah
‘mukjizat’ dari Allah kepada semua umat manusia.
Secara khusus Paus menempatkan peran perlindungan
Santo Yosef, terlebih di tahun Santo Yosef ini, dalam konteks pandemi yang
sedang kita hadapi bersama saat ini. Dalam sejarah Gereja, dari berbagai
dokumennya sejak Paus Pius IX dalam Quemadmodum Deus, 8 Desember 1970,
yang menetapkan Santo Yosef sebagai pelindung Gereja, selain Bunda Maria,
hingga Paus Fransiskus, senantiasa Santo Yosef diacu dan ditempatkan saat
Gereja dan umat manusia sedang menghadapi situasi krisis, kesulitan dan tantangan.
Malahan Paus Yohanes XXIII menempatkannya sebagai pelindung konsili Vatikan II.
Yosef adalah orang kudus terbesar kedua dalam Gereja setelah Maria, yang
menjaga dan melindungi Gereja.
Santo Yosef adalah pelindung, acuan, teladan dan
bahkan bapa bagi kita semua saat menghadapi situasi krisis, di tengah segala
kesulitan dan pergulatan kehidupan. Berani bergulat dan bertekun di tengah
situasi krisis dalam keberanian bertindak pun secara diam dan tersembunyi,
itulah yang seakan hendak diajakkan Paus. Dia tidak hanya menyertai,
namun pula menjaga dan melindungi kita semua di tengah situasi kita saat ini,
dan menemani kita untuk bisa membangun langit baru dan bumi baru paska pandemi.
Romo Dr. T. Krispurwana Cahyadi, SJ, Teolog
Dogmatik, tinggal di Girisonta, Ungaran, Jawa Tengah
Artikel ini diambil dari:
https://www.hidupkatolik.com/2021/02/16/51826/paus-sebut-santo-yosef-kreatif-di-saat-krisis-tiga-hal-yang-dipelajari-dari-sang-tukang-kayu-dari-nazaret.php