Sejumlah siswa mengenakan masker dan menrapkan jaga jarak soial (social distancing) mengikuti kegiatan belajar tatap muka di Bekasi, Rabu (24/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS |
Keputusan itu dinamakan
Keputusan Bersama Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri
Kesehatan, Dan Menteri Dalam Negeri Tentang Panduan Penyelenggaraan
Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019.
Menko PMK Muhadjir
Effendy mengatakan, sekolah bakal dibuka di Juli 2021. Hal ini tak lepas dari
target vaksinasi ke guru dan satuan pendidikan selesai di Juni 2021.
"Sehingga tahun
ajaran baru (Juli 2021) seluruh satuan pendidikan bisa menyediakan
layanan pembelajaran tatap muka secara terbatas," kata Muhadjir dalam
jumpa pers virtual, Selasa (30/3).
Menurutnya, kesuksesan
SKB ini sangat bergantung pada komitmen masyarakat dan koordinasi harmonis
pusat dan daerah. Harus ada semangat bersama dari berbagai pihak.
Siswa mengerjakan soal ujian di kelasnya di SDN 1 Narimbang Mulia, Lebak, Banten, Selasa (23/3/2021). Foto: MUHAMMAD BAGUS KHOIRUNAS/ANTARA FOTO |
Pada kesempatan itu
pula, Mendikbud Nadiem Makarim
mengatakan pembukaan sekolah dilakukan bertahap dan tergantung program
vaksinasi yang masih berjalan hingga saat ini.
"Hampir semua
sekolah tatap muka di bulan Juli bisa dibuka secara terbatas," kata
Nadiem.
Nadiem mengatakan, hal
ini tak lepas dari program vaksinasi yang telah dilakukan pemerintah. Maka,
sekolah nanti wajib menyediakan pembelajaran tatap muka apabila pendidik dan
tenaga pendidik sudah divaksin.
Infografik Vaksinasi COVID-19 Bagi Pendidik dan Tenaga Pendidik. Foto: Tim Kreatif kumparan |
"Setelah pendidik
dan tenaga pendidikan sudah divaksinasi secara lengkap, pemerintah pusat,
pemerintah daerah, kanwil atau kantor Kemenag mewajibkan satuan pendidikan
membuka layanan pembelajaran tatap muka terbatas dengan memperhatikan prokes,"
ungkap Nadiem.
"Dan juga masih
ada opsi pembelajaran jarak jauh. Jadi ada sistem rotasi, maka ada 2 opsi tatap
muka dan PJJ. Orang tua bisa
memilih melakukan tatap muka terbatas atau PJJ," imbuhnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim (tengah) saat menghadiri Rapat kerja komisi X DPR RI, Selasa (28/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Lebih lanjut, Nadiem
menjelaskan keputusan tersebut bisa diterapkan sekolah apabila guru dan tenaga
pendidik sudah divaksin corona, sehingga tak perlu menuju tahun ajaran baru
2021.
"Dan di bulan
Januari 2021 semua daerah sudah boleh menerapkan tatap muka. Ini kebijakan,
banyak sekali yang tanya ke saya, kapan sekolah buka. Sebenarnya pertanyaan itu
harus ditujukan ke setiap pemda masing-masing. Karena dari Januari awal tahun
ini semua daerah sudah boleh tatap muka terbatas dengan prokes," jelasnya.
Meski demikian, di
lapangan masih sedikit sekolah yang membuka pembelajaran tatap muka meski sudah
diperbolehkan. Ia mengungkapkan hanya sekitar 22 persen dari sekolah yang
melakukan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
"Hanya 22 persen
dari total sekolah, bahkan di zona hijau dan kuning. Yang paling besar zona
hijau dengan 41 persen. Jadi kami sekali lagi imbau, apalagi buat daerah di
mana anak sangat sulit sinyal, sulit Pembelajaran Jarak Jauh, tidak punya gawai
ini tanggung jawab setiap pemda pastikan tatap muka terjadi," ungkap
Nadiem.
Menurutnya, saat ini
perkembangan pendidikan di tengah situasi pandemi di Indonesia tertinggal dari
negara lain. Sebab 85 persen negara di Asia Timur dan Pasifik sudah menggelar
PTM.
Mendikbud Nadiem Makarim saat rapat kerja bersama Komisi X DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/8). Foto: Puspa Perwitasari/ANTARA FOTO
"Kita sekarang
ketinggalan dari negara lain. Sudah 85 persen dari negara di Asia Timur dan
Pasifik sudah tatap muka," ungkapnya lagi.
Nadiem Sebut PJJ Berisiko 1 Generasi Jadi
Terbelakang
Satu tahun pandemi,
maka sudah satu tahun juga murid di Indonesia belajar dari rumah atau PJJ.
Menurut Nadiem, pembukaan sekolah melihat sejumlah dampak yang terjadi selama
satu tahun.
Ia mengungkapkan, PJJ
yang terlalu lama memberi dampak negatif bagi anak-anak dan orang tua. Mulai
dari siswa putus sekolah, capaian pembelajaran yang menurun, hingga anak-anak
menjadi korban kekerasan di rumah.
"Kita lihat
tren-tren yang sangat mengkhawatirkan, tren anak-anak yang putus sekolah,
penurunan capaian pembelajaran, apalagi di mana di daerah-daerah akses dan
kualitas tidak tercapai, kesenjangan ekonomi bisa lebih besar. Kita melihat
juga banyak orang tua yang tidak melihat peranan sekolah, banyak anak-anaknya
ditarik keluar dari sekolah," jelas Nadiem.
Jika hal ini terus
dibiarkan, Nadiem khawatir akan berdampak bagi kesehatan mental anak-anak.
Sehingga pemerintah akhirnya mengambil langkah menerapkan kembali sekolah tatap
muka.
"Jadi risiko bukan
hanya pembelajaran, risiko masa depan murid itu, psikososial atau kesehatan
mental dan emosional anak-anak ini sangat rentan," ujarnya.
Sejumlah siswa mengenakan masker dan menrapkan jaga jarak soial (social distancing) mengikuti kegiatan belajar tatap muka di Bekasi, Rabu (24/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
"Kita harus ambil
tindakan tegas agar ini (PJJ) tidak terjadi suatu dampak permanen dan satu
generasi menjadi terbelakang atau tertahan perkembangan dan kesehatan
mentalnya," lanjutnya.
Nadiem menegaskan WHO,
UNICEF, hingga Bank Dunia telah menyatakan penutupan sekolah lambat laun akan
berpengaruh buruk bagi kelangsungan hidup generasi anak-anak. Pun tingkat stres
orang tua akan meningkat karena selain kehilangan pekerjaan juga harus membantu
anak-anaknya belajar.
"Lost of learning
ini real dan risiko yang bisa dampaknya permanen. Indonesia sudah satu tahun
hampir mayoritas sekolahnya tidak PTM (pembelajaran tatap muka). ini sudah
relatif terlalu lama dan penutupan sekolah ini bisa, bukan cuma dampak ke
pembelajaran, tp dampak negatif ke kesehatan, perkembangan dan kesehatan mental
anak-anak kita," terang Nadiem.
Sekolah Tatap Muka Segera Ditutup Kalau Ada Kasus
COVID-19
Meski sekolah tatap
muka sudah dibuka, namun protokol kesehatan tetap harus diterapkan. Nadiem
menegaskan sekolah wajib memberhentikan PTM sementara jika ditemukan kasus
positif COVID-19 di sekolah.
"Kalau berdasarkan
hasil pengawasan terdapat kasus positif COVID-19, pemerintah pusat, pemda dan
kanwil atau kantor Kemenag wajib penanganan kasus dan dapat berhentikan
sementara PTM di sekolah tersebut. Jadi kalau ada infeksi di sekolah tersebut,
bisa dengan segera ditutup tatap muka terbatasnya selama infeksinya masih
ada," ungkapnya.
Seorang siswa mengenakan masker dicek suhu tubuh sebelum mengikuti kegiatan belajar tatap muka di Bekasi, Rabu (24/3). Foto: Willy Kurniawan/REUTERS
Nadiem menegaskan
kebijakan wajib PTM terbatas ini bukan berarti bisa membuka sekolah dengan
keseluruhan. Terkhusus pada wilayah yang tengah menerapkan PPKM, kebijakan
pembukaan dan penutupan sekolah sementara ini bisa menyesuaikan kondisi
masing-masing.
"Kalau ada infeksi
harus segera ditutup sementara sekolahnya. Dan kalau daerah itu sedang PPKM
atau pembatasan skala mikro itu juga boleh PTM-nya diberhentikan sementara.
Jadi ini poin sangat penting," tegasnya.
Lebih lanjut, Nadiem
juga menyebut orang tua boleh memilih PJJ atau PTM untuk anaknya. Ia
mengatakan, sekolah wajib memberikan opsi tersebut kepada orang tua murid.
"Jadinya sekolah
setelah guru dan tenaga pendidik yang divaksin itu wajib memberikan opsi,
pelayanan tatap muka terbatas dan PJJ. tetapi ortu boleh memilih apakah mereka
nyaman mengirim anaknya ke sekolah atau tidak," urai dia.
"Ujungnya anak ini
keputusannya ada di orang tua. Tetapi sekolah yang sudah divaksinasi wajib
berikan opsi tatap muka terbatas pada saat vaksinasi sudah rampung,"
lanjutnya.
Siswa mencuci tangan saat akan memasuki area sekolah dalam pembelajaran tatap muka (PTM) di SMP Negeri Hindu 2 Sukawati, Gianyar, Bali, Selasa (23/3/2021). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
Salah satu sekolah yang
sudah menerapkan PTM adalah SDN 3 Pontianak Selatan, Kalbar. Di sekolah itu,
kepala sekolah mengimbau gurunya melakukan rapid test secara berkala.
"Kepala sekolah
mengimbau guru-gurunya untuk melakukan rapid test secara berkala. Kemudian
mendata dan memastikan guru-guru, tenaga pendidikan, dan murid yang sakit tidak
perlu masuk ke sekolah. Menerapkan prokes: menggunakan masker, mencuci tangan,
menjaga jarak, dan menghindari kerumunan," kata Dirjen PAUD dan Dikdasmen
Kemendikbud Jumeri.
Jumeri melanjutkan, SDN
3 Pontianak Selatan turut mengawasi ketat aktivitas orang yang keluar masuk di
lingkungan sekolah. Ia mengimbau agar hal ini ikut diterapkan sekolah-sekolah
yang sedang menyiapkan PTM.
"Pastikan tidak
ada yang masuk ke lingkungan sekolah tanpa izin. Pintu gerbang dijaga, semua
pihak yang masuk sekolah itu harus melakukan pemeriksaan suhu, kemudian dicek
kesehatannya, dan sebagainya. Cek suhu setiap warga sekolah ketika datang dan
pulang dari sekolah. Kemudian mengimbau guru dan tenaga kependidikan untuk terus
melakukan vaksinasi sesuai dengan ketentuan pemerintah," imbuhnya.
Dirjen PAUD dan Dikdasmen Kemendikbud, Jumeri. Foto: Indriani/ANTARA
Sekolah lain yang sudah
membuka sekolah adalah SMA Negeri 9 Bengkulu. Karena siswanya sudah lebih
dewasa, ada alternatif dua kali pertemuan dalam dua shift, yakni pagi dan
siang, dengan total pertemuan dalam seminggu tak lebih dari 4 jam 30 menit.
Respons Kemendagri
Keputusan membuka
kembali sekolah didukung Mendagri Tito Karnavian. Meski demikian, ia meminta
tenaga pendidikan kategori lansia hingga mereka yang memiliki komorbid harus
divaksin terlebih dahulu.
Mengenai teknis sekolah
tatap muka, Tito menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah. Ia
mengatakan, Kemendagri sudah memberikan pemda diskresi dalam menentukan daerah
yang bisa melaksanakan sekolah tatap muka.
"Sesuai dengan SKB
kesepakatan di bawah supervisi dari Pak Menko PMK, saya selaku Mendagri, sesuai
UU Pembina dan pengawas pemda tentunya saya harapkan rekan-rekan daerah dapat
melakukan diskresi untuk melihat sekolah mana, zona mana yang dapat diterapkan
pelajaran tatap muka," kata Tito.
Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian. Foto: Dok. Kemendagri
"Juga berikan guidance
yang jelas bekerja sama dengan dinas kesehatan, satgas COVID-19 untuk
betul-betul protokol kesehatan yang benar itu diterapkan dikerjakan,"
tambah dia.
Lebih lanjut, Tito
meminta para pengajar kategori lansia harus divaksin COVID-19 terlebih dahulu.
Selain lansia, mereka yang memiliki komorbid termasuk pelajar juga harus
divaksin.
"Dalam konteks
pendidikan, tentunya kita berharap para pengajar, terutama yang lansia dan
kemudian staf sekolah dan juga segala umur termasuk murid peserta didik yang
ada komorbid itu segera vaksinasi," ujarnya.
"Agar terbentuk
antibodi yang berikan proteksi ke yang bersangkutan," tambah dia.
Tito menuturkan, dalam
perpanjangan PPKM mikro kali keempat periode 23 Maret sampai 5 April mendatang,
Kemendagri memberikan ruang kepada daerah untuk mencari model bagaimana
pelaksaan sekolah tatap muka yang efektif.
"Setelah dilakukan
maka kita akan evaluasi apakah dampak negatifnya penularan terjadi atau bisa
diatasi, atau dikendalikan, apalagi bila terjadi zero transmission dari
lembaga-lembaga pendidikan termasuk pendidikan keagamaan," ucap Tito.
Guru memeriksa suhu tubuh siswa yang hendak memasuki area sekolah saat pemberlakuan pembelajaran tatap muka (PTM) di SDI Kota Blitar, Jawa Timur, Senin (22/3/2021). Foto: Irfan Anshori/ANTARA FOTO
Respons Satgas COVID-19
Sementara itu, juru
bicara Satgas COVID-19, Prof Wiku Adisasmito, mengungkapkan secara nasional,
tingkat kasus positif corona pada kelompok usia anak sekolah tidak sebesar
kelompok lainnya, yakni berkisar 14 persen.
"Seluruh kasus
anak sekolah ini yang banyak memang pada usia 7-12 tahun, ada 49 ribu. Dan pada
usia 16-18 tahun atau usia SMA ada 45 ribu lebih," ucap Wiku.
Dalam paparan yang
disampaikan Wiku, terlihat kelompok usia 7-12 tahun atau setara dengan murid SD
yang positif COVID-19 berjumlah 49.962 orang. Kemudian diikuti dengan pelajar
berusia 16-18 tahun atau setara tingkat SMA dengan 45.888 orang.
Kemudian diikuti
kelompok usia 13-15 tahun atau setara tingkat SMP dengan 36.634 orang, usia 3-6
tahun dengan 25.219 orang, dan 23.934 anak berusia 0-2 tahun.
Meski hanya 14 persen
dari total kasus positif secara nasional, Wiku mengingatkan PTM terbatas ini
tetap harus jadi perhatian. Sebab, kegiatan belajar mengajar tatap muka ini
harus tetap produktif, namun aman dari COVID-19.
Referensi Berita: