Gregorius Tamela ,
salah seorang narasumber di Kampung Sikka menjelaskan, Gereja Tua Sikka menjadi
jejak sejarah yang masih terawat hingga sekarang. Tak hanya itu, sudah banyak
wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, yang datang melihat kemegahan
Gereja Tua Sikka dari dekat.
Mulanya, pada
awal musim panas tahun 1886, Pater le Cocq D’Armanville merintis pembangunan
gedung gereja sederhana. Selang beberapa bulan, sebuah bivak darurat dibangun
untuk perayaan ekaristi penerimaan sakramen krisma yang dipimpin Mgr.
Claessens, seorang uskup Betawi yang mengunjungi kampung Sikka kala
itu.
Dalam kotbahnya, Mgr.
Claessens menyampaikan bahwa gedung gereja perlu dibangun di Sikka. Atas
inisiatifnya, Pater le Cocq D’Armanville bersama umat mulai membangun gedung
gereja pada awal tahun 1887.
Sebuah gereja mungil
berlantai tanah berhasil dikerjakan tepat di tengah kampung. Gedung gereja
bergaya gothik dengan lebar 10 meter dan panjang 36 meter. Salib terpancang di
atas atap seng. Altarnya terbuat beberapa bilah papan darurat.
Santa Lusia dinobatkan
sebagai pelindung gereja itu. Umat pun bergembira karena, selain punya gereja
juga karena sekitar 170 orang akan menerima komuni pertama.
Beberapa tahun
berselang, Pater le Cock d’Armanville angkat kaki dari kampung Sikka. Kondisi
gedung gereja juga sudah mulai lapuk. Bahkan terancam roboh karena tiang kayu
dan dinding bambu tak kuat menopang atap.
Rencana pembangunan
gereja baru yang lebih kuat dan kokoh pun dimulai. Hal ini diprakarsai oleh
Pater Engbers SJ. Menurutnya, umat katolik tak cukup mempunyai gedung tua yang
rusak. Memang Pater le Cocq dArmanville telah berjasa. Tapi apa hendak dikata, tak
ada lagi harapan untuk memperbaikinya. Nah, timbul niat untuk membangun yang
baru. Untuk gambar, diminta bantuan Pater Dijkmans dari Betawi (Jakarta) untuk
membuatnya.
Setelah tiga tahun
menunggu, akhir tahun 1895, kayu jati dari Jawa tiba di pelabuhan Sikka Ola
To’ang Mata. Tapi kapal tidak bisa sandar di pelabuhan.
Karena itu, atas perintah raja, umat dikerahkan untuk mengangkut kayu ke darat. Pembangunan gereja segera dimulai. Rencana ini sempat terhenti karena wabah malaria yang menyerang para suster di Maumere. Agustus 1897, Bruder Leuwenberg datang bersama beberapa tukang dari Larantuka untuk membantu. Mereka bekerja dengan semangat agar pembangunan segera selesai. Umat Juga Terlibat.
Mereka dikerahkan untuk
mengambil batu di arah timur kampung Sikka dua atau tiga kali dalam seminggu.
Saat bekerja, tujuh buah gong yang digantungkan pada sebatang pohon yang
disebut pohon Santo Antonius dibunyikan.
Riuhnya memacu orang
untuk bekerja. Umat bernyanyi, berpantun dan kadangkala diselingi dengan tari-tarian,
tua muda memikul batu dengan penuh semangat.
Pembagunan gereja
selesai sesuai waktu yang ditentukan. Gedung gereja yang baru memiliki
panjang 47 meter dan lebar 12 meter. Candi setinggi 6 meter menjulang ke
atas.
Teras depan berukuran 2
x 2 meter. Terdapat 17 pasang tiang utama penyanggah atap, berdiri tegak di
atas tembok setinggi satu meter yang berjejer dari depan sampai belakang.
Sedangkan 17 pasang tiang lainnya sebagai penopang tembok semen yang terdapat
pada bagian dinding.
Atapnya bersusun dua
dari depan ke belakang. Di dinding bagian dalam terdapat lukisan motif asli
sarung Sikka Kelang Wenda Kapa Wuang yang mengandung makna bahwa keindahan
bunga kapas yang sedang mekar dan harum semerbak.
Sementara pada bagian dinding belakang altar terdapat motif sarung Gabar Dama yang bermakna pertalian yang kuat dan kokoh sebagai satu kesatuan yang utuh. Sungguh sebuah gedung gereja yang kokoh dan megah.
Gereja diresmikan pada
tanggal 24 Desembar 1899. Selanjutnya, pada 30 Januari 1900, gereja Sikka
ditabhiskan dengan Santo Ignatius Loyola sebagai pelindungnya.
Hal ini ditandai dengan
perayaan Ekaristi Agung dipimpin oleh pater Luymans SJ, dan dihadiri Pater
Engbers SJ, Pater Yaseldijk SJ , Bruder Hanseates, Bruder Tesselaar, Bruder
Adam dari Larantuka dan umat. Pesta berlangsung meriah.
Pada tahun 1901
dibawakan 4 buah patung dr maumere yakni patung santa Maria menggendong anak
Yesus, santo Yosep bersama anak Yesus, patung Hati kudus Yesus, patungg santo
Ignatius Loyola dan 14 buah gambar jalan salib.
Renovasi
Gereja mengalami
perbaikan pertama pada tahun 1931. Perbaikan dilakukan karena atap mulai
bocor. Kala itu, Pater Cornelissen menjabat sebagai pastor paroki Sikka. Atap
seng lama diganti dengan seng baru yang dibawa dari Ende dengan motor laut
Arnoldus.
Pertengahan Juli 1935
gereja Sikka merayakan hari ulang tahun yang ke 35, Pesta ini sangat meriah,
dihadiri oleh umat dari paroki-paroki tetangga. Perayaan Ekaristi dipimpin oleh
Pater Piet Heerkens, SVD.
Pada tahun 1950, gereja
Sikka merayakan pesta ulang tahun ke 50 (Pesta Emas). Dan juga pada tahun 1980
gereja sikka merayakan HUT ke 80, pada tahun 2000 gereja sikka kembali
merayakan HUT 100.
Karena tidak bertahan
lama, atap seng diganti dengan atap genteng pada tahun 1953. Atas insiatif
Pater Nikolaus Beijer SVD, pergantian atap dikerjakan oleh Bruder Frans bersama
dewan paroki. Sepeninggalan Pater Nikolaus Beijer SVD, paroki Sikka dipimpin
oleh Pater Yakobus Koemester SVD.
Saat itu dinding gereja
mulai dipugar. Diberi cat ulang karena mulai pudar. Seorang pelukis juga
diminta untuk menggambar dua malaikat yang sedang berlutut menyembah seekor
anak domba di atas mesbah kurban.
Setelah perayaan ulang
tahun ke-80 pada tahun 1980, muncul perencanaan untuk memugar gereja Sikka
besar-besaran karena telah mengalami banyak kerusakan.
Menurut
penelitian tim ahli purba kala, ada beberapa bagian dari gereja yang harus
dipugar, antara lain; tembok dasar di belakang altar, dinding luar serta dalam
altar, bagian belakang altar yang tinggi, atap genteng yang patah dan bocor,
usuk-usuk serta ring banyak yang patah dan lapuk, dan bubungan yang panjang
mulai bocor.
Pekerjaan tersesebut
memang tidak mudah. Butuh tenaga dan dana yang tidak sedikit. Untunglah, dengan
dana yang ada serta kemauan yang besar kegiatan renovasi ini bisa berjalan
dengan lancar.
Renovasi terjadi lagi
pada tahun 1982. Kegiatan renovasi mencakup pengecatan dinding bagian dalam
gereja, pengecatan tiang-tiang, perbaikan motif sarung, mengganti lantai altar
dengan jubin merah putih, perbaikan selokan di samping gereja, perbaikan pintu
sakristi, dan memperkokoh pagar tembok pekuburan.
Kegiatan renovasi ini
dilaksanakan pada masa Pater Rikardus Nieuwendijk SVD.
Perayaan 100 tahun
Gereja Sikka berlangsung pada tahun 2000. Sebenarnya, perayaan itu berlangsung
pada tahun sebelumnya. Tapi karena terkendala dengan renovasi yang mulai
dilaksanakan pada awal tahun 1999 maka perayaan tertunda pada tahun
berikutnya.
Gereja Tua Sikka telah
memasuk usia satu abad lebih. Banyak juga artefak dan benda-benda gereja yang
seumuran dengan gereja juga sudah tua bahkan sudah banyak yang tidak digunakan
lagi.
Kini Gereja tua Sikka
masih berdiri kokoh dan megah di antara rumah-rumah umat yang sampai sekarang
masih tetap digunakan untuk perayaan ibadat serta devosi-devosi lainnya.
Sungguh sebuah gereja tua yang menakjubkan dengan bentuk bangunan yang antik,
unik, dan sakral. Tahun 2020, gereja tua Sikka sudah memasuki usia yang ke-121
tahun.
MENINO
Prosesi Logu Senhor diGereja Santo Ignati Loyola, di Kampung Sikka, Kabupaten Sikka, Jumat (14/4/17).
Salah satu benda peninggalan bangsa Portugis di Kampung Sikka adalab Patung Menino Jesus. Menino berasal dari kata Bahasa Portugis yang berarti kanak-kanak (Maskulin). Kata aslinya Menino, kemudian variasi Bahasa Portugis ke dalam bahasa Sikka berubah menjadi Me. Menino Jesus (bahasa Portugis) menjadi Me Jesus (bahasa Sikka) yang artinya Kanak Jesus.
Secara historis, Patung
Menino Jesus merupakan salah satu benda suci yang dibawa Don Alesu Alexio
Ximennes da Silva dari Malaka pada tahun 1607. Don Alesu pulang dari
Malaka setelah "Mencari Dunia Tanpa Kematian "Tempat Tanpa
Kematian" atau dalam bahasa Sikka disebut "Olang Moret Dading/Niang
Moret Dading".
Menino, patung kanak-kanak Yesus yang dihadiahkan Raja Malaka kepada Don Alesu. |
Adapun ukuran
Patung Menino Jesus yakni tinggi dari mahkota sampai pada dasar 47 cm, Tinggi
dari mahkota sampai pada kaki 45 cm, tinggi bola dunia 6 cm, Lebar Bola
dunia 5 cm, tinggi Salib 4 cm, dan lebar salib 3,5 cm.
Gereja tua Sikka diterangi bulan purnama, ramai didatangi para jemaat yang mayoritas adalah penduduk kota Sikka menjelang ritus Logu Senhor digelar. |
Dalam sejarah
devosi di Kampung Sikka, Menino sempat diusung bersama Senhor pada saat prosesi
Jumad Agung. Tapi kemudian Menino tetap ditempatkan di rumah raja (Lepo Gete)
dan hanya Senhor yang diusung pada saat prosesi. Menino diyakini memiliki
kesakralan sama halnya dengan patung Senhor.
Lilin dinyalakan di halaman Kapel Senhor kala malam hari. Kapel yang berbentuk bangunan kecil di samping Gereja Sikka ini menjadi tempat menyimpan beberapa relik peninggalan Portugis. |
Kini, Menino
dapat kita lihat hanya pada saat malam prosesi di depan pelataran rumah bapak
Andreas Hugo Pareira di Kampung Sikka.
Para perempuan menunjukkan perkabungan dengan menutupi wajah mereka dengan kain hitam. |