Kedatangan NICA
berhasil membangkitkan semangat masyarakat Indonesia untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Mereka bersedia angkat senjata dan melawan Belanda,
meski mereka tahu jika angkat senjat melawan kolonial itu sama saja cari
mati.
Beberapa informasi
mengenai tentara Belanda ini tidak banyak diberitahukan kepada masyarakat luas.
Hanya beberapa informasi terkait mengapa mereka datang ke sini, bersama siapa,
dan tujuan mereka datang kembali ke Indonesia. Namun, beberapa fakta di bawah
ini akan mengupas beberapa fakta tentang NICA yang menjadi momok menakutkan di
masa revolusioner.
1. Tentara NICA tak suka teriakan
"Merdeka"
Saat pasukan NICA
datang membonceng tentara Sekutu, dalam sekejap mata kota Jakarta yang
sebelumnya tenang berubah menjadi mencekam hingga membangkitkan semangat
bergelora dari para pemuda. Tak hanya itu, seluruh rakyat Indonesia pun bersatu
untuk melawan pasukan Van Mook meski hanya berbekal senjata bambu runcing dan beberapa
senjata yang berhasil dilucuti dari tentara Jepang. Mereka siap mati demi
mempertahankan kemerdekaan RI.
Tepat pada 1 September
1945, pekik "Merdeka!" pun menjadi salam nasional yang telah
disahkan. Pada masa revolusioner itu juga, setiap kali berjumpa dengan
kawannya, para pemuda akan memekik, "Merdeka, Bung!" yang menjadi
kalimat paling dibenci tentara NICA.
Dalam sebuah catatan
sejarah, pernah ada tentara NICA yang menembak mati seorang pemuda berjiwa
patriotik yang tanpa gentar meneriakkan kata "Merdeka" di kawasan
Kramat Raya, Jakarta Pusat.
2. Orang Indonesia dalam NICA
Di kondisi Indonesia
yang tidak stabil pada masa sebelum dan sesudah kemerdekaan pun membuat
sebagian orang memutuskan untuk mengubah-ubah profesinya. Berubah-ubah profesi
ini pun menjadi hal lazim dan umun di kalangan masyarakat saat itu. Tak aneh,
jika banyak orang Indonesia yang akhirnya mendukung kedatangan dan tujuan NICA
ke Indonesia, bahkan mereka bersedia bergabung dengan tentara tersebut.
Bergabungnya orang Indonesia menjadi tentara NICA pun tak terlepas dari
beberapa faktor, yaitu karena faktor ekonomi, rasa kesetiaan yang sudah
mengakar, dan masalah politis lainnya. Hal ini pun tak menampik kemungkinan
jika ada orang Indknesia yang menjadi polisi Belanda, lalu jadi polisi Jepang,
kemudian menjadi polisi Republik, dan akhirnya kembali lagi menjadi polisi
Belanda.
Jumlah orang Indonesia
yang bekerja sama atau yang terpaksa bekerja sama dengan NICA terbilang banyak.
Kebanyakan dari mereka adalah raja-raja kecil di luar Pulau Jawa yang
dipengaruhi oleh Belanda agar berpihak kepada NICA yang ingin mendirikan
negara-negara boneka.
Lihat Juga:
Cara Bumipitera Menghalau Flu Spanyol
Yuri Gagarin, dan Para Kosmonot Pahlawan Indonesia
Sebelum Indonesia
merdeka, Sultan Hamid II dari Pontianak adalah Letnan KNIL yang juga orang
dekat Belanda. Orang yang merancang lambang Garuda Pancasila ini pun
menggantikan Ayahnya yang terbunuh oleh tentara Jepang untuk menjadi Sultan
Pontianak.
NICA juga memberikan
pangkat perwira militer kepada orang-orang yang juga bukan berasal dari kalangan
militer. Misalnya, Mochtar Lutfie yang diberi pangkat Mayor karena
keberpihakannya kepada Belanda. Namun, sebetulnya ia diam-diam mendukung
Indonesia dan akhirnya mati ditembak serdadu KNIL saat sedang melaksanakan
shalat shubuh.
3. NEFIS: Intel Belanda yang intai Indonesia
Netherlands East Indies
Forces Intelligence Service (NEFIS) adalah mata-mata Belanda yang
didirikan di Australia dan bermarkas di Melbourne. Tujuan didirikannya badan
intelejen ini adalah untuk mengumpulkan informasi agar bisa kembali menduduki
wilayah Indonesia. Tentu, agen rahasia ini pun tak hanya dari kalangan orang
Belanda, tapi juga banyak agen-agen yang direkrut berasal dari Indonesia.
Biasanya yang bergabung dalam NEFIS adalah golongan dari pihak swasta yang pro
kolonial dan pedagang. Mereka seringkali menjadi mata dan telinga bagi intel
Belanda tersebut.
NEFIS mulai mendirikan
kantornya di Jakarta pada Oktober 1945. Intel Belanda ini dinilai memberikan
banyak kontribusi dalam pengumpulan informasi tentang Indonesia demi
melancarkan operasi militer tentara Belanda, yang kemudian kembali bergejolak
di Indonesia. NEFIS adalah momok bagi kaum Republik di zaman Revolusi karena
badan intelejen Indonesia pada saat itu masih berantakan.
4. NICA dan kaum militer bayaran
Banyak pemuda Indonesia
yang menjadi pengangguran sebagai akibat dari peperangan yang begitu
menyengsarakan. Ketika NICA kembali masuk ke Indonesia pada tahun 1945, di
beberapa daerah, KNIL mulai nerekrut banyak pemuda Indonesia untuk menjadi
serdadu KNIL. Gaji menjadi serdadu KNIL pun cukup menggiurkan untuk ukuran
kesengsaraan di zaman itu. Para pemuda Indonesia di hadapkan dengan dua
pilihan, menjadi serdadu KNIL atau mati kelaparan. Tentu, mereka yang tak
ingin cepat-cepat bertemu dengan penciptanya memilih untuk berkhianat dan
menjadi serdadu KNIL. Meskipun pilihan mereka itu termasuk dalam status
paksaan.
Ada alasan lain ketika
para pemuda Indonesia memutuskan untuk menjadi sedadu Belanda, yaitu balas
dendam. Setelah kerusuhan anti Belanda yang terjadi saat Masa Bersiap, yang
tentu dilupakan dalam sejarah Indonesia masa kini, membuat banyak orang Belanda
ketakutan. Di dalam Masa Bersiap ini, para pemuda Republik yang benci pada
orang-orang Belanda pun melakukan tindakan semena-mena dengan melakukan penganiayaan,
pemerkosaan, perampokan, bahkan pembunuhan kepada orang-orang Belanda asli
maupun orang pribumi yang bekerja untuk Belanda.
Sebelum Indonesia
merdeka, bahkan jauh saat belum pecahnya Perang Dunia II, banyak orang
Indonesia yang memilih untuk setia kepada negara yang dipimpin oleh Ratu
Wilhemina itu. Mereka merasa lebih mapan ketika harus menjadi bagian dari
kolonial. Namun, terlepas dari itu semua kedatangan NICA pada 1945 kembali
membuat pemuda Indonesia bangkit dan menyadarkan semua rakyat Indonesia, bahwa
walaupun negara Indonesia sudah merdeka, ancaman dari luar negeri dalam hal
peperangan untuk merebut Republik ini pun masih bisa saja terjadi.
Artikel Sejarah ini diambil dari: