Muncul tahun 1960-an, Hakekok tak berumur panjang. Kini muncul kembali.
Kompas.com melaporkan, Balakasuta dipimpin oleh
Arya yang berasal dari Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Ritualnya mengadopsi ajaran Hakekok yang dibawa almarhum E alias S.
Arya mengaku bahwa ajarannya telah melakukan
komitmen dengan Imam Mahdi dan dijanjikan kaya raya. Namun, setelah
menunggu bertahun-tahun, janji itu tidak kunjung terkabul. Akhirnya, mereka
memutuskan untuk menyucikan diri, bebersih, dan bubar.
Hakekok yang diadopsi oleh Balakasuta merupakan
aliran kepercayaan yang telah muncul lama.
Budayawan Ridwan Saidi dalam bukunya, Diburu
Mossad dan Lakon Politik “Che Guevara Melayu”, menyebutkan bahwa
Hakekok, plesetan dari hakikat, adalah aliran sesat yang berkedok Islam.
Pemeluknya menjalankan upacara tertutup pada malam hari, di mana laki-laki dan
perempuan mencopot busana, lalu lampu dimatikan.
“Mereka tidak
mengerjakan syariat Islam dan memuja Semar. Mereka meyakini Semar masih hidup
dan suka berkunjung ke kampung-kampung, lalu menghilang setelah
memberikan pituah (petuah). Dalam pengembaraannya itu, Semar selalu
seorang diri,” tulis Ridwan.
Justus M. van der Kroef, profesor di Departmen
Sosiologi Universitas Bridgeport, Connecticut, Amerika Serikat, menyinggung
soal Hakekok dalam tulisannya, “New
Religious Sects in Java” termuat dalam Far Eastern Survey, Vol. 30 No.
2 (1961).
Justus mengungkapkan bahwa pada awal 1952, Kantor
Departemen Agama Jawa Barat mengumumkan kemunculan 29 sekte agama baru di
wilayahnya sejak Indonesia secara resmi merdeka (maksudnya pengakuan
kedaulatan) tahun 1949.
Pada pertengahan tahun 1960, ketika pemerintah
Indonesia menyatakan secara resmi mewaspadai perkembangan sekte-sekte agama,
Jaksa Agung R. Kadarusman (1962–1964) menyatakan ada ratusan aliran kepercayaan
di seluruh Indonesia.
Menurut Justus, jumlah keanggotaan sekte-sekte ini
sulit ditentukan karena struktur organisasinya tidak stabil dan banyak
penganutnya yang mengidentifikasi diri dengan salah satu agama utama, seperti
Islam. Sementara juru bicara dari berbagai sekte cenderung membesar-besarkan
jumlah pengikutnya.
“Berapa pun
jumlah pengikut mereka, pesatnya penyebaran aliran-aliran itu sendiri merupakan
salah satu fenomena terpenting dalam masyarakat Jawa saat ini [1960-an],” tulis
Justus.
Namun, menurut Justus, beberapa sekte berumur sangat
pendek sehingga muatan ideologisnya tidak pernah cukup diketahui, seperti kasus
kultus Hakekok di Sukabumi, Jawa Barat.
“Kultus Hakekok tampaknya melibatkan upacara aneh,
pria dan wanita telanjang di sebuah masjid, namun pemimpinnya, Nawawi, terbunuh
dalam bentrokan dengan militer dan sekte tersebut dibubarkan sebelum banyak
yang mengetahuinya,” tulis Justus.
Sementara itu, Almanak Indonesia Volume 1 (1969)
memuat daftar aliran kebatinan, pemimpinnya, serta asas dan tujuannya tahun
1962. Salah satunya Hakekok yang dipimpin oleh Armi dan Irsad. Sembahyangnya
cukup dengan niat dan tidak usah pergi haji ke Makkah. Aliran ini dibubarkan
pada 1961.