Ilustrasi |
Tentunya tidak ada yang keliru dari upaya mengenang
tentang cerita kejayaan itu. Namun, eloknya, kebanggaan tersebut harus pula
diiringi kesadaran bawa kemerdekaan itu tidak melulu berisi kisah-kisah tentang
kejayaan dan kemenangan. Di sisi lain, ada juga cerita-cerita menyedihkan yang
malah selalu terlupakan untuk dikenang sebagai ekses buruk dari adanya perang
yang pernah melanda negeri kita.
Horor Takokak 1948 adalah salah satu dari kisah
sedih yang masih menjadi misteri hingga hari ini. Tidak banyak orang tahu, di
kawasan perkebunan teh yang masuk dalam wilayah Cianjur bagian selatan
tersebut, 67 tahun lalu telah terjadi pembantaian besar-besaran yang pernah
dilakukan oleh militer Belanda terhadap kaum republiken. Bagaimana bisa
peristiwa itu terjadi?
Ekses Perjanjian Renville
Pada 8 Desember 1947, bertempat di atas anjungan USS
Renville (sebuah kapal angkut pasukan milik Amerika Serikat), dilangsungkanlah
perundingan antara Belanda dan Indonesia yang ditengahi oleh Komisi Jasa-Jasa
Baik (beranggotakan Amerika Serikat, Belgia, dan Australia). Dalam perundingan
itu, banyak poin kesepakatan yang dinilai berbagai pihak sangat merugikan
Indonesia. Salah satunya keputusan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus
mengosongkan Jawa Barat dan sebagian Jawa Timur dan memindahkan pasukannya ke
daerah republik yang diklaim Belanda hanya meliputi kawasan Yogyakarta dan
sekitarnya.
Lihat Juga:
- Anak Muda Mileneal diharapkan Paham Tentang Sejarah G30S/PKI
- 7 Pahlawan Dibalik Kemerdekaan Indonesia Yang Sering Terlupakan
- Wisata Sejarah Jong Dobo, Kapal Yang Terkutuk di Sikka-NTT
Sebagaimana ditulis dalam Siliwangi dari Masa ke Masa (ditulis oleh Sedjarah Militer Daerah Militer VI Siliwangi/Sendam VI Siliwangi pada 1968), hasil kesepakatan Perjanjian Renville diterima dengan setengah hati oleh pihak tentara. Kendati pada akhirnya menerima keputusan untuk mengosongkan Jawa Barat, namun secara diam-diam Panglima Besar Jenderal Soedirman sendiri (lewat Letnan Kolonel Soetoko) telah mememerintahkan pucuk pimpinan Divisi Siliwangi untuk tetap mengoordinasikan perlawanan bersenjata di Tanah Pasundan.
Untuk mengelabui pihak Belanda, tentu saja
pasukan-pasukan ini beraksi tidak mengatasnamakan Divisi Siliwangi. Mereka
bergerak sebagai “pasukan liar” yang seolah-olah tidak berkoordinasi dengan
pihak republik. Sebut saja salah satunya adalah Kesatuan Djaja Pangrerot di
Cililin yang tadinya berasal dari Yon Sugiharto.
Pembersihan di
Daerah Pendudukan
Namun, aksi rahasia yang dilakukan TNI itu bukannya
tidak tercium oleh pihak militer Belanda. Guna mengantisipasi aksi-aksi yang
dijalankan oleh “pasukan liar” tersebut, pihak militer Belanda memutuskan untuk
menjalankan operasi-operasi pembersihan di daerah-daerah yang ditinggalkan oleh
pasukan Siliwangi.
Salah satu kawasan di Jawa Barat yang dinilai “corak
republik”- nya masih kental adalah Sukabumi. Di daerah itu bukan saja
propaganda-propaganda prorepublik sering berlangsung, namun juga penyerangan
pos-pos militer Belanda sering terjadi pula. Kadang-kadang terjadi secara
sporadis.
Kekacauan-kekacauan itu tentu saja menimbulkan kemarahan pihak militer Belanda. Menurut seorang saksi sejarah bernama Atjep Abidin, 90, tidak jarang seusai terjadi penyerangan terhadap pos-pos militer Belanda, operasi pembersihan langsung dilakukan beberapa jam setelah kejadian penyerangan.
“Rakyat sipil dikumpulkan, setelah diintimidasi
beberapa kaum lelaki dari mereka diambil dan dimasukkan ke penjara militer van
Helden, yang terletak di Sukabumi,” ungkap anggota Legiun Veteran Republik
Indonesia (LVRI) Takokak ini.
Menurut Atjep, operasi pembersihan yang paling
sering dilakukan yaitu di kawasan Nyalindung dan Sagaranten. Itu bisa saja
terjadi, mengingat dua tempat tersebut memang dikenal sebagai basis fanatik
kaum republik.
Selanjutnya, dari van Helden, secara berkala,
orang-orang yang dinilai militer Belanda sebagai kaum republik itu dibawa ke
wilayah Takokak. Itu adalah nama suatu kawasan yang terletak kira-kira 75 km di
selatan Cianjur. Sejak zaman Hindia Belanda, kawasan yang berbatasan langsung
dengan wilayah Sukabumi itu merupakan daerah perkebunan teh yang memiliki
kontur pegunungan serta dipenuhi hutan dan jurang.
Lihat Juga:
Mengenal Sosok Sanusi Pane, Sang Pelopor Lahirnya Bahasa Indonesia
Wonder Woman Sejati Hidup 2000 tahun yang lalu
Sering Terlupakan, 9 Peristiwa ini membantu terbentuknya dunia modern loh
Seorang mantan gerilyawan di Sukabumi, Yusuf
Soepardi, 91, mengakui bahwa saat itu nama Takokak sebagai tempat eksekusi mati
kaum republik sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat Sukabumi dan
Cianjur. “Kalau ada orang Sukabumi atau Cianjur dibawa oleh tentara Belanda ke
sana, ya jangan berharap ia bisa pulang lagi ke rumah...,” ujar lelaki sepuh
yang meniti karier militernya dari laskar rakyat tersebut.
Kawasan
Pembantaian
Yusuf adalah saksi dari pembantaian itu. Ia sangat
ingat, pada suatu hari di pertengahan 1948, bersama sejumlah kawan
bergerilyanya, Yusuf pernah ditugaskan oleh sang komandan untuk mengambil
sejumlah mayat korban eksekusi di Takokak.
Semua jasad yang ditemukan, tangannya masih dililit
tali yang terbuat dari daun nanas gunung. Yang paling menyedihkan, ujar Yusuf,
tubuh mereka yang sudah mengembung itu dihiasi luka tembak sebesar buah duku di
tengkuk masing-masing. “Saya pastikan mereka tewas karena tembakan jarak dekat
langsung ke mulut,” katanya.
Saksi lain yang sempat menyaksikan proses
pembantaian di Takokak itu adalah Andin Soebandi, 83. Sebagai bocah penjaja
buras (lontong yang berisi oncom), dengan mata kepala sendiri ia sempat
menyaksikan rombongan tawanan diangkut sebuah truk tertutup yang disopiri dan
dijaga beberapa tentara Belanda totok bergerak pelan melintas di depannya.
Mereka lantas dibawa ke suatu dataran tinggi bernama Puncak Bungah dan kemudian
dieksekusi secara bersamaan. Mayat mereka kemudian dilempar ke jurang.
Namun, Puncak Bungah bukanlah satu-satunya tempat horor di Takokak. Ada
beberapa tempat lain yang dijadikan ladang pembantaian kaum republiken. Sebut
saja Ciwangi (tempat Yusup dan kawan-kawan menemukan lima jasad), Pal I
Cienggang, Jalan Lima, Gamblok, Cikawung, dan Pasirtulang. Di tempat terakhir
bahkan diperkirakan jumlah kaum republiken yang dieksekusi paling banyak
dibanding tempat-tempat lainnya di Takokak.
Westerlling
Terlibat?
TAMAN MAKAM PAHLAWAN CIGUNUNG TUGU, TAKOKAK – CIANJUR SELATAN
Hingga kini belum ditemukan keterangan dari kesatuan
manakah tentara-tentara Belanda yang melakukan pembantaian di Takokak itu
berasal. Namun, menurut Atjep, ia sempat mengetahui salah satu pemimpin grup
para pembantai tersebut bernama Werling.
Apakah Si Werling yang dimaksud adalah Kapiten
Raymond Pierre Paul Westerling, Si Jagal Pimpinan Pasukan Khusus AD Belanda
(DST/KST) yang terkenal sadis itu? Saya sendiri belum bisa memastikan itu
karena tentunya harus ada riset khusus untuk mengungkap soal ini.
Namun, yang jelas dalam catatan saya, pada 17 April
1948, Mayor KL R F Schill, komandan pasukan 1-11 RI di Tasikmalaya, sempat
membuat laporan kepada atasannya, Kolonel KL M H P J Paulissen Schill merasa
gerah terhadap ulah pasukan elite anak buah Westerling di Korps Speciaale
Troepen (KST) yang pada 13 dan 16 April 1948 membantai 10 penduduk sipil di
Tasikmalaya dan Ciamis. Mayat mereka kemudian dibiarkan tergeletak begitu saja
di jalanan. Kebrutalan KST dan komandannya itu lantas bocor ke media dan
menimbulkan protes keras di dalam negeri Belanda. Pada 16 November 1948,
setelah dua setengah tahun memimpin pasukan khusus Depot Speciaale Troepen
(DST) (kemudian diganti menjadi KST), Westerling diberhentikan dari jabatannya
dan juga dari dinas kemiliteran. Penggantinya sebagai komandan KST adalah
Letnan Kolonel KNIL W C A van Beek.
Usai resmi dipecat, Westerling lantas banting setir
menjadi pengusaha sayur-mayur di Pacet, suatu wilayah yang jaraknya hanya
sekitar 90 km dari Takokak. Mungkinkah beberapa bulan sebelum menjadi bandar
sayur-mayur, ia menyempatkan diri terlebih dahulu menjadi seorang jagal di
wilayah Takokak? Soal ini tentunya harus terus ditelusuri lebih jauh.
Yang jelas belum ada angka pasti mengenai jumlah
korban kegilaan militer Belanda di Takokak tersebut. Adapun 70 kerangka yang
saat ini dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Takokak sesungguhnya baru sebagian
yang ditemukan. Tiga saksi pembantaian yang masih hidup bahkan meyakini jumlah
korban sejatinya bisa sampai angka ratusan. Apakah soal ini akan terus terkubur
seiring berlalunya waktu? Jawabannya diserahkan kepada kita, orang-orang yang
katanya mewarisi buah perjuangan mereka saat ini.
(hyk)
Referensi Kisah Sejarah:
https://nasional.sindonews.com/berita/1061563/18/horor-takokak-1948-sejarah-yang-terlupakan/20
https://www.boombastis.com/tragedi-takokak-1948/82273#:~:text=Tragedi%20Takokak%201948%2C%20Pembantaian%20Rakyat%20Indonesia%20oleh%20Belanda%20yang%20Terlupa,-Adi%20Nugroho%20223w&text=Selain%20dua%20pembantaian%20yang%20telah,mayatnya%20langsung%20dibuang%20ke%20jurang.