Foto: Juru kunci atau penjaga artefak kuno Jong Dobo, Bapak Sergius Moa duduk dihadapan tujuh batu adat persis di samping perahu kecil atau Jong Dobo |
Untuk menuju kampung kecil ini, harus menempuh waktu
sekitar 30 menit dari Kota Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka. Ada beberapa
perkampungan yang mesti lewati jika ingin berkunjung ke Kampung Dobo, yakni
Kampung Habilopong, Apinggoot dan Wolomotong.
Liputan6.com berkesempatan berkunjung ke desa ini,
Minggu (28/6/2020). Di pintu masuk desa ini, ada sebuah gapura dengan tulisan
bahasa daerah berbunyi “Uhet Dien Dat Hading” yang artinya selamat datang.
Saat tiba, Liputan6.com menuju rumah juru
kunci atau penjaga artefak kuno Jong Dobo, Bapak Sergius Moa, yang rumahnya
kurang lebih 100 meter dari lokasi perahu Jong Dobo. Sergius Moa menceritakan
sejarah dan asal muasal Jong Dobo serta para pewaris.
Menurut dia, ada tujuh suku yang ada di Kampung Dobo
dan kepala kampung atau Lepo Tana Pu'ang (tuan tanah). Ia sendiri merupakan
pewaris ketujuh yang menjadi pemegang kunci dan penjaga artefak Jong Dobo.
Perkampungan Dobo berada di ketinggian 500 meter di atas permukaan laut.
Ada puluhan kepala keluarga (kk) yang menetap dan
bermata pencaharian sebagai petani. Di perkampungan ini terdapat 7 suku atau
dalam bahasa setempat disebut ”Lepo Pitu”. Diantaranya, Lepo Tana Pu’ang, Lepo
Mangun Lajar, Lepo Sadopun, Lepo Hoban, Lepo Goban, Lepo Tadak, dan Lepo Tana
Wura. Keseluruhan Lepo yang berada di Perkampungan Dobo dipimpin seorang Kepala
Kampung, yaitu Lepo Tana Pu’ang (Tuan Tanah).
Keberadaan Lepo tersebut berkaitan erat dengan tujuh
onggokan batu yang tersusun rapi di desa itu yang disebut ”Watu Mahe”. Watu
Mahe milik Lepo Tana Pu’ang terletak persis di tengah kampung.
Jong Dobo, Kisah Kapal yang dikutuk |
Oleh masyarakat setempat sering diadakan
upacara-upacara, seperti memberi sesaji kepada arwah nenek moyang, upacara
persiapan tanam dan panen, serta upacara adat lainnya.
Lihat Juga:
Adat Kampung Numbei-Kabupaten Malaka dalam arus perkembangan zaman globalisasi
Sejarah dan Penelitian
Sergius menceritakan, Jong Dobo sendiri dalam Bahasa
Sikka, Maumere, terdiri dari dua suku kata. “Jong” berarti kapal, sedangkan
“Dobo” adalah nama perkampungan, tempat disimpannya perahu tersebut. Jika
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya “Perahu di Kampung Dobo”.
Nama lengkap kampong Dobo sendiri tempat di mana
Jong Dobo berada adalah “Dobo Dora Nata Ulu”, artinya puncak Dobo kampung
pertama.
Berdasarkan cerita lisan 'Kleten Latar', mitos “Jong
Dobo” ini berawal dari kutukan setelah sebuah kapal asing yang melintas wilayah
Flores melanggar perjanjian. Perjanjian itu adalah sebuah imbauan agar segera
meninggalkan 'Kampung Dobo' sebelum fajar menyingsing.
Namun, perjanjian ini tak diindahkan dan akhirnya
kapal tersebut terkena kutukan menjadi miniatur kecil dalam bentuk tembaga yang
memiliki panjang 60 sentimeter, tinggi 12 sentimeter dan lebar 25 sentimeter.
Pada miniatur Jong Dobo, terdapat 12 pendayung, enam
di sisi kanan dan enam di kiri. Di dalamya terdapat empat sosok penari
perempuan, bersebelahan dengan ayam dan gong.
Ayam ini diyakini sebagai penentu arah waktu. Tiang
layar jong ini sudah patah dan tidak ditemukan patahannya. Secara keseluruhan
jong terlihat utuh. Jong ini berada di hutan Tuan Pireng, yang maknanya
hutan sakti berupa hutan lindung.
Konon, pada abad ke-3 sebelum Masehi, ada kapal
besar berlayar keliling dunia yang dipercaya berasal dari Dongson (India
belakang). Kapal ini berlayar dari India, Thailand, Selat Malaka terus ke
Indonesia melalui Sumatera, Jawa, Irian (Aru/Dabu), Bima, Labuan Bajo (Pulau
Flores).
Menurut mitos yang diwariskan secara turun-temurun,
setiap daerah/tempat yang disinggahi kapal ini diberi nama Dobo. Di Kabupaten
Sikka ada beberapa tempat yang diduga pernah disinggahi kapal ini dan diberi
nama Dobo. Misalnya, Dobo Nua Lolo, Dobo Nua Pu’u dan Kampung Dobo tempat di
mana kapal berukuran besar ini terdampar dan mengecil.
Jong Dobo dipercayai datang dari India Belakang
(Dongson) berlayar dari India untuk mencari tempat yang subur dan menetap.
Sebelum melakukan perjalanan, semua mereka yang hendak berlayar tersebut
membuat sumpah serapa/janji. Sumpah tersebut adalah tidak boleh melanggar hukum
adat, alam dan hukum Tuhan.
Indahnya Hidup Bersama di Kampung Numbei Kabupaten Malaka-NTT
Penelitian Arkeologi
"Apabila melanggar sumpah tersebut, maka mereka
akan dikutuk menjadi kecil. Mereka melanggar sehingga dikutuk menjadi
kecil,” dia menjelaskan.
Setelah pelayaran panjang hingga Labuan Bajo, dari
situ mereka berlayar melalui pesisir pantai utara Pulau Flores, di Bajawa
(Kabupaten Ngada) mereka mampir di Koli Dobo dan meneruskan hingga perjalanan ke
Ende. Dari Ende, mereka meneruskan perjalanan menuju Maumere (Kabupaten Sikka)
dan berlabu di Waipare, Kecamatan Kangae.
Di Waipare, lanjutnya, jangkar kapal terputus dan
tertinggal, sehingga perjalanan dilanjutkan pada keesokan harinya. Bekas
jangkar Jong Dobo kini masih ada di pesisir Pantai Waipare yang disebut Watu
Milok.
Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan
menuju Ihigete Gera, Getung Deu dan diterima oleh masyarakat setempat,
penderita penyakit kudis.
Tetapi ketika akan meninggalkan tempat itu, mereka
mesti menarik kapal. Sebab kapal tersebut kandas di salah satu bukit sehingga
bukit tersebut terbagi menjadi dua bagian. Oleh masyarakat setempat, bukit itu
dinamakan Wolon Gele dan bekas tarikan perahu tersebut dimanfaatkan masyarakat
menjadi jalan kampung.
”Karena mereka tidak diterima dengan baik, maka
mereka melanjutkan perjalanan dan menetap di Bukit Dobo. Di sini mereka
diterima oleh Moat Wogo Pigang dan mereka tinggal hingga saat ini,” dia
mengungkapkan.
Menurut dia, artefak Jong Dobo pernah diteliti oleh
ahli sejarah, seperti Dr. Theodore Hoeven. Menurut arkeolog sekaligus Padri
Theodore Verhoeven, SVD (1982: 74) yang banyak menelusuri situs-situs purbakala
di Flores, kapal tersebut merupakan jenis perahu yang sanggup mengangkut barang
hingga 500 ton lebih.
Awalnya, berkembang di Semenanjung Indochina dan
daratan China Selatan pada 300-500 SM yang dikenal sebagai era kebudayaan
Dongson. Tempat Jong Dobo ini juga menjadi tempat penelitian bagi beberapa
arkelogi lainya untuk mengetahui asal muasal dari Jong Dobo.
***
Sumber Informasi Budaya dari:
https://www.liputan6.com/regional/read/4293013/wisata-sejarah-jong-dobo-mitos-kutukan-nan-misterius-di-sikka-ntt#:~:text=Jong%20Dobo%20dipercayai%20datang%20dari,adat%2C%20alam%20dan%20hukum%20Tuhan.