Dokumentasi: Tentara Mali berfoto bersama sebelum berpatroli di Gao, Mali |
Presiden Bah Ndaw, Perdana Menteri Moctar Ouane, dan
Menteri Pertahanan Souleymane Doucoure dibawa ke pangkalan militer di Kati di
luar Ibu Kota Bamako.
Penangkapan itu berlangsung beberapa jam setelah dua
anggota militer kehilangan posisi mereka dalam perombakan pemerintahan, kata
sumber diplomatik dan pemerintah.
Penahanan mereka terjadi setelah militer pada
Agustus tahun lalu menggulingkan Presiden Ibrahim Boubacar Keita.
Perkembangan di Mali kemungkinan akan memperburuk
ketidakstabilan di negara Afrika Barat itu, tempat berbagai kelompok garis keras
yang bengis dan memiliki ikatan dengan Al Qaida serta ISIS menguasai sebagian
besar wilayah gurun di utara.
Ketidakstabilan politik dan pertikaian militer di
Mali telah mempersulit upaya negara-negara Barat maupun tetangga untuk
menyokong negara miskin tersebut.
Keadaan di Mali juga berpengaruh pada keamanan di
kawasan.
Presiden Ndaw dan PM Ouane sebelumnya diberi tugas
mengawasi masa peralihan selama 18 bulan untuk mengembalikan Mali ke
pemerintahan sipil pascakudeta Agustus.
Namun, kedua pemimpin itu tampaknya bergerak
bertentangan dengan kendali militer pada beberapa posisi kunci.
"Tindakan itu kemungkinan ditujukan agar mereka
mendapatkan kembali posisi mereka," kata seorang mantan pejabat tinggi
Mali kepada Reuters soal penahanan oleh militer pada Senin.
Belum ada kejelasan soal apa sebenarnya tujuan utama
militer melakukan penahanan. Seorang pejabat militer di Kati mengatakan
tindakan pada Senin itu bukan merupakan penangkapan.
"Apa yang telah mereka lakukan tidak
bagus," kata sumber itu. Ia merujuk pada perombakan kabinet.
"Kami memberi tahu mereka, keputusan akan
diambil."
Pangkalan militer Kati telah beberapa kali
mengakhiri kekuasaan para pemimpin Mali.
Agustus tahun lalu, militer menggiring Presiden Keita
ke Kati dan memaksanya mundur.
Pada 2012, pemberontakan yang berlangsung di daerah
itu juga berujung pada penggulingan pendahulu Keita, yaitu Amadou Toumani
Toure.
Mali sejak itu terus bergejolak. Penggulingan Toure
dari kursi kekuasaan memicu etnis Tuareg untuk melancarkan pemberontakan dengan
niat merebut dua pertiga bagian utara negara itu. Wilayah tersebut sebelumnya
dibajak oleh kalangan garis keras yang terkait dengan Al Qaida.
Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Mali mendesak
kelompok yang melakukan penahanan segera membebaskan para pemimpin tersebut
tanpa syarat.
Misi PBB juga mengatakan mereka yang menahan para
pemimpin Mali harus bertanggung jawab atas tindakan yang mereka lakukan.
Delegasi ECOWAS --badan pembuat keputusan regional--
akan mengunjungi Bamako pada Selasa untuk membantu menyelesaikan
"percobaan kudeta" itu, kata ECOWAS, PBB, Uni Afrika, Uni Eropa, dan
beberapa negara Eropa dalam pernyataan bersama.
"Masyarakat internasional menolak setiap
tindakan yang dilakukan dengan paksaan, termasuk pengunduran diri yang
dipaksakan," bunyi pernyataan tersebut.(Ant/Antara)