Beato Manuel Lozano Garrido |
Yang Pertama
Selalu ada yang pertama dalam segala hal. Dan kisah
ini meceritakan tentang masuknya seorang wartawan awam ke dalam jajaran para
kudus untuk pertama kalinya. Inilah dia seorang laki-laki asal Spanyol, Manuel
Lozano Garrido yang dibeatifikasi pada 12 Juni 2010 di Linares. Selama 30
tahun, ia menangani berita lokal untuk berbagai surat kabar meski lumpuh dan
dalam beberapa tahun terakhir hidupnya mengalami kebutaan. Meskipun
keterbatasan fisik mendera, pelindung jurnalis yang telah dirayakan ulang tahun
ke-100 ini tidak pernah kehilangan pandangan akan Tuhan dan Juru Selamatnya. Ia
adalah inspirasi bagi semua orang, seorang wartawan yang telah banyak menderita
tetapi tahu bagaimana mencintai kebenaran melalui hidup dari pena.
Melansir Aleteia, 31/1/2021, pria yang akrab
disapa Lolo ini lahir di Linares, Spanyol, pada 9 Agustus 1920. Salah satu dari
tujuh bersaudara. Ayahnya meninggal di usia muda, dan ibunya harus mengurus
anak-anak. Naas, saat Lolo berusia 15 tahun, ibunya juga meninggal. Dia dan
saudara laki-laki dan satu saudara perempuannya, Lucia, tinggal bersama, dengan
yang tertua di antara mereka melakukan yang terbaik untuk menafkahi keluarga.
Menjadi yatim piatu tidak membuatnya meninggalkan
Tuhan dan Gereja. Sedari kecil Lolo telah menunjukkan spiritualitas yang nyata
dengan kasih mendalam kepada Yesus. Sejak usia 11 tahun, kecintaannya pada iman
Katolik menjadi fondasi terpenting dalam hidupnya. Ia bahkan menjadi anggota
“Catholic Action” (CA) sepanjang hidupnya.
Ketika Perang Saudara Spanyol meletus pada tahun
1936, Lolo secara diam-diam membawa Komuni Suci kepada penduduk desa. Kala itu
ia baru berusia 16 tahun. Ia tak gentar melanjutkan pelayanan rahasia ini
hingga dua tahun kemudian ditangkap karena dianggap “terlalu Kristiani”.
Konsekuensinya, Lolo harus menghabiskan malam Kamis Putih di sel penjara.
Tetapi bagi Lolo, hal itu mudah dilakukan. Dia telah menyembunyikan Tubuh
Kristus dalam karangan bunga kecil dan menyelundupkannya ke dalam selnya.
Sehingga malam Kamis Putih, ia habiskan dengan beradorasi di selnya, memuji dan
menyembah Tuhan yang juga menghabiskan Kamis Putih di dalam sel. Tak seorang
pun dari sipirnya tahu. Keesokan harinya, saat Jumat Agung, ia dibebaskan dan
menghabiskan Paskah bersama saudara laki-laki dan perempuannya.
Talenta Menulis
Dalam renungan spiritualitas bersama orang kudus
muda CA bulan Juli 2011 dituliskan bahwa Lolo menunjukkan bakatnya sebagai
penulis sejak ia masih sangat muda. Ia senang membaca berbagai publikasi dan
buku dari segala aliran tulisan. Ketika masih remaja ia sudah biasa menulis di
Majalah CA, kemudian menulis di koran lokal dan nasional. Rumah tempatnya dan
saudara-saudaranya tinggal terletak tepat di seberang gereja. Dari balkon, Lolo
bisa melihat sekilas keadaan di dalam gereja, dan ia selalu menghadap Tuhannya
ketika ia membaca dan menulis. Sesekali, ia sering berhenti dari pekerjaannya
dan dari balkonnya yang menghadap ke Paroki Santa Maria di Linares, ia biasa
mengulang perkataan ini, “Sekarang berhadap-hadapan dengan tabernakel, saya
akan menulis satu paragraf.” Ekaristi adalah jangkar dan sumber inspirasinya.
Ia sendiri memandang pekerjaannya, melalui buku dan
radio, sebagai sarana penginjilan. Ia bahkan mendirikan Sinai, sebuah kelompok
yang terdiri dari 300 orang sakit. Kelompok ini mendoakan mereka yang terlibat
di media dan yang menawarkan dukungan spiritual kepada mereka yang bekerja di
bidang komunikasi sosial (komsos). Pekerjaannya membuatnya sibuk dari hari ke
hari dan dengan hasil itu Lolo mampu menghidupi dirinya sendiri.
Ia juga berkesempatan mengikuti Konsili Vatikan II
dengan cinta untuk Gereja dan menerbitkan, oleh dirinya sendiri, sebuah majalah
bulanan untuk semua anggota Sinai. Hal ini untuk menunjukkan bahwa kepercayaan
penuhnya ada di dalam Kristus dan bahwa semua karyanya diilhami oleh-Nya.
Beato Manuel Lozano Garrido (kanan) mendiktekan naskahnya kepada sang adik, Lucia. |
Dalam artikel yang pernah ditulisnya pada 8 April
1963 di Associated Press dan diterbitkan kembali oleh tujuh surat kabar,
diceritakan olehnya tentang pengalaman yang ia alami saat mengamati dunia
melalui lubang di tangan salib yang tergantung di tempat tidurnya dengan paku
telah terlepas. Ia menulis, “Kebenaran adalah Yesus. Aku pernah melihat diriku
begitu dekat dengan sosok-Mu. Kami begitu dekat sehingga terpikir olehku bahwa
lubang di tangan-Mu adalah lensa yang bagus, yang terbaik, untuk melihat dan
menyatakan kebenaran dunia.”
Dengan orisinalitas yang sama, Lolo juga telah
menyusun “Dekalog Wartawan” yang sangat relevan hingga saat ini. Beberapa
darinya berbunyi demikian: Ketika Anda menulis, lakukanlah ini: berlutut
untuk mencintai; duduk untuk menilai; tegak dan kuat, untuk melawan dan
menabur; Kerjakan “roti” informasi yang bersih dengan “garam” gaya penulisan
dan “ragi” kebenaran lalu sajikan itu dalam “potongan” untuk peminatan, tetapi
jangan merebut sukacita pembaca dari menikmati, menilai, dan berasimilasi;
serta Anda adalah Pohon Tuhan, mintalah Dia untuk membuatmu menjadi Pohon Ek,
keras dan tidak bisa ditembus oleh sanjungan dan penyuapan.
Diserang
Penyakit
Bagian paling sulit dalam hidupnya dimulai saat ia
berusia 22 tahun. Lolo mengalami kelumpuhan total dan harus duduk di kursi roda
selama sisa hidupnya. Ia benar-benar cacat dan pada tahun 1962, sembilan tahun
sebelum kematiannya, kehilangan penglihatannya. Dalam salah satu kunjungannya
ke Lolo, Pastor Roger dari Taizé menggambarkannya sebagai “sakramen rasa sakit”
dan menuliskannya di kap lampunya. Namun, Lolo masih menikmati hidup dan tidak
pernah kehilangan senyumnya. Sikap ini mengungkapkan sukacita yang berakar dari
kedalaman jiwa Kristiani.
Diketahui ia diserang penyakit berbahaya yang dikenal
sebagai spondylitis. Seorang dokter menjelaskan dengan mengatakan, “Bayangkan
ada peniti yang menempel di setiap milimeter kulit Anda, dan itu belum seberapa
parah penderitaannya. Nyeri menyerang leher, punggung, tulang belakang, dan
akhirnya menyebabkan kelumpuhan.” Hari demi hari, penyakitnya ini mulai
menyerang penglihatannya. Hanya dalam waktu singkat sebelum ia benar-benar
menjadi buta. Ironi besar dalam hal ini adalah ketika penyakitnya
melumpuhkannya, ini justru menjadi masa yang paling produktif dalam hidupnya.
Selama 51 tahun hidupnya, beberapa orang bahkan
beranggapan bahwa ia hanya hidup 28 tahun. Mengapa? Karena 28 tahun terakhir
hidupnya, ketika ia buta dan di kursi roda, adalah saat ia menjalani hidupnya
dipenuhi dengan kegembiraan. Sukacita ini sangat terkait dengan kekuatan
imannya, yang ia jalani sebagai bagian dari CA. Di sinilah imannya telah
dibentuk dan diperkuat, membantunya untuk semakin mencintai Yesus dan Bunda
Maria setiap hari.
Kombinasi kebutuhan yang dibentengi oleh panggilan
membuat Lolo menjadi wartawan, bahkan saat terkurung di balik tembok rumahnya.
Ia mengetik artikelnya sampai ia hanya bisa menggunakan satu tangan. Ketika ia
tidak bisa mengetik dengan kedua tangan, ia mencatat kata-katanya. Akhirnya,
saudara perempuannya, Lucia, mulai menerima dikte darinya. Selama tahun-tahun
itu, ia menulis sembilan buku dan artikel surat kabar yang tak terhitung
jumlahnya. Tapi yang terpenting, ia menulis cerita dengan hidupnya, tentang
bagaimana hidup, dan bagaimana menderita. Dia tidak mengeluh, berjuang melawan
depresi, dan menolak kesedihan. Dalam refleksinya ia menulis, “Pada awalnya
tampaknya penderitaan akan datang dengan munculnya seorang penuai. Namun
sebaliknya, yang dilakukannya adalah menabur harapan. Karena saya harus tulus,
saya memberi tahu Anda bahwa hanya penderitaan yang dapat membuat panggilan
manusiawi dan impian spiritual saya menjadi mungkin.”
Lolo yang mengalami kesulitan bernapas parah akibat
penyakitnya, terkena flu biasa dan meninggal karena komplikasi pada tanggal 3
November 1971. Ia berusia 51 tahun. Pada tanggal 19 Desember 2009, Paus
Benediktus XVI mengakui mukjizat yang dikaitkan dengan perantaraan Lolo dalam
penyembuhan seorang anak berusia dua tahun yang menderita kegagalan banyak
organ karena penyakit yang disebut sepsis gram negatif. Pada 12 Juni 2010,
Manuel Lozano Garrido dibeatifikasi dan dinyatakan sebagai beato. Ia sekarang
dikenal sebagai pelindung jurnalis dari kalangan awam pertama.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP, No.20, Tahun ke-75, Minggu, 16 Mei 2021