Mereka yang Mengincar PPPK

Mereka yang Mengincar PPPK



Setapak rai numbei - -  Hidup itu dibilang mudah ya gampang, disebut sulit ya nyatanya sekarang semuanya serba sulit. Sulit mendapatkan beras murah, susah memperoleh pekerjaan paska kena PHK, rumit menjelaskan kualitas belajar anak-anak lewat daring bahkan berat rasanya kala harus menyiapkan biaya anak yang tidak diterima di sekolah atau kampus berplat merah, dan masih seabreg soalan yang acap kelihatan mulus praktiknya berkebalikan. Itulah dinamika kehidupan.

Maka kemudian, tak sedikit masyarakat utamanya kaum muda yang berbondong-bondong merangsek pada profesi yang sebelumnya tak pernah menjadi pilihannya, yakni pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Kavling ini sekarang lagi booming diperebutkan, bahkan sampai inden kepada kepala-kepala institusi yang menaunginya.


Termasuk bejubelnya anak-anak pejabat yang dititipkan pada kawan, kenalan dan atau bos yang bekerja pada lembaga pemerintah. Memang, sejak beberapa tahun lalu pemerintah menghentikan penerimaan pegawai honorer di lembaga pemerintah, dan membuka kesempatan bagi daerah yang punya kemampuan untuk menerima pegawai berhonor ini.


Diakui atau tidak, rentang 20 tahun ke belakang pegawai honor hampir tak dilirik masyarakat, karena gajinya kecil dan dianggap tak memberi garansi masa depan. Selain itu, banyak pula mereka yang berebut menjadi pegawai honorer ini hanya sebatas status atau asal bekerja atau asal setiap hari bisa keluar rumah dan tak menjadi bahan pergunjingan tetangga, sehingga meskipun berposisi kerja pada level terbawah sekalipun bergaji rendah tetap dijalani dengan riang. Di sini sulit membedakan antara profesi yang hanya dengan keterpaksaan atau pekerjaan yang berbasis keterpanggilan.


Waktu terus bergulir, sering kali kita jumpai kawan-kawan honorer ini bekerja belum sepenuhnya relevan dengan pengalaman maupun latar belakang keilmuan yang digenggam. Kadang lulusan sarjana pertanian mengurusi surat-menyurat atau tamatan sarjana hukum bekerja hanya tak lebih sebagai tukang ketik atau tukang baca di kantornya. Jadi, masih ketaksesuaian ijazah dan praktik kerja. Tapi mau bagaimana lagi, mereka ini butuh pekerjaan dan tidak ingin menciderai kebahagiaan keluarganya.


Jika kemudian proses waktu berjalan, maka semakin banyak pegawai honorer ini yang berubah nasibnya, setelah dirinya dinyatakan lolos dan diterimakan SK PPPK dana tau SK CPNS. Ada yang kemudian statusnya beralih menjadi PPPK bahkan tak sedikit yang menyandang status sebagai PNS, meskipun keduanya menjadi bagian ASN di negeri ini. Mereka ini bukannya kapok atau enggan berganti haluan keluar dari pegawai honorer dengan iming-iming sebagai PPPK, meski gerbong mereka yang lulus tes PPPK harus bersabar menunggu SK PPPK nya hingga tak kurang 2 tahun.


Banyak jalan menuju Roma, dan manusia wajib berusaha jika ingin mengubah nasibnya. Diakui atau tidak, masih ribuan jumlah pegawai honorer kita yang masih bermimpi menjadi PPPK maupun PNS. Bahkan kala pemerintah mengumumkan ada rekrutmen pada kedua klasifikasi pegawai tersebut, tak heran jumlahnya terus membengkak. Apalagi, di tengah musim pandemi COVID-19 yang masih jauh dari kata selesai. Pusaran itu membuat semuanya bergejolak, termasuk dalam memperoleh, mencari atau menciptakan pekerjaan. Semuanya sedang diuji untuk lebih disiplin, tekun dan bersemangat dan tetap berpengharapan dengan segala double effort. Semuanya sederhana dalam menyikapi agar tidak ditindas kemurungan COVID-19 dengan cara bekerja dan beroleh pendapatan.


Status PPPK kini menjadi seksi di tengah pengapnya pandemi. Betapa tidak. Jika dulu atau kemarin, hanya sebagian kelompok saja yang punya keinginan dan berteriak menuntut diterima langsung menjadi PPPK, seperti kaukus guru honorer, baik yang sedang berjuang di pedalaman, pelosok, pesisir, pegunungan, lembah bahkan di tengah bara konflik.


Mengabdi

Kini pada aras lain, semacam pegawai kantor pemerintah (non guru), seperti Satpol PP pun bergemuruh menuntut pemerintah bisa terlibat tes PPPK atau menghadiahi mereka dengan status PPPK (langsung). Bahkan belakangan, Menteri Desa PDTT, Halim Iskandar juga bakal memperjuangkan para pendamping desa menjadi PPPK. Hari ini Guru, Satpol, pendamping desa pengin menjadi PPPK, besok siapa lagi?


PPPK sementara ini di atas angin, karena gaji dan tunjangan maupun fasilitas lain setara dengan PNS, cuma beda kala menjejaki masa paripurna tugas atau pensiun. Mereka yang berstatus PPPK tanpa beroleh uang pensiun setiap bulan seperti halnya para PNS bahkan isunya pensiunan PNS akan mendapatkan angka gaji pensiun lebih tinggi ketimbang yang diterima sekarang. Inilah bagian angin surga bagi masyarakat, khususnya kaum milenial yang berburu PPPK atau PNS atau kalau mereka mau jujur, mereka yang menindas cita-citanya sendiri, misalnya menjadi eksekutif muda yang tak kesampaian, atau menjadi TNI/Polri atau ASN yang teraborsi di jalan, atau hanyalah sekadar tempat transit sesaat sebelum memutuskan masa depannya secara definitif, dll.


Menjadi Bagong, berpofesi buruh, bekerja sebagai pegawai honorer, berprofesi sebagai PPPK maupun dipercaya menjadi PNS, semua tidak gampang. Semua bisa ditelaah zaman ketika segala tuntutan mengarah pada profesional. Profesional tentu saja butuh daya kreasi dan inovasi yang akan memberi daya hidup bagi survive-nya seseorang dalam merawat masa depannya.


Itulah kemudian, menjadi tugas kita bagaimana meralat capaian-capaian selama ini berganti dengan perolehan prestasi yang jauh lebih baik. Itu semua kita yakini akan memberi daya hidup yang jauh lebih bercahaya ketimbang hanya menggerutu, diam, dan menyalahkan orang lain. Apalagi hanya bisa iri atas keberhasilan orang lain, karena iri tanda tak mampu. Ada baiknya terus belajar, berjuang dan mewakafkan diri pada cita-cita luhur kita. Mengabdi PPPK atau PPPK mengabdi. Silakan berburu.


Inspirasi Jalan Setapak

Kamis, 17 Mei 2021

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama