Kisah Lengkap Penampakan Bunda Maria di Guadalupe Kepada St. Juan Diego

Kisah Lengkap Penampakan Bunda Maria di Guadalupe Kepada St. Juan Diego

Penampakan Bunda Maria kepada
St.Juan Diego


Penampakan kepada : St Juan Diego, Juan Bernardino

Penampakan pertama : 09 Desember 1531
Penampakan terakhir : 12 Desember 1531
Jumlah penampakan : 5 kali
Tempat penampakan : Mexico

Diselidiki oleh gereja : Tahun 1666 & 1723
Diakui Vatikan : Tahun 1555
Oleh : Uskup Agung Alonso de Montúfar

🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒🍒


Bunda dari Guadalupe atau dikenal juga dengan sebutan Our Lady of Guadalupe atau Virgin of Guadalupe, adalah salah satu dari peristiwa penampakan Maria paling tua yang tercatat dalam sejarah agama Katolik, peristiwanya terjadi di Meksiko, yang pada saat itu dihuni oleh oleh bangsa Aztek. Pada tahun 1521 penjelajah Spanyol Hernan Cortez berhasil menaklukkan bangsa Aztek dengan menduduki ibu kotanya. Bersamaan dengan pendudukan itu orang Spanyol juga menyebarkan agama Katolik ke antara suku indian Aztek. Salah seorang indian bernama Quauhtlatoatzin (Elang Bernyanyi) dibaptis oleh pastur Franciscan, lalu diganti namanya menjadi Juan Diego.

Juan Diego lahir tahun 1474 di Calpulli, Tlayacac di Cuautitlan. Sejak kanak-kanak, ia sudah menjadi anak yatim piatu. Itulah sebabnya, sejak usia belia, dia tak punya pilihan selain hidup bersama pamannya.

Juan Diego tumbuh dewasa di bawah penindasan Aztec. Praktek keagamaan Aztec, termasuk kurban manusia, memainkan peranan yang penting dan menarik dalam kisah ini. Setiap kota utama Aztec mempunyai sebuah kuil piramid, sekitar 100 kaki tingginya, di mana di atasnya didirikan sebuah altar. Di atas altar ini, para imam Aztec mempersembahkan kurban manusia kepada dewa Huitzilopochtli, yang disebut “Penggemar Jantung dan Penegak Darah,” dengan memotong dan merenggut keluar jantung yang berdenyut dari para kurbannya, pada umumnya laki-laki dewasa, tetapi seringkali pula kanak-kanak. Para imam mengunjukkan tinggi-tinggi jantung yang berdenyut itu agar dapat dilihat semua orang, meminum darahnya, menendang tubuh yang tak bernyawa itu hingga terlempar ke bawah tangga piramid, dan kemudian memotong kedua tangan dan kaki kurban, lalu memakan dagingnya. Mengingat Aztec menguasai 371 kota dan hukum menuntut 1.000 kurban manusia bagi setiap kota dengan sebuah kuil piramid, maka lebih dari 50.000 manusia dikurbankan setiap tahunnya. Di samping itu, ahli sejarah Mexico kuno, Ixtlilxochitl, memperkirakan bahwa satu dari setiap lima kanak-kanak menjadi kurban dari praktek keagamaan yang haus darah ini.

Pada tahun 1487, ketika Juan Diego baru berusia tigabelas tahun, ia harus menjadi saksi atas suatu peristiwa yang paling mengerikan: Tlacaellel, seorang pemimpin Aztec yang berusia 89 tahun, meresmikan kuil piramid matahari yang baru, yang dipersembahkan kepada dua dewa utama dari dewa-dewa Aztec – Huitzilopochtli dan Tezcatlipoca, (dewa neraka dan kegelapan) – di pusat Tenochtitlan (kelak Mexico City). Kuil piramid ini 100 kaki tingginya dengan 114 anak tangga untuk mencapai puncaknya. Lebih dari 80.000 laki-laki dikurbankan sepanjang suatu periode empat hari empat malam lamanya. Orang hanya dapat membayangkan curahan darah dan tumpukan mayat dari kurban yang demikian. (Sementara jumlah kurban tampak mencengangkan, bukti menyatakan bahwa dibutuhkan hanya 15 detik saja untuk memotong jantung keluar dari setiap kurban).

Pada tahun 1520, Hernan Cortes melarang kurban manusia. Ia menyingkirkan kedua berhala dari kuil piramid, membersihkan bebatuannya dari darah dan mendirikan sebuah altar yang baru. Cortes dan pasukannya kemudian mendaki anak-anak tangga dengan Salib Suci dan lukisan Santa Perawan Maria dan St Kristoforus. Di atas altar baru ini, dipersembahkanlah kurban Misa Kudus. Di atas apa yang dulunya merupakan tempat kurban kafir yang keji, sekarang dipersembahkan kurban tak berdarah, yang sejati dan abadi dari Tuhan kita. Tetapi, tindakan ini memicu suatu perang habis-habisan dengan kaum Aztec, yang pada akhirnya berhasil dimenangkan oleh Cortes pada bulan Agustus 1521.

Setelah Juan Diego menikah dengan istrinya, Maria Lucia, ia memilih hidup mandiri dan mencari nafkah sebagai petani. Ia punya pondok sendiri dan sebidang tanah garapan. Bersama istrinya dia biasa datang ke Tlaltelolco mengikuti ekaristi atau pengajaran-pengajaran iman dari para misionaris Fransiskan. Bersama istrinya Maria Lucia dan pamannya Juan Bernardino, Juan Diego termasuk orang-orang Meksiko pertama yang memeluk agama Katolik. Ia menerima sakramen baptis dua tahun pasca kedatangan para misinoaris Fransiskan di bumi Mexico.

Kematian istrinya tahun 1529 membuat Juan Diego terguncang. Sejak itu, ia memutuskan pindah rumah dan tinggal mendekati rumah pamannya di Tolpetlac. Ini menjadikan dia tinggal berdekatan dengan gereja.

Pada dini hari tanggal 9 Desember 1531, sehari setelah pesta Maria Yang Dikandung Tanpa Noda, di suatu tanah luas disebelah utara kota Meksiko, Juan Diego yg sudah berumur 57 tahun dan sudah menjadi seorang duda sedang berjalan sendirian menuju Misa pagi. Dia tinggal 8 kilometer diluar kota Meksiko, di kampung Tolpetlac. Juan tinggal sendirian, tetapi dia sangat dekat dengan pamannya yang sangat dikasihinya. Pamannya tersebut, Juan Bernardino, telah menjadi figur ayah baginya selama ini, dan dia telah tua renta. Sekarang giliran Juan Diego untuk menjaganya.

Setiap hari Juan Diego akan mengunjungi rumah pamannya untuk mengurusi pamannya dan menengok tanaman di kebun pamannya. Tetapi pada hari Sabtu yang dingin itu, Juan Bernardino tidak melihat keponakannya datang. Juan Diego telah meninggalkan desanya pagi-pagi sekali untuk menghadiri Misa pagi dalam memperingati Bunda Maria. Gerejanya terletak di desa Tlaltelolco dan para romo disana selalu menekankan pentingnya untuk datang ke Misa Kudus sebelum dimulai, dan memanggil satu-persatu nama-nama orang yang sudah dibaptis sebelum Misa Kudus dimulai.

Ketika berlari-lari melewati perbukitan seperti biasanya, Juan Diego menghentikan langkahnya tiba-tiba karena mendengar suara yang diduganya adalah suara burung. Ini sangat membuatnya terheran-heran karena pada bulan sekian, semestinya semua burung-burung sudah bermigrasi ke wilayah yang lebih hangat. Agaknya suara kicauan itu begitu tajam dan mengejutkan…sesuatu yang tidak dapat diabaikan. Serentetan nada yang serasi datang dari bukit kecil yang tandus yang disebut Tepeyac dimana dulunya disana berdiri suatu kuil bagi Bunda Dewi yang dipuja oleh suku Aztec.

Sekonyong-konyong suara musik itu berhenti diisi dengan keheningan, lantas terdengar suara seorang wanita yang memanggil-manggil namanya : “Juan! Juan Diego! Juanito! Juan Dieguito!”

Siapapun orangnya, panggilan itu membuatnya sangat terdorong untuk menemui orangnya. Dia berlari ke puncak bukit dan baru setibanya dia disana dia melihat sesuatu. Seorang gadis Meksiko muda yang berusia sekitar 14 tahun dengan kilauan keemasan yang terpancar dari sekujur tubuhnya dari kepala sampai ke kaki. Segala pancaindera Juan Diego terliputi seolah dunia telah menghilang dan yang ada hanyalah penglihatan akan gadis muda yang sangat cantik dan suaranya. Gadis itu berbicara kepadanya dalam bahasa asli Aztec:

Nopiltzin, campa tiauh?” Demikian gadis itu berkata “Juan, anakku yang paling kecil mungil, hendak kemana engkau pergi?

Juan menjawab, “Bunda dan puteri, aku sedang bergegas ke Tlaltelolco untuk menghadiri Misa Kudus dan mendengarkan Injil.”

Wanita itu lantas berkata: “Puteraku yang baik, aku mengasihimu. Aku ingin engkau tahu siapa aku. Aku adalah Maria Perawan Abadi, Bunda Allah yang sejati yang memberi hidup dan memeliharanya. Dia menciptakan segala hal. Dia ada di segala tempat. Dia adalah Tuhan dari langit dan bumi. Aku menginginkan sebuah teocali (=kuil atau gereja) di tempat ini dimana aku akan menunjukkan belahkasihku kepada kaummu dan kepada semua orang yang dengan tulus hati meminta pertolonganku dalam kerja dan kesulitan mereka. Disini, aku akan melihat air mata mereka. Aku akan menghibur mereka dan mereka akan merasakan kedamaian. Oleh karena itu sekarang pergilah ke Tenochtitlan (=Kota Meksiko) dan katakan kepada Bapa Uskup semua yang telah kamu lihat dan dengarkan.

Juan menjatuhkan diri berlutut keras-keras diatas batu cadas ketika sang Perawan mengatakan kepadanya siapa dirinya, akan tetapi meski demikian dia tidak merasakan sakit sedikitpun. Dia menyungkurkan dirinya di kaki Bunda Maria dan menjawab:

Bunda yang mulia, aku akan melakukan apapun yang engkau titahkan kepadaku!

Maka berangkatlah dia. Sembari berlari-lari menuruni bukit, terpikirkan olehnya bahwa apa yang diminta oleh Bunda Maria bukanlah suatu perkara kecil. Pertama-tama jarak yang ditempuh sekitar 8 kilometer cukup melelahkan bagi seorang yang sudah berusia 57 tahun. Selain itu, terpikirkan juga apa yang mungkin akan dilakukan oleh para tentara dan tukang pukul Spanyol yang melihat dirinya orang miskin papa yang hina, yang berani datang ke kota besar. Ditambah lagi masalah mencari tempat tinggal sang Uskup, karena dia sama sekali tidak tahu dimana letaknya. Setelah melalui berbagai kesulitan, akhirnya Juan Diego berhasil menemukan tempat sang Uskup, dan setelah diperlakukan secara kasar oleh para pelayan, dia akhirnya diperbolehkan masuk ke dalam untuk menemui sang Uskup.

Uskup Don Fray Juan de Zumarraga sebetulnya baru terpilih dan belum dikonsekrasikan sebagai Uskup. Tetapi dia telah melakukan banyak hal terutama mengurangi perlakuan kasar para Konquistador (penakluk) Spanyol, terhadap orang-orang suku Indian, dan beliau sangat dihormati. Dia menemui Juan Diego setelah waktu yang cukup lama, karena dia sendiri baru diberi tahu tentang kedatangan Juan setelah tertunda waktu yang lama.

Agaknya seseorang akhirnya memutuskan untuk memberi tahu sang Uskup mengenai orang dusun yang sedang menunggu-nunggu kehadirannya dengan sebuah pesan yang hanya boleh disampaikan kepada bapa Uskup pribadi. Dengan sopan bapa Uskup mendengarkan kisah yang dituturkan oleh Juan lewat seorang penterjemah, dan beliau terkesan oleh ketulusan dan kerendah-hatian Juan Diego. Dia menanyakan Juan sejumlah pertanyaan, dan puas akan kenyataan bahwa Juan adalah seorang yang telah mendapat katekis yang baik.Tetapi pesan yang dibawa oleh Juan menyangkut permintaan mendirikan sebuah bangunan gereja di tengah-tengah tanah tandus sulit untuk diterima akal sehat. Dia mengatakan kepada Juan bahwa dia akan memikirkannya dan bahwa mereka akan melanjutkan percakapan nantinya.

Hari sudah malam ketika Juan mencapai tanah tandus di bukit dimana dia melihat Bunda Maria menampakkan dirinya, dan dia sangat lelah dan lapar, karena telah berpuasa sejak matahari terbenam sehari sebelumnya. Bahkan mungkin dia juga sangat sedih karena misinya gagal. Setelah mendaki bukit itu, dia terkejut melihat Bunda Maria berada disana sedang menunggunya. Bunda Allah telah menunggunya selama ini sendirian di atas bukit tandus itu! Dia menjatuhkan dirinya berlutut dan berkata:

Santa Perawan Maria dari Guadalupe

“Bunda dan Ratu yang baik, aku melakukan titahmu. Aku memberitahukan kepada Bapa Uskup tentang segala hal yang telah kulihat dan kudengar disini. Dia mendengarkan, dan menanyakan banyak pertanyaan, tetapi aku yakin bahwa beliau tidak percaya segala hal yang kukatakan. Dia berpendapat bahwa aku telah salah sangka tentang keinginanmu untuk sebuah bangunan gereja disini, dan bahkan tentang siapa sebenarnya yang aku lihat dan bercakap-cakap disini. Dia berbaik hati memberi ijin kepadaku untuk menemuinya kembali, tetapi aku khawatir bahwa aku tidak bisa berbuat lebih jauh. Aku tidak layak menerima kepercayaanmu dengan pesan yang penting itu. Mohon kirim orang lain yang lebih layak, karena aku bukan siapa-siapa. Maafkan keterus-teranganku dalam menasihatimu.”Sang Perawan Maria berkata: “Dengarkan putera mungilku. Ada banyak orang lain yang bisa aku kirim. Tetapi engkaulah yang aku pilih untuk menjalankan tugas ini. Maka esok pagi berangkatlah kembali menemui Bapa Uskup. Katakanlah kepadanya bahwa Perawan Maria-lah yang mengirim engkau, dan ulangi permintaanku untuk mendirikan sebuah gereja di tempat ini.”

Aku akan melakukannya dengan rela,” Juan menjawab, “tetapi aku khawatir Bapa Uskup tidak akan senang melihat aku kembali secepat ini. Dan kalaupun dia senang, dia mungkin tetap saja tidak akan percaya bahwa engkaulah sungguh-sungguh yang mengutus aku. Tetapi aku adalah pelayanmu dan akan menuruti segala kehendakmu. Esok aku akan kembali ke sini untuk memberitahukan hasil kunjunganku yang kedua kalinya. Bunda yang mulia, beristirahatlah sampai nanti.

Pada pagi hari berikutnya Juan bangun pagi-pagi sekali dan pergi ke Misa Kudus, dan setelah Misa selesai dia melanjutkan perjalanan ke kota Meksiko. Agaknya setelah dimarahi akibat sikap kasar mereka sehari sebelumnya, kali ini para pelayan membolehkan dia langsung menemui Uskup. Sang Uskup sangat terkejut melihat dia datang kembali begitu cepatnya, dan begitu pagi-pagi sekali, tetapi dia mendengarkan dengan sabar dan baik hati, cerita itu untuk kedua kalinya, dan betapa besar keinginan sang Perawan agar sebuah gereja didirikan di atas bukit. Agaknya surga telah memenuhi pikiran sang Uskup, sehingga dia mulai percaya bahwa Juan tidak salah paham ataupun membuat-buat cerita ini. Dia membutuhkan suatu bukti. Tetapi bukti apa?

Dengan agak ragu-ragu, karena tidak ingin menimbulkan kesan bahwa dia mempertanyakan motivasi Bunda Surgawi, dia meminta Juan untuk menyampaikan kepadanya bahwa dia dengan rendah hati meminta suatu tanda yang akan menjadi bukti bahwa sungguh-sungguh Bunda Maria sendirilah yang membuat permohonan ini. Juan merasa lega hatinya karena setidaknya kali ini dia mendapat suatu kemajuan karena dia tidak segera dikirim pulang kali ini, dan dia melanjutkan kembali ke bukit seperti yang telah dia janjikan sebelumnya.

Setibanya disana, sekali lagi karena melihat sang Perawan telah berada disana menunggunya, dia segera berlutut dan mengatakan kepadanya bahwa bapa Uskup telah menemuinya dan mendengarkan dengan lembut, tetapi bahwa dia meminta sebuah tanda sebelum gereja bisa dibangun. Dengan kesabaran seorang ibu, Maria mendengarkan, dan bukannya merasa tidak senang, malah beliau agaknya senang. Dia berkata:
Baiklah, putera kecilku. Kembalilah besok saat menjelang fajar. Aku akan memberimu suatu tanda baginya. Engkau telah mendapat banyak kesulitan karena permintaanku, dan aku akan memberimu upah oleh karenanya. Pergilah dalam damai dan beristirahatlah.”

Bukannya pulang ke rumah, Juan langsung pergi menemui pamannya. Dia terkejut setibanya disana, karena mendapatkan pamannya telah terinfeksi penyakit demam yang menular dan mematikan yang telah sering dilihat oleh Juan. Dia tidak beristirahat, malahan melakukan segala hal yang bisa dilakukannya untuk mengurusi paman yang sedang menderita sakit keras. Sepanjang malam itu, siang hari berikutnya, dan malam hari berikutnya, Juan menunggui sang paman disamping ranjangnya. Pada hari Selasa pagi, kondisi Juan Bernardino membruk, dan dia tahu bahwa dia mungkin tidak dapat bertahan bahkan sehari lagi. Dia meminta keponakannya untuk memanggil seorang imam supaya dia dapat menerima Sakramen Pengurapan orang sakit. Juan Diego akhirnya mengalah, dan meskipun dia sesungguhnya tidak ingin meninggalkan pamannya sendirian meregang maut, dia menyadari bahwa mungkin ini satu-satunya hal yang bisa dilakukan bagi pamannya.

Untuk memanggil seorang imam, Juan harus pergi ke Tlaltelcolco. Untuk pergi ke Tlaltelcolco, dia harus pergi memutari wilayah bukit Tepeyac. Karena dia telah melihat Bunda Maria di sisi barat, maka kali ini dia akan pergi melintasi sisi timur dengan harapan supaya Bunda Maria tidak melihatnya dan lantas membuatnya tertunda, karena setiap saat adalah waktu yang berharga demi mendapatkan Sakramen Pengurapan bagi pamannya. Begitu besar rasa kasihnya kepada sang paman, sehingga dia lebih rela menunda bertemu dengan Bunda Maria demi untuk mengurusi keperluan pamannya! Tetapi dia baru saja akan melintasi sisi timur ketika dia melihat Bunda Maria menuruni bukit.

Sewaktu berjalan menemui Bunda, pasti rasa malunya luar biasa besarnya. Untuk menyembunyikan perasaannya, seperti seorang anak kecil, Juan Diego mencoba untuk merubah topik pembicaraan. Dengan Juan berlutut dihadapannya, Bunda Maria bertanya, “Puteraku yang mungil, ada masalah apa?” Juan ,menjawab dengan sembarangan, “Bunda! Mengapa engkau bangun begitu pagi-pagi sekali? Apakah engkau baik-baik saja?” Menyadari kebodohannya, segera dia meminta maaf, “Maafkan aku. Pamanku menjelang ajal karena demam cocolistle dan memintaku untuk memanggil seorang imam untuk memberikan Sakramen Pengurapan kepadanya. Bukan janji kosong belaka yang kuucapkan bahwa aku akan menemuimu kemarin pagi dan membawa tanda yang akan engkau berikan kepada bapa Uskup. Tetapi pamanku sakit keras.

Dengan tersenyum, Maria menjawab, “Puteraku yang mungil. Jangan khawatir dan terbeban. Bukankah aku ini adalah ibumu? Tidakkah engkau berada dalam perlindunganku? Pamanmu tidak akan meninggal saat ini. Pada saat ini juga kesehatannya telah pulih. Tidak ada gunanya engkau melanjutkan perjalananmu, dan dengan hati damai engkau bisa melakukan permintaanku. Pergilah ke puncak bukit; potonglah bunga-bunga yang tumbuh disana dan bawalah kepadaku.”

Bunga-bunga? Tidak mungkin ada bunga-bunga yang tumbuh pada saat ini di akhir tahun di bukit yang dingin beku itu. Akan tetapi tidak mungkin juga kesehatan pamannya bisa pulih dalam sekejap. Oleh karena itu Juan Diego tidak lagi bertanya-tanya dan langsung naik ke puncak bukit menuruti petunjuk Bunda Maria. Di atas puncak bukit dilihatnya suatu pemandangan yang tidak dapat dipercaya. Bunga-bunga mawar!!! Bunga Mawar Kastilian (dari Spanyol) ! Dia memotong tangkai bunga-bunga tersebut, lantas untuk melindungi dari angin dingin, dia meletakkannya di dalam tilma yang dipakainya. Tilma adalah semacam jubah khas Indian yang dipakai di bagian depan dan seringkali digunakan untuk membawa benda-benda. Dengan berlari-lari dia menuruni bukit dan menemui sang Perawan dan berlutut di depan Bunda Surgawi.

Maria tidak puas dengan cara bunga-bunga tersebut diletakkan di dalam tilma dan dengan cermat dia mengatur setiap tangkai bunga dengan kedua tangannya, dan kemudian menyimpulkan kedua ujung tilma supaya isinya tidak tertumpah.

Lalu dia berkata, “Engkau lihat, putera kecil, ini adalah tanda yang aku kirim kepada Uskup. Katakan kepadanya bahwa sekarang dia mendapatkan tanda yang dimintanya, maka dia harus membangun gereja yang kuminta di atas tempat ini. Jangan biarkan orang lain kecuali dirinya melihat apa yang engkau bawa. Peganglah kedua sisinya sampai engkau tiba di hadapannya dan selesai menceritakan tentang bagaimana aku mencegat engkau dalam perjalananmu untuk memanggil seorang imam untuk memberikan Sakramen Pengurapan kepada pamanmu, dan betapa aku meyakinkanmu bahwa dia telah pulih sepenuhnya dan selanjutnya mengirimmu ke atas bukit untuk memotong bunga-bunga mawar ini, dan aku sendiri yang mengaturnya seperti ini. Ingatlah, puteraku yang mungil, bahwa engkau adalah dutaku yang kupercaya, dan kali ini bapa Uskup akan percaya apa yang engkau ceritakan kepadanya.

Saat itu adalah untuk terakhir kalinya Juan Diego melihat atau mendengar Bunda Maria sepanjang sisa hidupnya di dunia.

Dengan memegang erat-erat bawaannya yang berharga, Juan tiba di tempat tinggal bapa Uskup. Meskipun dia berusaha menyembunyikan apa yang dibawanya di balik tilmanya, akan tetapi wangi mawar surgawi yang menyengat memenuhi udara disekitarnya. Para pelayan membolehkan dia masuk, tetapi mereka menjadi sangat ingin tahu akan apa yang dia bawa, tertama setelah mencium wangi harum bunga mawar. Merekapun mulai mendesak-desak Juan untuk memberitahukan apa yang ada di balik tilmanya, dan beberapa bunga menjadi tampak kelihatan. Ketika para pelayan menyentuh mawar-mawar tersebut, mereka berubah rupa dan lenyap. Keributan yang ditimbulkannya membuat sang bapa Uskup datang bergegas untuk melihat apa yang terjadi.

 


St.Juan Diego menunjukkan tilma bergambar Bunda Maria



Melihat Juan untuk kesekian kalinya dan kembali begitu cepatnya tentu membuat sang Uskup menjadi lelah berurusan dengan orang dusun yang sederhana ini, dan dia segera menyuruh Juan Diego untuk masuk ke ruangannya, bersama-sama beberapa pengurus rumah tangga sang Uskup. Berdiri di hadapan Uskup, dia tidak berani berlutut karena khawatir bunga-bunganya akan tertumpah keluar sebelum dia selesai menceritakan kisahnya seperti yang telah diperintahkan oleh Bunda Maria. Juan kembali menceritakan apa yang telah dilihatnya dan didengarnya. Setelah dia selesai, Juan membuka simpul-simpul pada tilmanya dan menumpahkan bunga-bunga yang telah diatur secara hati-hati tersebut ke atas lantai. Hanya dalam waktu beberapa detik, bapa Uskup bangkit dari kursinya dan berlutut di depan kaki Juan Diego. Juan berpikir, “Apa-apaan ini?” Tetapi bukan dia yang membuat bapa Uskup dan orang-orang itu berlutut, tetapi bahwa Bunda Maria telah menyatakan rupanya dalam gambar yang muncul pada tilma yang dikenakan oleh Juan Diego. Gambar yang muncul secara mukjijat pada tilma Juan Diego adalah rupa Maria yang sama persis ketika dia menampakan dirinya kepada Juan Diego. Sekarang rupa penampakannya yang mulia bisa dilihat oleh semua orang.Dengan penuh hormat, bapa Uskup membawa gambar tersebut ke kapel pribadinya dan menggantung tilma tersebut di dinding di dekat altar dimana banyak orang berdoa dan takjub selama berjam-jam. Pada hari berikutnya gambar Bunda Maria tersebut dibawa dalam suatu prosesi yang gegap gempita ke katedral dimana banyak orang datang melihat dan berdoa di hadapannya. Berita tersebut tersebar dengan cepat dan beribu-ribu orang menunggu berjam-jam untuk mendapat kesempatan melihat secara sekilas mukjijat ini. Sementara seisi kota merayakan hal itu, sang bapa Uskup, yang sekarang sudah sepenuhnya percaya, menanyakan Juan Diego dimana Bunda Maria meminta suatu gereja dibangun dan beliaupun berangkat kesana. Meskipun tempat tersebut sama sekali tidak indah, dan tidak lagi ditemui mawar yang sebelumnya tumbuh disana, segala hal ini tidak menjadi soal sekarang. Semua keragu-raguan sudah lenyap. Bapa Uskup menyuruh Juan Diego untuk menemui pamannya dan dia sendiri lantas memberkati tanah di sana dan segera bergegas untuk membangun suatu gereja disana.

Detail gambar yang ada di mata Bunda Maria
pada lukisan di tilma


Sekembalinya Juan ke kampungnya, dia melihat pamannya sedang menikmati sinar matahari di depan rumahnya, sehat seperti sediakala, dan berlari-lari untuk menyongsongnya, ingin segera menceritakan apa yang terjadi padanya. Akan tetapi pamannya lebih dahulu bercerita bahwa ketika itu dia sangat lemah sehingga untuk minumpun tidak mampu dan dia merasa kematian sudah diambang pintu. Tiba-tiba seluruh ruangan dipenuhi oleh seberkas cahaya, dan seorang gadis muda yang sangat cantik muncul dan mengatakan bahwa dia akan sembuh, dan bahwa dia telah mencegat keponakannya, Juan Diego, untuk mengutusnya mengirimkan gambar dirinya kepada bapa Uskup. Dia lantas mengatakan kepada Juan Bernardino bahwa dia berkeinginan supaya dirinya maupun gambar dirinya disebut dengan sebutan “Santa Maria de Guadalupe.” Setelah dia pergi, sang paman merasakan bahwa dirinya sehat sediakala.

Guadalupe. Betapa Allah mengenal umat-Nya! Pertama, kata ini memiliki makna yang mendalam bagi orang-orang Spanyol. Guadalupe adalah nama yang diberikan bagi sebuah patung kecil Santa Maria di kota Saracenic, Spanyol, dan adalah patung dimana Columbus pernah berdoa dihadapannya, di dalam kapalnya yang bernama Santa Maria, sebelum ia berangkat dalam perjalanannya yang legendaris. Bagi orang Aztec, kata-kata ini juga punya makna yang mendalam. Meskipun bahasa asli Aztec, Nahuatl, tidak memiliki huruf “G”, “D”, atau “R”, “Santa Malia” – demikian mereka mengucapkan kata “Maria”, sangat mereka kenal. Bernardino kemungkinan besar mengulang kata-kata Bunda Maria sebagai “de Quatlashupe” yang dengan mudah dimengerti oleh orang-orang Spanyol sebagai Guadalupe. Akan tetapi bagi Bernardino sendiri sebagai seorang suku Aztec, kata yang diucapkan oleh Bunda Maria lebih terdengar sebagai “tetcoatlaxopeuh”, yang punya makna khusus karena artinya tidak lain adalah Ular Batu. Maria menyatakan bahwa dirinya telah mengalahkan dewa jahat, seekor ular, “Quetzalcoatl”, yaitu dewa yang disembah oleh orang-orang Aztec. Banyak orang telah dipersembahkan nyawanya sebagai kurban bagi dewa ini.

Gambar Santa Perawan Maria dari Guadalupe juga kaya akan simbolisme. Gambar Bunda Maria dikelilingi oleh sinar cemerlang, berdiri di atas bulan, dan dengan bintang-bintang di mantolnya mencerminkan gambaran yang didapati dalam Kitab Wahyu, “Tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” (Wahyu, 12:1).

Ini merupakan juga simbol dari kemenangan ilahi atas agama kafir. Sinar matahari adalah simbol dari dewa Aztec Huitzilopochtle. Sebab itu, Bunda Maria berdiri di depan sinar matahari menunjukkan bahwa ia memaklumkan Allah yang benar, yang lebih besar dari Huitzilopochtle dan yang mengungguli kuasanya.

Bunda Maria juga berdiri di atas bulan. Bulan melambangkan malam dan kegelapan, dan ini berhubungan dengan dewa Tezcatlipoca. Lagi, Bunda Maria berdiri di atas bulan memaklumkan kemenangan ilahi atas kejahatan.

Di samping itu, dalam ikonografi Kristiani, bulan sabit di bawah kaki Bunda Maria juga melambangkan keperawanan yang tetap selamanya dan ini berhubungan dengan Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa dan Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga.

Bintang-bintang di mantolnya menyatakan bahwa ia datang dari surga, sebagai Ratu dan Bunda yang mengasihi.

Wajah Bunda Maria, dengan warna kulitnya, rambut dan mata berwarna gelap, mencerminkan sosok seorang Indian. Kedua matanya juga memandang ke bawah, mengungkapkan kerendahan hati dan belas kasihan. Pula, dalam ikonografi Indian, seorang dewa memandang lurus ke depan dengan mata terbuka lebar; jadi, gambar di sini menunjukkan bahwa Maria tidak mengklaim diri sebagai Tuhan, melainkan hanya sebagai utusan-Nya dan sebagai Bunda yang mengasihi.

Bunda Maria didukung oleh seorang malaikat, lambang kerajaan di kalangan bangsa Indian. Sebagian orang menafsirkan gambar ini sebagai suatu tanda bahwa Bunda Maria memaklumkan suatu era baru yang akan datang.

Busana Bunda Maria juga memiliki makna istimewa. Warna merah muda dari gaun Bunda Maria memiliki dua penafsiran, sebagai lambang fajar dari suatu era yang baru, atau sebagai tanda kemartiran iman. Bros emas di bawah lehernya melambangkan kekudusan. Dan yang terakhir, pita sekeliling pinggangnya adalah lambang keperawanan. Namun demikian, pita yang bersimpul ini memiliki beberapa makna lainnya dalam budaya Indian Asli: pita bersimpul ini adalah nahui ollin, bunga dari matahari, yang adalah simbol kelimpahan, kesuburan dan kehidupan baru. Letak pita yang tinggi dan perut Bunda Maria yang tampak membuncit membuat sebagian orang berkesimpulan bahwa ia sedang mengandung.

Inilah yang menyebabkan orang orang suku Aztec menyambut iman Katolik dengan sepenuh hati dan percaya bahwa Bunda Maria telah menaklukkan sang ular. Meski Gereja Katolik baru saja kehilangan sekitar 6 juta pengikutnya di Eropa karena pecahnya reformasi Prostestan, tetapi di Amerika sekitar 8 juta orang menerima iman Katolik oleh satu saja penampakan Maria, yaitu Guadalupe.

Gambar Bunda Maria dari Guadalupe yang muncul secara mukjizat tersebut telah menjadi sasaran berbagai penelitian ilmiah. Berikut adalah hal – hal yang mengejutkan dan dapat mengubah cara berpikir kita mengenai Tilma Santa Maria dari Guadalupe :

  1.      Penyelidikan optamologi yang dilakukan terhadap mata Maria di tilma ini ditemukan bahwa apabila mata terpapar sinar, retina mata akan berkontraksi dan kembali pada kondisi melebar apabila tidak terpapar sinar sama seperti mata manusia hidup.
  2.        Suhu tilma ini, yang dibuat dari bahan yang diperoleh dari serat kaktus maguey, terjaga di suhu 98.6 derajat farenheit seperti suhu normal tubuh manusia.
  3.       Salah satu dari para dokter yang menganalisa lembar tilma ini, meletakkan stetoskop di bawah ikat pinggang hitam Bunda Maria dan mendengar denyutan teratur pada 115 detik per menit, atau sama seperti detak jantung bayi yang masih berada dalam kandungan.
  4.    Tidak terdapat jejak tumpahan atau goresan tinta pada tilma tersebut, tiga sampai empat inci dari gambar, orang hanya dapat melihat serat kaktus maguey pada bahan yang tidak tergambar. Penelitian ilmiah tidak dapat menemukan sumber pewarnaan dan metode yang dipakai untuk melukis gambar tersebut. Mereka tidak menemukan sisa sapuan kuas atau teknik melukis yang dikenal. Ilmuwan dari NASA mengakui bahwa bahan untuk melukis tidak berasal dari elemen yang ditemukan di bumi.
  5.       Ketika bahan diteliti dengan menggunakan sinar laser, hasilnya menunjukkan bahwa tidak ada pewarnaan terhadap bagian depan maupun bagian belakang kain dan warna – warna tersebut melayang pada jarak 3/10 milimeter (1/100 dari satu inci) di atas kain tanpa menyentuh kain itu. Warna – warna tersebut sebenarnya hanya melayang di atas tilma tersebut.
  6.      Bahan tilma yang terbuat dari serat maguey ini hanya dapat bertahan selama 20 – 30 tahun. Beberapa abad yang lalu, replika dari gambar tersebut dilukiskan pada sehelai kain maguey dengan kualitas yang sama dengan tilma tersebut dan kain itu hancur setelah beberapa puluh tahun. Namun, tilma yang asli selama hampir 500 tahun (sampai saat ini masih tergantung di Basilika Guadalupe, Mexico) sejak mukjizat itu terjadi, kain dengan gambar Perawan Maria itu tetap sekuat seperti hari pertama kain itu ditenun. Ilmu pengetahuan tidak dapat menjelaskan mengapa bahan ini tidak menjadi hancur.
  7.       Pada tahun 1971, asam klorida secara tak sengaja tumpah di bagian atas tilma tersebut. Dalam jangka waktu 30 hari tanpa perlakuan khusus, kain yang terkena tumpahan secara ajaib kembali ke keadaan seperti sebelum terkena tumpahan.
  8.      Bintang – bintang yang terlukis di jubah Bunda Maria di tilma tersebut mencerminkan konfigurasi dan posisi yang sama persis dengan bintang – bintang yang dapat dilihat di langit Mexico pada saat mukjizat tersebut terjadi. Dari segi jumlah dan tempat mereka masing – masing, ke empat puluh enam bintang yang paling bersinar yang dapat dilihat di cakrawala lembah Mexico dapat diidentifikasi.
  9.        Para ilmuwan menemukan bahwa mata perawan Maria dalam lukisan tilma ini memiliki sifat refraksi seperti mata manusia.
  10.     Di mata Perawan Maria Guadalupe (dengan ukuran hanya 1/3 inci) dapat ditemukan bayangan manusia dalam ukuran sangat kecil yang sulit untuk dilukis oleh manusia manapun. Gambar yang sama persis ditemukan dalam kedua bola matanya. Dengan menggunakan teknologi digital, bayangan tersebut diperbesar beberapa kali dan menunjukkan bahwa setiap mata memantulkan bayangan Juan Diego yang sedang membuka tilmanya di hadapan Uskup Zumarrego.Diatas semua itu, mukjijat yang terbesar dari penampakannya bukanlah penguatan dari ilmu pengetahuan. Mukjijat yang terbesar adalah bahwa Maria begitu mengasihi Puteranya, dan para anak-anak spiritualnya di dunia, sehingga dia memilih seorang Indian yang sederhana untuk mewartakan kabar keselamatan kepada satu benua, dan dengan demikian, membawa berjuta-juta rakyat asli benua Amerika ke dalam iman Katolik. Kalaupun suatu waktu tilma Bunda Maria dari Guadalupe lapuk dimakan jaman, mukjijat pertobatan jutaan penduduk asli Amerika yang masuk Katolik akan selalu bersama-sama dengan kita, sampai ke akhir jaman.



Basilika Bunda Maria Guadalupe, Mexico

Dua tahun kemudian berdirilah gereja yang pertama ditempat itu, tilma bergambar bunda Maria dipindahkan dari kapel uskup ke gereja itu supaya semua orang dapat menyaksikan dan mendapatkan berkat dari keberadaannya. Sejak saat itu banyak orang telah mendapat mujizat serta kesembuhan dengan mengunjungi dan berdoa di gereja tersebut yang selama ratusan tahun kemudian telah beberapa kali dibangun ulang. Sekarang kain tilma itu dikenal dengan nama “Our lady of Guadalupe” (ibu kami dari Guadalupe) dan gerejanya bernama Basilica of Our Lady of Guadalupe, setiap tahun diperkirakan 10 juta orang mengunjunginya, menjadikan tempat itu sebagai gereja yang paling banyak dikunjungi setelah gereja di Vatikan.Pada tahun 1921, dalam masa pemerintahan Jenderal Calles yang fanatik, yang melarang ke-Katolik-an, sebuah bom ditanam dalam basilika dengan tujuan menghancurkan tilma. Bom diperlemah hingga menghancurkan altar pualam di bawah tilma, memporak-porandakan jendela-jendela dan membengkokkan salib altar yang terbuat dari perunggu tebal. Meski begitu, tilma dan bahkan kaca pelindungnya sama sekali tak tersentuh. Sama seperti penampakan Maria menyatakan kemenangan agama sejati atas kekafiran yang haus darah dari kaum Aztec, bahkan dalam perkara ini, Bunda Maria menaklukkan kuasa kejahatan.

Basilika Bunda Maria Guadalupe, Mexico


Pada tanggal 12 Desember, Gereja merayakan pesta Santa Maria dari Guadalupe. Meskipun pesta ini bukan pesta yang dirayakan secara universal seperti layaknya pesta Maria Yang Dikandung Tanpa Noda setiap tanggal 8 Desember, tetapi di berbagai negara pesta Our Lady of Guadalupe adalah suatu pesta yang dirayakan secara besar-besaran. Gereja juga mengangkat Santa Maria dari Guadalupe sebagai: Santa pelindung seluruh Amerika, Santa pelindung janin-janin dalam kandungan dan sebagai Santa pelindung Filipina. Santa Maria dari Guadalupe, doakanlah kami.

Setelah penampakan Guadalupe, Juan Diego menyerahkan semua usaha dan harta milik kepada pamannya. Kemudian ia sendiri tinggal di sebuah kamar di samping kapel di mana lukisan suci Bunda Maria disimpan. Juan Diego sangat mencintai Sakramen Ekaristi; dengan ijin khusus dari uskup, ia diperkenankan menyambut Komuni Kudus tiga kali seminggu, sesuatu yang tidak lazim pada masa itu. Ia menghabiskan sisa hidupnya untuk mewartakan berita penampakan kepada orang-orang sebangsanya.

Juan Diego wafat pada tanggal 30 Mei 1548 dalam usia 74 tahun. Tiga hari kemudian, Uskup Zumarraga juga menghadap ke hadirat Tuhan. Paus Yohanes Paulus II memuji Juan Diego karena imannya yang bersahaja, yang senantiasa terpelihara oleh ajaran agama. Paus menetapkannya sebagai teladan kerendahan hati bagi kita semua.



April 1990, Juan Diego resmi dinyatakan sebagai beato oleh Paus Yohanes Paulus II di Vatikan. Sebulan sesudah kanonisasi itu, bertempat di Basilika Bunda Maria Guadalupe, Mexico, Paus memimpin upacara beatifikasi. Juli 2002 Juan Diego akhirnya resmi dinyatakan sebagai orang kudus dalam sebuah upacara khusus oleh mendiang Paus Yohanes Paulus II.


Sumber :
– https://id.wikipedia.org
– http://www.antoniuspadua.or.id
– http://yesaya.indocell.net
– http://www.guamaria.com
– http://www.miraclehunter.com

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama