Salah satu guru honor di SD Negeri Kuafenu yang sedang mengajar. Foto : Istimewa |
Dilematis, antara
pengabdian dan tuntutan hidup.
Kisah tiga guru honor
yang mengabdi di SD Negeri Kuafenu di Dusun Kuafenu, Desa Nuapin, Kecamatan
Fatumnasi, Kabupatan Timor Tengah Selatan, Provinsi NTT ini semakin menambah
deretan kisah pilu jeritan para guru honor yang meminta perhatian pemerintah
atas nasib mereka.
Yonatan Tamaleb, salah
satu guru honor di SD Negeri Kuafenu yang berhasil dikonfirmasi florespedia
pada Kamis (17/6) melalui telepon genggam mengungkapkan bahwa besaran honor
yang ia terima yakni sebesar 100 ribu rupiah per empat bulan.
Tiga guru honor di SD Negeri Kuafenu, Kabupaten TTS, Nusa Tenggara Timur. Foto : Istimewa
“Kami disini tidak hitung perbulan,
kadang-kadang empat atau lima bulan baru dikasih 100 ribu rupiah,” beber
Yonatan yang sudah mengabdi di SD Negeri Kuafenu selama 1 tahun 6 bulan ini.
Insentif guru honor SD
Negeri Kuafenu, kata Yonatan, diambil dari dana Komite dan dana desa.
Selama kurang lebih
satu setengah tahun mengajar di SD Negeri Kuafenu, Yonatan yang mengaku hanya
lulusan SMA ini baru lima kali menerima insentif guru honor.
“Sejujurnya, dengan
gaji yang begitu, tidak bisa penuhi kebutuhan, tapi kalau keadaanya sudah begini,
kita mau bilang apa lagi,” ujar guru honor yang mengaku masih berstatus lajang
ini.
“Tapi saya akan tetap
bertahan, karena disini paling uduk dan ini kampung saya sendiri jadi saya
terima apa adanya, saya mau bangun kampung saya,” ungkap guru honor yang
merupakan warga setempat.
Ia berharap agar
pemerintah baik daerah maupun pusat memperhatikan nasib mereka. Ia juga
berharap agar pemerintah mau memperhatikan bangunan SD Negeri Kuafenu yang
kondisinya sangat memprihantinkan.
Salah satu guru honor
SD Negeri Kuafenu lainnya, Martinus Taninas juga mengeluhkan hal yang sama.
Pria yang sudah tiga
tahun mengajar di SD Negeri Kuafenu ini mengaku mendapatkan insentif sebesar
100 ribu rupiah. Itupun dibayar setiap empat atau lima sekali.
“Paling empat lima
bulan baru kasih kita 100 ribu rupiah,” beber pria yang mengaku memiliki lima
orang anak ini.
Dengan penghasilan
seperti itu, selain mengajar, Martinus juga terpaksa bertani dan beternak untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga dan biaya pendidikan empat orang anaknya.
“Kalau kebutuhan bisa
dibayangkan sendiri dengan penghasilan seperti itu, kita sudah berkeluarga,
anak minta, istri juga minta,” ujar Martinus.
Dua orang anak Martinus
saat ini duduk di bangku SMA, satu orang SMP, satu orang masih SD kelas I
sedangkan anak bungsu belum bersekolah.
Selain mengajar,
Martinus juga menanam cabai, kacang tanah, beternak sapi dan kambing untuk
kemudian dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan
anak-anaknya.
“Mau harap saja honor
guru tidak bisa karena empat lima bulan baru 100 ribu rupiah,” ujar Martinus.
Alasan Martinus tetap
mengabdi di SD Negeri Kuafenu meskipun insentif yang ia terima sangat kecil
karena ia ingin membangun kampung halamannya sendiri.
Sama seperti Yonatan,
ia juga berharap agar pemerintah memperhatikan nasib tiga guru honor di SD
Negeri Kuafenu dan juga memperhatikan gedung sekolah SD Negeri Kuafenu yang
kondisinya sangat memprihatinkan.
Pada kesempatan itu,
Martinus juga mengungkapkan isi hati dan harapannya kepada Presiden Jokowi.
“Bapa Jokowi, tolong
kami tiga ini bagaimana ini, coba bapa pikir kami tiga ini, kami mau tentukan
apa-apa juga tidak bisa. Hanya dari bapa Jokowi saja yang punya hati, bagaimana
dengan kami tiga ini,” pintanya kepada Presiden Jokowi.
Selain Yonatan Tamaleb
yang sudah mengajar 1 tahun 6 bulan di SD Negeri Kuafenu dan Martinus Taninas
yang sudah tiga tahun mengajar di sekolah itu, ada satu guru honor perempuan
yakni Selfi Baitanu yang baru 6 bulan mengajar di SD Negeri Kuafenu.
Sementara itu, Kepala
SD Negeri Kuafenu lagi-lagi belum bisa dikonfirmasi.
Kontributor : Albert
Aquinaldo