Melihat Usaha Pertanian Sayur Organik Mantan Aktivis LSM di Sikka

Melihat Usaha Pertanian Sayur Organik Mantan Aktivis LSM di Sikka

Petani Milenial Mikael Guardus Sintus memperlihatkan tanam sayur pokcai yang ditanam dengan menggunakan media hidroponik. Foto : Athy Meaq


Setapak rai numbei - - MAUMERE - Pandemi Covid-19 memaksa orang tinggal di dalam rumah memunculkan budaya baru,salah satunya yakni dengan memanfaatkan pekarangan rumah berupa tanaman sayur organik dan hidroponik.

Mikael Guardus Sintus, seorang petani milenial, asal Dusun Bajo, Desa Geliting, Kecamatan Kewapante, Kabupaten Sikka merupakan salah satu contoh petani mileneal yang merintis usaha pertanian tersebut ditengah pandemi COVID-19.


Alumni Filsafat dan Theologi Graphe Internasional Theological Seminari ini sempat menjadi aktivis di sebuah LSM yang dikelola oleh UNICEF, namun ia rela mengundurkan diri dari tempat kerjanya hanya untuk mengembangkan tanaman organik dengan memanfaatkan pekarangan rumah.

 

Sayuran hidroponik yang ditanam dalam bentuk kolam yang dilengkapi dengan Yelowtrip untuk memberantas hama. Foto : Athy Meaq

Kepada media ini, Mikael mengisahkan, ada sebuah pemikiran yang sempat terlintas dibenaknya sehingga ia berinisiatif menanam sayuran organik dan hidroponik tanpa peptisida atau pupuk kimia lainnya. Yakni kesehatan ibu hamil jika memakan sayuran tanpa pestisida.


Terlihat sederhana dan tidak terbesit dipikiran banyak orang tapi itu adalah hal yang membahayakan kesehatan bayi dan juga bumil itu sendiri,"jelas Mikael yang ditemui media ini Jumad (18/6).

 

Tanaman Hidroponik sayur pakcoi. Foto : Athy Meaq

Menurut Mikael Guardus Sintus, berkebun di pekarangan rumah relatif mudah dilakukan, di mana setiap orang bisa belajar di Google atau Youtube, tanpa harus bertemu langsung dengan pengajar dan tanpa harus menjadi sarjana pertanian untuk menjadi ahli. Namun, menjadi petani organik itu tidak mudah apalagi bercocok tanam di dekat pesisir pantai, bagaimana harus melihat kesuburan tanahnya,Ph tanahnya yang naik turun tak menentu.


Dalam berkebun sayuran organik, kata Sintus, ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti media tanam yang digunakan serta pemberian kompos dan pupuk cair yang cukup, yang bisa dibuat sendiri.


Dikisahkan, Mikael memulai usaha sayur organik pada November 2020 dengan modal awal Rp 35.000 untuk pengadaan bibit sayur. Sayuran organik ini kemudian ditanam diarea pekarangan rumah yang hanya berukuran 2X 10 meter.Tanaman organik ditanam dalam bentuk bedeng sementara sayuran hidroponik dibuat seperti kolam.


"Saya tunggu uang pesangon dari lembaga ini belum keluar.Saya berprinsip jangan tunggu hari esok kalau bisa lakukan hari ini. Dengan modal Rp 35.000 saya pun mulai merintis usaha saya ini. Dan semua bahan mudah dijangkau dengan menggunakan barang-barang bekas seperti bambu,dan papan untuk buat pagar dan kolam," tutur Mikael.


Awalnya, ia membuat pupuk kompos dari semua limbah dapur yang dikumpulkan menjadi satu tempat dan diolah menjadi Pupuk Padat Organik (PPO) yang didalamnya sudah ada unsur hara, dasar NPK. Setelah itu ia membuat pupuk cair dengan memanfaatkan limbah rumah tangga.


“Kesimpulannya bukan cuma ladang usaha tapi bagaimana kita memikirkan kesehatan konsumen kita saat memakan sayur yang dibeli,” ujarnya.


Pekarangan seluas 2 x 10 meter ini ditanami berbagai jenis sayuran organik antara lain sayur pagoda, salada, pakcoi dan kangkung.


“Saya tanam sayur pakcoi dan pagoda yang katanya tidak bisa tumbuh diaerah pesisir dan saya uji coba secara organik dan berhasil. Sayur ini selain ditanam ditanah ada juga ditanam sistem hidroponik,” jelasnya.


Sayuran organik dan hidroponik tersebut berhasil ia panen dua kali dala sebulan. Sistem rotasi misalnya 14 hari sebelum panen ia sudah menyiapkan pembibitan jadi usai panen ia langsung menanam bibit baru.


Menurutnya, sayur tanpa peptisida atau pupuk kimia ini sangat baik untuk pertumbuhan ibu hamil dan bayi balita.


“Disini saya tidak pikirkan masalah bisnis tapi bagaimana kualitas dari sayur ini. Umumnya, sayuran hidroponik memiliki penampilan yang lebih segar dan ukuran yang lebih besar. Hal ini karena sayuran itu ditanam menggunakan media air. Penanaman didalam kolam tersebut juga menjauhkan sayuran dari serangan hama dan penyakit. Otomatis, sayuran hidroponik terhindar dari penggunaan pestisida. Saya menggunakan yelowtrip untuk mencegah hama seperti belalang, lalat dan ulat. Jadi tidak menggunakan peptisida untuk berantas hama,” tandasnya.


Mengkonsumsi sayuran dari kebun sendiri relatif lebih aman dan sekaligus menjadi solusi pemenuhan pangan skala rumah tangga, berbiaya murah dan mudah dilakukan.


“Pikiran saya cuma satu yakni mewujudkan masyarakat Sikka yang mandiri dan sehat. Itu misi saya. Mandiri itu melalui ekonomi kreatif cari peluang. Peluang yang saya pikirkan disini hanya di masalah sayur. saya mulai dengan tahap survei melalui website, kira-kira saya mau usaha apa untuk ekonomi kreatif. Hasil survei ternyata permintaan sayur itu tinggi. Tapi saya pikir yang mandiri itu bagaimana kita buat sebuah pekarangan rumah tetapi menghasilkan 5 sampai 6 juta perbulan,” tambahnya lagi.


Ia juga mengaku sering berdiskusi dengan beberapa petani di Kabupaten Sikka dan dari hasil diskusi itu ternyata masalah utama adalah pemasaran. Karena menurut pengakuan mereka, selama ini sayuran dijual ke para tengkulak dengan harga murah.


“Saya punya konsep petani yang tanam petani yang cape dan petani yang tentukan harga. Petani harus tau Marketing,” ujarnya.


Lebih lanjut ia mengatakan bahwa ia menjual sayuran miliknya berdasarkan hasil survei, dimana sayur yang paling diminati konsumen. Saat ini, Sintus mengaku telah mempunyai banyak pelanggan, bukan hanya di Kota Maumere namun merambah hingga Kota Kupang. Sebagian besar pelanggannya merupakan para pengusaha tionghoa dan para pegawai.


Sayur-sayuran tersebut ia jual secara online.


“Sayur ini dijual perbongol Rp 5000, ada juga tergantung ukuran kalau sayur selada ukuran premium harga Rp 7000 satu bongol, ukuran sedang Rp 5000, pakcoi super Rp 8000 perbongol dan sedang Rp 5000. Sayur ini rata-rata diminati oleh pengusaha-pengusaha china,dan pegawai,” ujarnya.


Alhasil, penghasilan yang ia peroleh dalam sebulan mencapai 6 hingga 7 juta rupiah.


“Kendala saya permintaan sebanyak 4800 konsumen dan saya hanya bisa layani 800 konsumen. Saya kekurangan stok. Dan saya berharap kedepan bisa melayani semuanya. Peminat untuk menjadi petani sayur organik masih kurang,” tandasnya.

Kontributor : Athy Meaq



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama