Para pemimpin umat Kristen, Yahudi, dan Muslim
meletakkan batu fondasi pembangunan House of One itu pada Kamis (27/5/2021).
Pada tempat yang sama tersebut akan dibangun masjid,
sinagoga dan gereja akan digabung di atas situs di Leipziger Strasse. Tempat tersebut
memiliki latar sejarahnya, yakni bekas fondasi gereja abad ke-13, yang rusak
parah selama perang dunia kedua dan juga dirobohkan selama komunisme berkuasa.
Wolfgang Schäuble, presiden Bundestag dan mantan
menteri ekonomi, menyebutnya sebagai “lokasi toleransi dan keterbukaan”, yang
katanya memiliki “aspirasi teologis untuk terbuka terhadap perspektif spiritual
dengan rasa hormat yang sama”.
Dia menekankan pentingnya proyek tersebut untuk
mempromosikan dialog antar agama dan untuk memerangi fanatisme dan kekerasan.
Para pemimpin proyek tersebut, yang akan dimulai
dengan sungguh-sungguh pada musim gugur dan diperkirakan akan memakan waktu
empat tahun. Inisiator pembangunan adalah imam Kadir Sanci, Rabi Andreas
Nachama dan Pastor Gregor Hohberg, seorang imam Protestan, yang semuanya mulai
didiskusiakan sejak satu dekade lalu.
Mingguan Die Zeit menyebut Tempat itu sebagai
“proyek konstruksi rumah ibadah paling spektakuler” di Jerman. Nachama, yang
sebelumnya bekerja sebagai pendeta untuk pasukan AS yang ditempatkan di Berlin,
mengatakan kepada surat kabar tersebut bahwa proyek tersebut muncul dari dialog
bertahun-tahun antara ketiga pemuka agama tersebut.
“Ide brilian Pastor Gregor Hohberg adalah untuk
menciptakan ruang spiritual di tempat gereja tertua di Berlin berdiri selama
750 tahun, yang menyatukan orang-orang Yahudi, Kristen dan Muslim dengan
orang-orang percaya dan tidak percaya lainnya. Itu harus menjadi rumah yang
saling menghormati,” katanya.
Biro arsitektur Berlin Kuehn Malvezzi berada di
belakang konstruksi, yang akan berdiri setinggi 46 meter. Bangunan tersebut diperkirakan
akan menelan biaya sekitar USD53,3 juta.
Joseph Schuster, presiden Dewan Pusat Yahudi di
Jerman, mengatakan dia menyambut baik fakta bahwa proyek tersebut akan
mendorong dialog antaragama. “Di sini agama bisa berbicara satu sama lain,
bukan tentang satu sama lain,” katanya.
Heinrich Bedford-Strohm, ketua Dewan Gereja Injili
di Jerman, mengatakan kepada media Jerman bahwa bangunan itu mengirimkan sinyal
penting “pada saat antisemitisme dan Islamofobia meningkat,” ungkapnya.*https://bulir.id/