Pesan dari Era '70-an: Hari Kiamat-nya Black Brothers (Kami Miskin dan Kami Bahagia, Si Gembel Menggugat)

Pesan dari Era '70-an: Hari Kiamat-nya Black Brothers (Kami Miskin dan Kami Bahagia, Si Gembel Menggugat)



Setapak rai numbei Rabu, 15 September 2021 di senja penuh inspirasi saya memutarkan sebuah lagu tembang kenangan tahun 70-an yang berjudul “Hari Kiamat”. Tapi kali ini rasanya lain. Saya sendiri mendengarnya dengan acuh tak acuh. Tapi ada satu lirik yang membuat saya tertarik dan ingat yaitu: Bintang jatuh hari kiamat Pengadilan yang penghabisan . Beberapa saat kemudian saya mencoba melantunkannya dalam irama music karaoke. Kali ini saya betul-betul menikmati setiap lirikan dari lagi tersebut.  Luar biasa. Syairnya sederhana dan simpel, tapi pesannya cukup dalam. Itu adalah sebuah kritik sosial. Saya searching di Google dan menemukan bahwa itu adalah lagu dari sebuah group band asal Indonesia Timur (Papua dan Sulawesi), "Black Brothers". Band itu cukup populer pada era '70-an. Lagu mereka itu berjudul "Hari Kiamat". Mari kita simak pesan dari syair tersebut yang saya rasa sangat relevan dengan kondisi kekinian kita. 

Hari Kiamat

Di tepi jalan si miskin menjerit
Hidup meminta dan menerima
Si kaya tertawa berpesta pora
Hidup menumpang di kecurangan

Sadarlah kau… cara hidupmu
Yang hanya menelan korban yang lain
Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang penghabisan

Itulah hidup semakin biasa
seakan tak pedulikan lagi
Tiada kasih bagi yang lemah
Disiram banjiran air mata

Sadarlah kau cara hidupmu
Yang hanya menelan korban yang lain
Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang penghabisan

 

 

Saya rasa saat ini jarang sekali musisi yang mengangkat tema-tema kritik sosial dalam lagu-lagu mereka. Jagad musik kita rasanya lebih banyak berisi kisah cinta yang biasa-biasa saja. Alangkah indahnya bila para musisi kembali menggemakan lagu-lagu kritik sosial yang dikemas dengan rangkaian nada indah. Hal itu akan membuat kita merenung, bukan sekadar terbuai. Inilah musik yang revolusioner. 

 

Kami Miskin, Kami Bahagia dengan Iramah Hidup


Jika kalian mau menyelami kami “si miskin” lebih jauh, tak akan keluar sedikit pun kata hinaan bagi kami. Tak akan menetes sedikit pun airmata untuk kami dan tak akan muncul istilah ketidakadilan bagi kami. Semua hasil penelitian, pemberitaan, peliputan yang melibatkan dan mengatasnamakan kami kaum miskin tidak seluruhnya benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam sudut apapun kami protes akan semua itu.

 

Kami miskin, tetapi kami jauh lebih bahagia dari kalian. Kami bisa tertawa lepas dan berbagi keceriaan. Lihat saja canda tawa anak-anak kami, tak terkekang oleh rasa laparnya perut. Kami memang miskin bukan berarti kami tidak cukup sandang dan pangan. Bagi kami sedikit itu pun sudah cukup tidak perlu banyak dan berlebihan, karenakami tidak serakah.


Justru kami merasa tersiksa ketika kemiskinan  kami diekspos dengan sebegitu hebohnya. Media-media menampilkan headline news atas status kami, politikus menjadikan kami target dari aksi kampanyenya. Mereka menampilkan dengan sebegitu berlebihannya, sehingga kami sendiri tidak tidak percaya bahwa kondisi kami sangat memprihatinkan dan bahkan mengenaskan seperti apa yang kalian tampilkan.




Bagi kami hal itu sungguh menjijikkan, karena kami tidak ingin dikasihani dengan begitu rendahnya. Kami hanya ingin rasa sayang dari kalian akan keberadaan kami, bukan rasa iba atau bahkan benci yang amat sangat kepada kami.


Berikan sedikit ruang bagi kami untuk menjalankan kemiskinan ini dengan tenang. Tak perlu lagi kalian usik dengan berjuta tetes airmata maupun isak tangis. Tanpa kalian pun kami bisa hidup dengan mandiri dalam kemiskinan ini.


Justru kalianlah yang banyak mengambil keuntungan dari kami. LSM didirikan, penggalangan dana di kedepankan, acara-acara televisi menjadi top rating dan berita tentang kami digembor-gemborkan. Semua itu sebenarnya hanya untuk meraup keuntungan diri kalian sendiri, hanya sekian persen saja yang sampai kepada kami. Apakah hal seperti itu tidak bejat namanya?


Kami ditampilkan seolah-olah menjadi orang teraniaya didunia. Airmata kami, kalian jadikan lumbung uang. Ekspresi kewajaran kami yang natural, kalian anggap rintihan. Apakah hal seperti itu tidak bejat namanya?


Sungguh atas nama kemiskinan kalian tega perlakukan kami seperti itu. Dan yang perlu kalian tahu adalah kami miskin dan kami bahagia. Camkan itu!!!


Salam, Gembel Menggugat..

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama