Hari
Kiamat
Di tepi jalan si miskin menjerit
Hidup meminta dan menerima
Si kaya tertawa berpesta pora
Hidup menumpang di kecurangan
Sadarlah kau… cara hidupmu
Yang hanya menelan korban yang lain
Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang penghabisan
Itulah hidup semakin biasa
seakan tak pedulikan lagi
Tiada kasih bagi yang lemah
Disiram banjiran air mata
Sadarlah kau cara hidupmu
Yang hanya menelan korban yang lain
Bintang jatuh hari kiamat
Pengadilan yang penghabisan
Saya rasa
saat ini jarang sekali musisi yang mengangkat tema-tema kritik sosial dalam
lagu-lagu mereka. Jagad musik kita rasanya lebih banyak berisi kisah
cinta yang biasa-biasa saja. Alangkah indahnya bila para musisi kembali
menggemakan lagu-lagu kritik sosial yang dikemas dengan rangkaian nada indah.
Hal itu akan membuat kita merenung, bukan sekadar terbuai. Inilah musik yang
revolusioner.
Jika kalian mau menyelami kami “si miskin” lebih
jauh, tak akan keluar sedikit pun kata hinaan bagi kami. Tak akan menetes
sedikit pun airmata untuk kami dan tak akan muncul istilah ketidakadilan bagi
kami. Semua hasil penelitian, pemberitaan, peliputan yang melibatkan dan
mengatasnamakan kami kaum miskin tidak seluruhnya benar dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam sudut apapun kami protes akan semua itu.
Kami miskin, tetapi kami jauh lebih bahagia dari
kalian. Kami bisa tertawa lepas dan berbagi keceriaan. Lihat saja canda tawa
anak-anak kami, tak terkekang oleh rasa laparnya perut. Kami memang miskin
bukan berarti kami tidak cukup sandang dan pangan. Bagi kami sedikit itu pun
sudah cukup tidak perlu banyak dan berlebihan, karenakami tidak serakah.
Justru kami merasa tersiksa ketika kemiskinan kami
diekspos dengan sebegitu hebohnya. Media-media menampilkan headline news atas status kami, politikus menjadikan kami target
dari aksi kampanyenya. Mereka menampilkan dengan sebegitu berlebihannya,
sehingga kami sendiri tidak tidak percaya bahwa kondisi kami sangat
memprihatinkan dan bahkan mengenaskan seperti apa yang kalian tampilkan.
Bagi kami hal itu sungguh menjijikkan, karena kami
tidak ingin dikasihani dengan begitu rendahnya. Kami hanya ingin rasa sayang
dari kalian akan keberadaan kami, bukan rasa iba atau bahkan benci yang amat
sangat kepada kami.
Berikan sedikit ruang bagi kami untuk menjalankan
kemiskinan ini dengan tenang. Tak perlu lagi kalian usik dengan berjuta tetes
airmata maupun isak tangis. Tanpa kalian pun kami bisa hidup dengan mandiri
dalam kemiskinan ini.
Justru kalianlah yang banyak mengambil keuntungan
dari kami. LSM didirikan, penggalangan dana di kedepankan, acara-acara televisi
menjadi top rating dan berita tentang kami digembor-gemborkan. Semua itu
sebenarnya hanya untuk meraup keuntungan diri kalian sendiri, hanya sekian
persen saja yang sampai kepada kami. Apakah hal seperti itu tidak bejat namanya?
Kami ditampilkan seolah-olah menjadi orang teraniaya
didunia. Airmata kami, kalian jadikan lumbung uang. Ekspresi kewajaran kami
yang natural, kalian anggap rintihan. Apakah hal seperti itu tidak bejat namanya?
Sungguh atas nama kemiskinan kalian tega perlakukan
kami seperti itu. Dan yang perlu kalian tahu adalah kami miskin dan kami
bahagia. Camkan itu!!!
Salam, Gembel Menggugat..