Carut Marut Etika Generasi Z

Carut Marut Etika Generasi Z



Setapak rai numbeiMasyarakat Indonesia sudah menganggap etika generasi muda banyak yang tidak sesuai tatanan budaya di Indonesia. Pada era ini mereka terus dituntut oleh perubahan zaman, jika pada zaman dahulu anak muda mencari uang karena kebutuhan ekonomi yang mendesak dengan berbagai alasan, berbeda dengan zaman sekarang anak muda lebih mencari kedudukan pada sebuah kompetisi yang didasari oleh era digital yang cenderung lebih memiliki sikap gengsi.

 “Selamat tinggal Generasi Milenial dan selamat datang Generasi Z” ujar pemuda generasi Z, tampaknya relevan untuk mempresentasikan fenomena sosial di era saat ini. Namun sebelum lebih jauh membahas mengenai perubahan sosial ini, apakah kamu tahu apa itu Generasi Z? Siapakah Generasi Z? Dan sejago apa Generasi Z?


Generasi Z adalah generasi yang lahir setelah Generasi Y atau yang biasa disebut Generasi Milenial. Tahun 1996-2010 merupakan tahun kelahiran dari Generasi Z ini. Generasi Z juga sering disebut sebagai Generasi Net karena mereka ini selalu berhubungan dengan teknologi canggih dan juga dunia maya yang berhubungan dengan internet.


Generasi Z dengan usia sekitar 14-16 tahun sudah sangat produktif dan terobsesi dengan produktivitas pekerjaan. Mereka bisa digolongkan ke dalam istilah "Toxic Productivity", di mana seseorang terobsesi dalam melakukan aktivitasnya. Mereka ini yang berusia 14-16 tahun bahkan sudah membuat CV dan magang yang seharusnya fase mereka belum sampai sini tetapi mereka sudah melakukan berbagai aktivitas yang produktif terhadap dunia kerja.


Sudah banyak sekali Generasi Z yang sekarang berumur 25 tahun ketika berumur 16 tahun mereka sudah melakukan produktivitas seperti ini. Dan kebanyakan dari mereka sangat mendukung adanya produktivitas yang dilakukan sejak dini karena mereka merasa sangat termotivasi dan juga senang dalam suasana yang sangat produktif. Sebenarnya walaupun istilahnya “Toxic” Productivity" namun, mempunyai banyak sekali keuntungan dan juga manfaat di masa mendatang. Begitu juga perlu dipahami apabila dunia kita sudah berbeda dengan zaman dahulu yang mana zaman sekarang sudah banyak mengubah cara pandang kita sebagai manusia yang hidup di zaman digital yang penuh dengan kompetisi. Sebuah rasa keingintahuan anak zaman sekarang bahkan lebih kuat dan berani, maka dari itu mereka bisa dengan nyaman dan menikmati saat melakukan sebuah produktivitas yang banyak menyita waktu bercanda dan sekadar bermain dengan teman mereka.


Bisa dibilang istilah “Toxic Productivity” ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu dalam hal bersosialisasi dalam membangun jaringan, mereka juga lebih banyak mendapat ilmu pengetahuan dan juga wawasan tentang dunia kerja, serta mental mereka bisa dikatakan akan lebih siap di masa mendatang jika menghadapi dunia kerja yang keras. Mereka akan sangat bagus dalam bekerja dengan tim atau mereka juga bisa lebih memahami tentang tujuan utama yang akan mereka jalani di masa mendatang. Pikiran mereka akan lebih terbuka dan juga akan lebih baik dalam penyelesaian masalah karena mereka sudah terlatih untuk itu semua sedari awal.


Orang yang termasuk ke dalam istilah "Toxic Productivity" ini juga bisa dilihat dari bagaimana latar belakang mereka. Tentunya berbeda-beda, bisa dari bagaimana cara orang tua mereka mendidik, bagaimana lingkungan mereka, dan tentunya apa yang mereka lihat dari perubahan di zaman sekarang ini. Dilihat dari era ini di mana teknologi dan digital menguasai seluruh dunia dan membuat semuanya terasa seolah-olah mati jika tidak mengikuti zaman ini. Saking berpengaruhnya teknologi dan digital para Generasi Z ini memiliki kemudahan dalam mendaftarkan diri untuk bekerja.


Ketika mereka masuk ke dalam sebuah organisasi atau perusahaan mereka melihat itu sebagai jenjang karier mereka selanjutnya. Generasi Z jelas mempunyai otak pintar, mereka selalu update tentang hal-hal baru, dan mereka juga mudah beradaptasi dengan hal baru. Namun, di sisi lain orang-orang lama yang sudah dulu terjun di dunia kerja atau organisasi seakan-akan tergeser oleh Generasi Z ini. Jika dilihat secara kasat mata trafik Generasi Z itu langsung naik ke atas padahal mereka tergolong orang baru di dunia kerja.


Tidak ada kesalahan untuk mereka, tetapi dilihat secara etika Generasi Z ini sangatlah tipis. Benar bahwa mereka tidak menyalahi aturan, tetapi mereka hanya berpatokan dengan aturan bukan pada etika dan budaya padahal sebuah aturan itu merupakan kesepakatan sebuah etika. Contohnya seperti ini, Generasi Z ini ikut berbisnis di sebuah pasar yang berisi orang-orang lama, tetapi di sana mereka memberi harga yang termurah di antara yang lain dan mereka hanya memikirkan keuntungan mereka sendiri, di situ pun mereka tidak merasa menyalahi siapa pun padahal sudah jelas dia merusak pasar di bisnis itu. Ketika membicarakan hal seperti ini rasanya rawan salah tangkap pengertiannya, mereka bisa berpikir bahwa mereka para Generasi Z ini tidak boleh bekerja, padahal boleh saja bahkan sangat boleh tetapi ini urusannya dengan mental mereka.


Secara sosial budaya, batas-batas etika semakin menurun sehingga kualitas budaya ketimuran semakin tergerus. Para Generasi Z ini sangat terobsesi dengan produktivitas yang mereka anggap sangat berguna bagi masa depan. Tetapi boleh saya bilang itu merupakan hal yang tidak pasti. Mereka mengira bahwa jika mereka melakukan pekerjaan ini dari umur mereka yang masih sangat belia, mereka akan sukses di masa mendatang. Padahal tanpa mereka sadari, mereka sedang menjajah diri mereka.




 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama