“Hasrat
seksual” itu idealnya dipelihara dengan ikatan cinta, kasih sayang tulus, serta
komitmen dalam menjaga kepentingan kedua pihak. Hanya saja, untuk mencapai
tataran ideal itu tidak gampang, tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Sebab, merindukan cinta sejati itu sama halnya merindukan keadilan. Merindukan
cinta sejati dapat diibaratkan bagai ingin memeluk air; yang sering terasa
“hanya basah dan menggigil”. Butuh komitmen dan konsistensi kuat untuk
mendapatkannya, meski harus ditebus dengan hati yang sering dipatah-patahkan
oleh aneka macam tantangan dan cobaan.
Antara Pemerkosaan
dan Sulitnya Menerjemahkan Cinta
Harus diakui, menerjemahkan cinta dalam sikap dan
perilaku dua pihak sungguh luar biasa rumit. Kesulitan ini dapat dihadapai
siapa saja, tanpa pandang bulu – entah itu pejabat penting, orang tidak
penting, atau orang pintar dengan sederet gelar akademik pun - dapat bingung
juga menerjemahkan cinta untuk memabngun relasi yang harmonis. Jika gagal
menerjemahkan cinta tapi maunya orgasme orgasme melulu, maka yang mungkin
terjadi adalah pemerkosaan hingga menimbulkan korban.
Kalau sekedar mengucapkan cinta (mengaku sayang)
sebatas kata-kata, memang mudah. Siapa saja dapat melakukannya. Lihat saja di
televise-televisi, radio-radio, majalah-majalah, koran-koran, hingga dunia
cyber internet; banyak orang membicarakan cinta. Tapi kadang banyak juga orang
yang tidak dapat mengerti benar cintanya itu sesungguhnya untuk apa. Kisah
Romeo and Juliet (karya William Shakespeare) yang terkenal di segala penjuru
dunia adalah potret pengakuan manusia masa lalu bahwa cinta kadang memang sulit
untuk dimengerti dengan nalar rasio yang telanjang.
Banyak orang menggambarkan cinta dengan
ungkapan-ungkapan yang melambung tinggi ke langit. Ada yang bilang, cinta dapat
membuat hidup orang terasa lebih hidup. Cinta mampu mengubah seorang pengecut
menjadi seorang pemberani, yang pelit jadi dermawan, yang malas jadi rajin,
yang pesimis jadi optimis, yang kasar jadi lembut, dan yang lemah jadi kuat.
Cinta mampu membuat kita seperti orang yang hilang tulang-belulangnya, lemas,
tak berdaya, dan merasa bodoh tanpa kita sadari.
Ada yang berpendapat cinta itu dapat memberikan
kekuatan positif luar biasa kepada yang merasakan dan memilikinya. Sebaliknya,
cinta juga dapat menimbulkan daya hancur luar biasa. Bahkan, kadang-kadang
cinta hingga harus diwarnai dengan tragedi kematian, seperti yang pernah
dialami seorang TKI asal Kediri, Jawa Timur. TKI yang baru pulang dari luar
negeri itu nekad memilih mati bersama suaminya dengan cara minum racun bersama.
Itu dilakukan demi membuktikan cinta sejati mereka setelah sebelumnya terlibat
perselisihan akibat rasa cemburu terkait adanya kecurigaan tentang
perselingkuhan. Haruskah cinta diterjemahkan dengan kematian tragis semacam
itu? Munculnya perilaku mengejutkan macam inilah yang kadang membuat cinta jadi
sulit untuk dimengerti.
Kata orang-orang, cinta itu dapat datang kapan saja
dan dapat menghampiri siapa saja, tanpa pandang bulu. Cinta bukan hanya
miliknya para pejabat, para intelektual, orang-orang cerdas atau orang yang
dikenal baik hati saja, para penjahat jalanan – entah itu pencopet maupun
perampok – juga memiliki cinta. Cinta bukan bukan hanya miliknya para penyair
hebat seperti Kahlil Gibran atau Jalaluddin Rumi, para gelandangan dan pengemis
juga dapat memilikinya. Tapi cara mereka dalam menerjemahkan cintanya dalam
kehidupan sehari-hari tentunya sangat beragam.
Lantas, bagaimana caranya menerjemahkan cinta dengan
baik agar mereka yang maunya orgasme melulu itu tak sampai mencari korban untuk
diperkosa? Sebaliknya, apakah keindahan seksual itu harus dinikmati dengan
cinta? Mari kita jawab pertanyaan itu dengan enjoy saja dalam kehidupan
sehari-hari. Tak perlu diperumit dengan polemik, saling mencibir dan lain-lain.
Mari mengalir saja seperti air. Tapi tulisan sambungannya nanti saja ya.
Maklum, lagi ribet urusan sehari-hari. Yang jelas, seks kini sudah jadi barang
dagangan dan ada juga yang “menjual” cintanya meski harus rela tidak dapat
menikmati indahnya seks seperti yang diharapkannya.