Anak-anak di Dusun Numbei, Desa Kateri Kabupaten Malaka sedang menikmati makan bersama di Posyandu. |
Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan
sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat
banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya. Padahal
seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang
paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan
(sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain,
stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.
Salah satu fokus pemerintah saat ini adalah
pencegahan stunting. Upaya ini bertujuan agar anak-anak Indonesia dapat tumbuh
dan berkembang secara optimal dan maksimal, dengan disertai kemampuan
emosional, sosial, dan fisik yang siap untuk belajar, serta mampu berinovasi
dan berkompetisi di tingkat global.
“Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dalam
pencegahan stunting, yaitu perbaikan terhadap pola makan, pola asuh, serta
perbaikan sanitasi dan akses air bersih”, tutur Menteri Kesehatan RI, Nila
Farid Moelok, di Jakarta (7/4).
Diterangkan Menkes Nila Moeloek, kesehatan berada di
hilir. Seringkali masalah-masalah non kesehatan menjadi akar dari masalah
stunting, baik itu masalah ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan,
kurangnya pemberdayaan perempuan, serta masalah degradasi lingkungan. Karena
itu, ditegaskan oleh Menkes, kesehatan membutuhkan peran semua sektor dan
tatanan masyarakat.
1) Pola Makan
Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses
terhadap makanan dari segi jumlah dan kualitas gizi, serta seringkali tidak
beragam.
Istilah “Isi Piringku” dengan gizi seimbang perlu
diperkenalkan dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi anak-anak dalam
masa pertumbuhan, memperbanyak sumber protein sangat dianjurkan, di samping
tetap membiasakan mengonsumsi buah dan sayur.
Dalam satu porsi makan, setengah piring diisi oleh
sayur dan buah, setengahnya lagi diisi dengan sumber protein (baik nabati
maupun hewani) dengan proporsi lebih banyak daripada karbohidrat.
2) Pola Asuh
Stunting juga dipengaruhi aspek perilaku, terutama
pada pola asuh yang kurang baik dalam praktek pemberian makan bagi bayi dan
Balita.
Dimulai dari edukasi tentang kesehatab reproduksi
dan gizi bagi remaja sebagai cikal bakal keluarga, hingga para calon ibu
memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan stimulasi bagi
janin, serta memeriksakan kandungan empat kali selama kehamilan.
Bersalin di fasilitas kesehatan, lakukan inisiasi
menyusu dini (IMD) dan berupayalah agar bayi mendapat colostrum air susu ibu
(ASI). Berikan hanya ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.
Setelah itu, ASI boleh dilanjutkan sampai usia 2
tahun, namun berikan juga makanan pendamping ASI. Jangan lupa pantau tumbuh
kembangnya dengan membawa buah hati ke Posyandu setiap bulan.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah
berikanlah hak anak mendapatkan kekebalan dari penyakit berbahaya melalui
imunisasi yang telah dijamin ketersediaan dan keamanannya oleh pemerintah.
Masyarakat bisa memanfaatkannya dengan tanpa biaya di Posyandu atau Puskesmas.
3) Sanitasi dan Akses Air Bersih Rendahnya akses
terhadap pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah akses sanitasi dan
air bersih, mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu,
perlu membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang
air besar sembarangan.
“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh
pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di
keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang
bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi
atau ibu dan anaknya”, tutupnya.
*Sekilas Mengenai Stunting*
Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas
manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya (bertubuh pendek/kerdil) saja, melainkan juga terganggu perkembangan otaknya, yang mana
tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif.