Sahabat....
Aku melihat mereka mematung tak berdaya menyaksikan banjir benanain, Kabupaten Malaka. Mereka tetap berdiri tegap walau sebagian telah meninggalkan kampung halaman menuju ke kota. Mereka pasrah pada keadaan tak mungkin berlari dari kehendak-Nya.
Ini elegi, tentang Tanah kelahiran Numbei di kala Banjir datang
menghimpit. Kita pernah bercerita tentang cinta yang memenjarakan hati, ada
luka, kecewa, putus asa akan adakah secercah cahaya membawa bahagia karena
semua terhapus banjir Benanain.
Ini misteri banjir yang selalu datang menyapa bak tamu musiman. Tahukah
engkau, lelaki malang yang meringkuk tak berdaya, dia tetap diterjang badai.
Karena kita tak pernah tahu kapan hidup akan berakhir dan kapan kita akan
belajar menghargai hidup kalau tidak begini.
Jeritan kecil memilukan, sang ibu mencari anaknya. Tangis sang bapak pun meluluh lantahkan ketegaran dalam ujian kehidupan tak tersisa satupun kekasih hati dan jiwanya.
Akankah ini satu teguran atas derita berkepanjangan
di tanah kelahiran ini. Meluapkan amarah atas ketidakadilan sang penguasa
yang hanya memperkaya diri tanpa melihat derita mereka
Alam telah memberi tanda namun manusia telat
membacanya, alam telah berteriak namun manusia telah tuli dengan lara
kehidupan. Alam pun telah mengguncangkan namun manusia terlena dalam
mimpi malam.
Semua atas kehendak-Nya karena dosa dosa yang telah
melumuri tubuh kita. Teguran demi teguran menyapa dalam kepedihan . Bangkitlah
dari lara, tanah merah membutuhkan dirimu.
Kamis, 04 Januari 2022