Siapa pun ingin hidup
senang, tak ada yang mau hidup susah apalagi menderita. Bahkan kalau perlu, tak
usah bersusah payah bekerja, segala sesuatu sudah tersedia. Inilah godaan
kenikmatan yang sering melanda kita.
Kini kita tengah
dihadapkan pada situasi di mana orang berlomba-lomba mencari kekuasaan.
Menjelang Pemilihan Kepala Desa serentak 2022 di wilayah Kabupaten Malaka, Provinsi
NTT, para kandidat berkontestasi. Beraneka cara dilakukan untuk mencari
simpati. Semua demi hasrat untuk berkuasa.
Tetapi bukan
mereka—para kandidat dalam Pilkades—saja yang punya hasrat berkuasa. Setiap
orang pun mengalami keinginan yang sama.
Bahkan, rasa-rasanya
tak mungkin ada orang yang dengan sukarela mau menjadi bawahan saja. Boro-boro jadi
bawahan, sudah punya jabatan saja seringkali masih kurang. Inilah godaan
kekuasaan.
Godaan
kehormatan lebih ngeri lagi melanda kita. Apalagi di jaman di mana
media sosial menyediakan ruang bagi kita untuk tampil dan memamerkan segala
sesuatu. Orang ingin dipuji dan dihargai. Mana ada sih orang yang
tidak mau dipuji dan dihargai?
Melalui media sosial
kita bisa tampil dengan gaya apapun. Tentu dengan harapan supaya dipuji banyak
orang. Lebih ngeri lagi melalui media sosial ada sebagian dari kita yang dengan
mudahnya ‘berbagi’ aneka berita, informasi atau apapun; tetapi tidak jeli
mengupas isi informasi yang kita bagikan.
Ada informasi dengan
judul menarik, langsung bagi ke teman melalui WhatsApp. Harapannya
tidak lain supaya dipuji, dikenal sebagai orang yang ‘intelek’, berpengetahuan
luas, dll.
Kalau yang dibagi itu
sesuatu yang baik dan memang benar sebenarnya tidak jadi soal. Masalahnya saat
ini ada beragam informasi hoax yang berpotensi memecah belah
kehidupan bersama.
Maka kalau hanya karena
‘hasrat’ dikenal dan dipuji sebagai orang pintar dengan cara berbagi informasi
yang sering tidak jelas kebenarannya, kok sepertinya amat
disayangkan.
Itulah ketiga jenis
godaan yang sering kita hadapi. Berhadapan dengan godaan-godaan itu, sering
kita lalai akan jati diri kita. Bahkan kita sering lupa akan sesama.
Bahkan, demi mendapatkan kenikmatan-kekuasaan-kehormatan, kita
menghalalkan bermacam cara untuk mendapatkannya.
Yesus digoda Iblis
Injil Lukas 4:1-13 menampilkan sosok Yesus yang digoda. Godaannya pun
sama: kenikmatan-kekuasaan-kehormatan. Saat godaan itu datang, Yesus
sedang berpuasa selama empat puluh hari lamanya. Namun apakah Yesus kalah
dengan godaan-godaan itu? Mari kita lihat satu per satu.
Godaan pertama kenikmatan. Injil
mengatakan: “Selama di situ (padang gurun), Yesus tidak makan apa-apa dan
sesudah waktu itu, Ia lapar” (ay. 2). Dengan cerdik, iblis menawarkan
sesuatu yang sungguh sedang Ia butuhkan. Iblis berkata kepada Yesus: “Jika
Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti” (ay 3).
Si Iblis tahu benar
bahwa Yesus punya kemampuan itu. Iblis tahu bahwa sebenarnya Yesus dapat
melakukan apapun yang Dia mau, termasuk mengubah batu menjadi roti untuk
memuaskan rasa lapar-Nya. Inilah godaan kenikmatan yang ditawarkan iblis. Namun
dengan tegas Yesus mengatakan: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan
dari roti saja” (ay 4). Sampai di sini Yesus bisa mengalahkan. Skor 1:0
untuk Yesus.
Mungkin saat ini godaan
soal makanan ini tidak relevan bagi kita. Apakah Anda bisa digodai dengan
makanan? Adakah yang kelaparan? Mungkin tidak. Bahkan barangkali kita justru
bingung: hari ini makan apa ya? Hari ini ‘makan siapa’ ya? Godaan
kenikmatan ini saat ini hadir dengan macam-macam hal, bukan hanya soal makanan.
Godaan kedua kekuasaan. Setelah
kalah 1:0, iblis tidak menyerah. Ia tahu bahwa manusia ingin berkuasa. Bahkan
hampir semua orang punya orientasi untuk berkuasa. Ini juga yang ditawarkan
oleh iblis pada Yesus. Yesus dibawa ke tempat tinggi. Diperlihatkan pada-Nya
semua kerajaan dunia dengan kemegahannya.
Iblis akan memberikan
kepada Yesus semua itu, hanya dengan satu syarat: “jikalau Engkau menyembah
aku!” (ay7).Menggiurkan bukan?
Syaratnya mudah sekali.
Yesus hanya diminta untuk menyembah si iblis. Namun Yesus menunjukkan
keteguhan. “Ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya
kepada Dia sajalah engkau harus berbakti!” (ay8).
Godaan kekuasaan tak
mampu memalingkan ketaatan Yesus pada kehendak Bapa-Nya. Skor 2:0 untuk
kemenangan Yesus.
Godaan kekuasaan dan
aneka kemudahan seringkali membuat orang lupa akan Tuhan. Ketika orang tidak
teguh hatinya, ia akan mudah tergiur oleh tawaran-tawaran dunia yang bisa
memalingkannya dari Tuhan.
Banyak orang jatuh karena
tergiur oleh aneka sogokan yang ditawarkan kepadanya. Saat orang tergiur dengan
tawaran-tawaran besar seperti itu, akibatnya ia sendiri akan terjatuh. Lebih
parah lagi, demi kuasa, orang bisa menghalalkan segala macam cara.
Godaan ketiga
adalah kehormatan, gengsi, harga diri. Setelah kalah 2:0 dengan
Yesus, iblis terus berusaha. Ia terus mencari cara untuk menggoda dan mencari
titik lemah manusia.
Rupa-rupanya si iblis
tahu Kitab Suci. Lihat saja bagaimana iblis memanfaatkan Kitab Suci untuk
menggoda Yesus. Ia tak mau kalah dengan Yesus, di mana saat melawan
godaan-godaan sebelumnya Yesus menggunakan landasan Sabda Allah untuk melawan
iblis.
Dengan cerdik si iblis
memakai landasan Sabda Allah: “Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu
dari sini ke bawah, sebab ada tertulis: Mengenai Engkau,Allahakan memerintahkan
malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangan-Nya,
supaya kaki-Mu jangan terantuk pada batu” (ay 9-11).
Hebat bukan? Rupanya
Iblis pun baca Kitab Suci. Maka Anda jangan sampai kalah dengan iblis!
Apa yang mau disasar
oleh iblis dengan mengatakan demikian?
Tak lain adalah soal
harga diri, gengsi, dan kehormatan. Iblis menyebut Yesus sebagai Anak Allah.
Yesus diingatkan bahwa sebagai Anak Allah, Ia akan mampu melakukan segala
sesuatu. Dan Allah akan melindungi-Nya.
Bisa dibayangkan kalau
Yesus melakukan itu, menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi dan tidak terluka
sedikit pun, maka orang yang melihat-Nya akan terkagum-kagum. Inilah kehormatan
yang ditawarkan.
Apakah lantas Yesus
kalah? Tidak. Yesus memakai kembali landasan Sabda Allah yang lain. “AdaFirman:
Jangan engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” (ay12).
Kalau kita cermati dari
cara iblis menggoda, iblis selalu tampil dengan cerdik, bukan dengan sesuatu
yang menakutkan. Kadang kita pun tak bisa membedakan apakah itu godaan iblis
atau bukan.
Perkuat iman, lawan godaan
Hidup kita pun tak
pernah lepas dari aneka godaan, entah itu godaan akan kenikmatan duniawi,
godaan untuk dihormati, maupun godaan kekuasaan. Godaan-godaan itu mengarah
pada satu hal: ketidaksetiaan.
Bagaimana kita mau
melawan godaan? Perkuatlah terus iman!
Dengan memperteguh
iman, kita akan setia. Iman itu menjadi benteng pertahanan kita. Maka Ul 26:4-10 dan Rm 10:8-13 memperlihatkan pentingnya pengakuan
iman itu untuk terus dihidupi. Kekuatan iman itu akan membawa pada keselamatan.
Kita bisa meneladan
Yesus yang mampu menepis segala godaan karena Ia tegas dalam menolak semua
godaan. Yesus mampu melawan aneka godaan, karena Ia teguh setia pada Allah Bapa
yang mengutus-Nya. Ia juga tetap berpegang pada Firman Allah.Iming-iming yang menggiurkan
tidak akanmempan kalau kita setia ikut teladan Yesus.
Semoga kita semakin
beriman pada Allah dan berpegang pada Firman-Nya sehingga kita dimampukan
mengatasi aneka godaan ketidaksetiaan itu. Berkat Tuhan.