Hendaknya istri selalu berupaya untuk menjadi
sahabat terbaik bagi suami dalam semua kondisi yang dihadapi suami. Dalam
kehidupan berumah tangga, laki-laki dan perempuan bukan hanya “pasangan suami
istri” yang resmi dan sah, mereka juga sepasang kekasih, dan mereka adalah
sahabat yang sangat istimewa satu bagi yang lainnya. Istilah “pasangan suami
istri” merujuk kepada corak ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan
setelah mereka menikah. Ini yang akan menimbulkan konsekuensi hukum dan
konsekuensi logis lainnya dalam pernikahan.
Namun istilah “sahabat” merujuk kepada sebuah
kedalaman ikatan hati, perasaan, emosi, jiwa, pikiran di antara mereka berdua.
Bukan hanya ikatan “keabsahan” atau “kehalalan” sebuah hubungan, namun sahabat
merujuk lebih kepada “kedalaman” hubungan tersebut. Keabsahan dan kehalalan
hubungan didapatkan melalui proses pernikahan, namun untuk mendapatkan
kedalaman hubungan antara suami dan istri, harus didapatkan melalui jalinan
persahabatan.
Pada pengantin baru, ikatan cinta di antara suami dan
istri bercorak sangat menggebu dan sangat fisik. Ini yang sering disebut
sebagai “mawaddah”. Pengantin baru menghabiskan sangat banyak waktu untuk
aktivitas fisik yang menggebu-gebu. Mereka bersenang-senang dan saling
menikmati fisik pasangan dalam sebuah bingkai yang halal dan resmi. Namun corak
seperti ini tidak akan berlangsung selamanya. Karena setelah suami dan istri
semakin tua, maka aktivitas fisik semakin berkurang. Corak hubungan juga tidak
lagi menggebu-gebu, tapi semakin dalam. Yang tersisa pada pasangan usia tua
tinggallah kualitas persahabatan di antara mereka. Ini yang sering disebut
sebagai “rahmah”.
Hanya sahabat yang mau menemani dan mendengarkan
cerita pasangan dengan sabar dan telaten. Pada pasangan tua, cerita mereka akan
berulang, menceritakan hal-hal yang sama, karena mereka tidak lagi memiliki
cerita baru. Orang tua selalu memiliki kesamaan ciri, yaitu mereka suka
mengulang-ulang cerita lama. Itu karena mereka tidak lagi memiliki cerita baru
untuk disampaikan. Pada anak-anak muda, pengalaman mereka masih terus
berkembang. Sangat banyak cerita baru yang bisa mereka sampaikan kepada
pasangan. Setiap bertemu dengan pasangan, selalu ada cerita-cerita baru yang
bisa dijadikan bahan obrolan.
Pada pasangan tua, mereka menghabiskan waktu berdua.
Duduk berdua di waktu pagi dan sore, berjalan-jalan di sekitar rumah berdua,
dan tidur malam berdua. Jika mereka memiliki kualitas persahabatan yang bagus,
maka pasangan tua tersebut akan tetap bisa menikmati hubungan di usia mereka
yang telah senja. Saat duduk berdua, menikmati teh panas, mereka akan bercerita
tentang hal-hal yang sama. Berulang-ulang, setiap pagi atau sore, setiap malam
atau siang, ceritanya selalu sama. Yang itu itu saja. Hanya sahabat yang betah
dan sabar mendengarkan cerita-cerita sama dari pasangannya.
Memahami Makna
Persahabatan
Untuk memahami makna persahabatan, pertama kali,
saya ajak anda menyimak kembali kisah yang dibacakan Torey Hayden kepada
Sheila, dalam buku Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil, halaman 219 – 226,
dalam judul The Little Prince. Dikisahkan, Pangeran Kecil hidup sendirian dalam
sebuah planet kecil, bersama sebatang tanaman mawar yang sangat dirawatnya.
Ketika Pangeran Kecil berjalan-jalan melihat mawar liar, ia bertemu
seekor rubah.
“Kemari, bermainlah denganku,” kata Pangeran Kecil,
“Aku sangat sedih”.
“Aku tidak bisa bermain denganmu,” kata rubah, ”Aku
belum dijinakkan.”
“Ah, maafkanlah aku,” kata Pangeran Kecil, tapi
setelah berpikir beberapa saat, dia menambahkan, “Apa artinya itu
--menjinakkan?”
“Itu adalah tindakan yang sering diabaikan,” kata
rubah. “Menjinakkan artinya menjalin ikatan.”
“Menjalin ikatan?”
“Begitulah,” kata rubah. “Bagiku, kamu saat ini
tidak lebih dari seorang bocah kecil yang sama saja dengan ribuan bocah kecil
lainnya. Dan aku tidak membutuhkanmu. Dan kamu sendiri tidak membutuhkan aku.
Bagimu, aku tidak lebih dari seekor rubah seperti ratusan ribu rubah lainnya.
Tapi jika kamu menjinakkan aku, kita akan saling membutuhkan. Bagiku kamu akan
menjadi satu-satunya di dunia. Bagimu, aku akan menjadi satu-satunya di
dunia....”
“Hidupku sangat membosankan,” kata rubah.
“Aku berburu ayam, manusia memburuku. Semua ayam
sama saja dan semua manusia sama juga. Dan akibatnya aku jadi bosan. Tapi jika
kamu menjinakkan, akan terasa seolah matahari menyinari hidupku. Aku akan
mengenali suara langkah yang terdengar berbeda dari semua langkah lain.
Langkah-langkah lain akan mendorongku bergegas kembali ke bawah tanah. Tapi
langkahmu akan memanggilku, seperti musik, keluar dari persembunyianku. Dan
coba lihat : Kamu lihat ladang gandum jauh di sana ? Aku tidak makan roti.
Gandum tidak ada manfaatnya bagiku. Ladang gandum tidak punya arti apa-apa
bagiku. Dan itu menyedihkan. Tapi rambutmu berwarna emas. Pikirkan betapa indah
jadinya nanti jika kamu telah menjinakkan aku!”
“Butir-butir gandum yang juga berwarna keemasan,
akan membuatku ingat kepadamu. Dan aku akan sangat senang sekali mendengarkan
suara angin yang meniup butir-butir gandum...”
Lama rubah itu menatap sang Pangeran Kecil.
“Tolong, jinakkan aku !” katanya.
“Aku ingin, ingin sekali,” sahut Pangeran Kecil.
“Tapi aku tidak punya banyak waktu. Ada banyak teman yang harus kucari, dan
banyak hal yang harus kumengerti.“
“Orang hanya bisa mengerti hal-hal yang
dijinakkannya,” kata rubah. ”Manusia tidak punya waktu lagi untuk mengerti
apapun. Mereka membeli barang yang telah tersedia di toko. Tapi dimana-mana
tidak ada toko yang menjual persahabatan, dan karenanya manusia tidak punya
teman lagi. Jika kamu ingin punya teman, jinakkan aku...”
“Apa yang harus kulakukan untuk menjinakkan kamu?”
tanya Pangeran Kecil. “Kamu harus sabar sekali,” sahut rubah. “Pertama-tama
kamu duduk agak jauh dariku --seperti itu-- di atas rumput. Aku akan
memandangmu dari sudut mataku, kamu tidak boleh bilang apa-apa. Kata-kata
adalah sumber kesalahpahaman. Tetapi kamu akan duduk lebih dekat padaku setiap
hari...”
Maka Pangeran Kecil menjinakkan rubah. Ketika waktu
perpisahan hampir tiba, “Ah,” kata rubah, “Aku akan menangis....”
“Itu salahmu sendiri, aku tidak pernah
berkeinginan untuk mencelakaimu. Sama sekali. Tetapi kamu ingin aku
menjinakkan kamu...”
“Ya memang begitu,” kata rubah.
“Tapi sekarang kamu akan menangis !” kata Pangeran
Kecil.
“Ya memang begitu,” kata rubah.
“Jadi itu tidak mendatangkan kebaikan bagimu sama
sekali!”
“Itu baik untukku,” kata rubah. ”Karena warna ladang
gandum itu.” Lalu ia menambahkan:
“Pergi dan lihatlah lagi bunga-bunga mawar itu. Kamu
akan mengerti sekarang bahwa bungamu adalah satu-satunya di seluruh dunia. Lalu
kembalilah dan ucapkan selamat tinggal padaku, dan aku akan memberimu hadiah
sebuah rahasia.”
Pangeran Kecil pergi untuk melihat lagi bunga-bunga
mawarnya.
“Kamu sama sekali tidak seperti bunga mawar
milikku,“ katanya pada bunga-bunga mawar.
“Jadi kamu tidak ada artinya. Tidak ada yang
menjinakkan kamu, dan kamu tidak menjinakkan siapa-siapa. Kamu seperti rubahku
ketika pertama kali aku mengenalnya. Dia hanya seekor rubah seperti seratus
ribu rubah lainnya. Tapi aku telah menjadikannya temanku, dan kini ia menjadi
satu-satunya di seluruh dunia.“
Dan mawar-mawar itu sangat pemalu.
“Kamu cantik, tapi hampa,” lanjutnya, “Tidak ada
yang bersedia mati demi kamu. Tentu, orang yang lewat akan mengira bahwa bunga
mawarku tampak persis seperti kamu mawar yang kumiliki. Tapi hanya dialah yang
lebih penting dari ratusan ribu mawar lainnya: sebab dialah yang kulindungi di
balik tabir, karena demi dialah aku membunuh ulat (kecuali dua atau tiga
diantara mereka yang kami selamatkan agar menjadi kupu-kupu). Karena dialah aku
mau mendengarkan, ketika dia mengomel atau membual, atau bahkan kadang-kadang
ketika dia tidak bilang apa-apa. Karena dia adalah mawarku.”
Dan dia kembali untuk menemui rubah.
“Selamat tinggal,” katanya.
“Selamat jalan,” kata rubah, ”Dan sekarang
inilah rahasiaku, rahasia yang sangat sederhana: hanya dengan inilah orang bisa
melihat dengan benar: Hal apa yang terpenting itu tidak bisa dilihat dengan
mata.”
“Apakah yang terpenting yang tidak dapat dilihat
dengan mata ?” ulang Pangeran Kecil supaya dia yakin akan bisa mengingatnya.
“Waktu yang telah kamu habiskan untuk mawarmu itulah
yang membuat mawarmu begitu penting.”
“Waktu yang aku habiskan untuk mawarku..” kata
Pangeran Kecil supaya dia yakin akan bisa mengingatnya.
“Manusia telah melupakan kebenaran ini., “ kata
rubah. ”Tapi kamu tidak boleh melupakannya. Kamu bertanggungjawab selamanya
terhadap apa yang telah kamu jinakkan. Kamu bertanggungjawab kepada mawarmu...”
Cukup ya ceritanya... Itu tadi kisah Pangeran Kecil
bersama sebatang tanaman mawar dan seekor rubah dalam The Little Prince.
Sepertinya ada sangat banyak hal menarik yang bisa kita petik dari kisah
tersebut. Bahkan bisa kita kembangkan lebih jauh dan lebih luas dalam konteks
relasi suami dan isteri. Dari kisah itu, kita belajar tentang makna
persahabatan dan nilai sebuah persahabatan.
Nilai Sebuah
Persahabatan
Sesungguhnya persahabatan menjadikan seseorang atau
sesuatu menjadi istimewa di antara yang lain. Sang rubah menjadi satu-satunya
dari ratusan ribu rubah lainnya. Dan sang mawar juga demikian bagi Pangeran
Kecil. Anda dapat menjadi yang istimewa dan satu-satunya bagi pasangan anda.
Dan sebaliknya, jadikan ia merasa istimewa dan satu-satunya bagi anda.
Untuk menjalin persahabatan, seseorang rela
berkorban melakukan apa saja. Persahabatan membutuhkan kesabaran. Anda butuh
kesabaran untuk membangun persahabatan dengan pasangan anda. Waktu yang kita
habiskan bersama sahabat adalah sesuatu yang sangat berharga yang tidak bisa
dilihat dengan mata. Waktu yang anda lewatkan bersama pasangan, adalah waktu
yang sangat berharga, dan tidak bisa diganti dengan harta ataupun mobil
termewah di dunia.
Persahabatan akan membawa kesedihan ketika terjadi
perpisahan, dan itu wajar. Namun karena spesial, seorang sahabat takkan pernah
dilupakan dan senantiasa menyenangkan mengingatnya, dan mengingat segala
sesuatu yang mengingatkan pada sahabat, seperti warna ladang gandum. Bahkan
menjadikan hal-hal lain yang berhubungan dengannya menjadi bermakna.
Begitulah, anda dapat pula menjalin persahabatan
yang istimewa dengan pasangan anda. Maka menjadi menyenangkan untuk mengingat
segala hal yang berkaitan dengan pasangan anda. Makanan kesukaan pasangan,
warna kesukaannya, lagu kesukaannya, tempat favoritnya, film kesukaannya,
pakaian kesukaannya, hobi yang diminatinya, barang-barang yang dirawatnya,
aktivitas yang selalu dilakukannya. Semuanya menjadi indah dan menyenangkan
untuk
Semoga pasangan anda pun demikian ketika menganggap
anda sebagai sahabatnya. Anda akan menjadi satu-satunya yang menginspirasi dan
memotivasi kehidupannya.
Terjebak
Rutinitas Berkeluarga
Kisah perceraian, perselingkuhan dan pertengkaran
suami istri selalu ada hikmah dan pelajaran penting yang bisa diambil darinya.
Saya mengajak anda untuk memahami hukum “sebab akibat” dalam kasus
perselingkuhan dan perceraian pasangan suami istri (pasutri). Sebuah keluarga
yang sudah menjalani kebahagiaan selama limabelas tahun atau bahkan lebih,
akhirnya harus kandas karena kasus perselingkuhan. Suami berselingkuh dengan
perempuan lain, yang akhirnya tidak bisa dimaafkan oleh sang istri. Tak ayal
sang istri menggugat cerai ke pengadilan karena sakit hati merasa dikhianati.
Di keluarga lainnya, mereka sudah happy dalam ikatan
pernikahan selama sepuluh tahun. Namun kebahagiaan itu rusak karena sang istri
berselingkuh dengan pacar lamanya. Perselingkuhan mereka berlanjut dan akhirnya
ketahuan oleh sang suami. Kisah keluarga itu berakhir dengan talak yang
dijatuhkan oleh suami dan dikuatkan di pengadilan. Sedemikian banyak kasus
perceraian di Indonesia, hingga menempatkan Indonesia pada posisi negara dengan
tingkat perceraian tertinggi se Asia Pasifik.
Apa yang terjadi pada keluarga mereka? Rupanya,
setelah menikah mereka sibuk “berkeluarga” namun lupa untuk “bersahabat” dengan
pasangan. Setiap hari suami dan istri bertemu, yang dibicarakan hanya soal
biaya belanja bulanan, rekening listrik, tagihan telepon dan internet, biaya
sekolah anak-anak, biaya perawatan tubuh dan facial, dan seputar hal seperti
itu.
Rutinitas kerja dan rutinitas hidup berumah tangga
menyebabkan banyak kalangan pasutri kehilangan perhatian terhadap sisi-sisi
kenyamanan hubungan hati. Bukankah seharusnya pasutri itu berelasi sebagai
sahabat, yang saling berbagi dalam suka dan duka, saling curhat, saling memberi
nasehat, saling meluangkan waktu untuk berduaan dan menikmati kebersamaan.
Bahkan untuk berduaan antara suami dan istri tidak
selalu dengan canda dan obrolan mesra. Kadang pasutri menikmati kebersamaan
dalam diam yang menghanyutkan, seperti kedalaman ungkapan puisi “Di Restoran”
karya Sapardi Djoko Damono berikut ini :
**********
Kita berdua
saja, duduk. Aku memesan
ilalang panjang
dan bunga rumput
kau entah
memesan apa. Aku memesan
batu di tengah
sungai terjal yang deras
Kau entah
memesan apa. Tapi kita berdua
saja, duduk. Aku
memesan rasa sakit
yang tak putus
dan nyaring lengkingnya,
memesan rasa
lapar yang asing itu.
**********
Banyak kalangan pasutri yang tidak sempat meluangkan
waktu untuk duduk bercengkerama berdua. Walaupun sepertinya “tidak melakukan
apa-apa”, namun mereka berdua terikat kuat oleh perasaan dan pikiran yang
menyatu. Sangat disayangkan yang terjadi tidaklah seperti itu. Ketika suami
istri ada waktu berduaan, ternyata justru sibuk dengan gadget masing-masing.
Mereka tersibukkan oleh persahabatan di dunia maya, dan mengabaikan
persahabatan dengan orang terdekatnya.
Mereka memilih lebih memperhatikan orang lain yang
jauh, teman kerja, sahabat, kerabat, kenalan baru, dan sebagainya –daripada
memperhatikan pasangan yang ada di sampingnya. Dampaknya, pasangan merasa tidak
diperhatikan, tidak diistimewakan, tidak diutamakan, tidak dikhususkan.
Hubungan mereka semakin kering, pertemuan di dalam rumah hanya untuk memenuhi
kewajiban hidup berumah tangga.
Mereka tidak memiliki kualitas persahabatan yang
kuat, sehingga hubungan hanya bercorak legal formal sebagai suami dan istri
yang sah. Tidak lebih dari itu. Padahal semestinya mereka membangun kedekatan
dan kekuatan rasa persahabatan, sehingga terbentuk ikatan yang mendalam dan
berkesan. Semua bisa dinikmati bersama tanpa rasa keterpaksaan dan kekhawatiran
terhadap pasangan.
Bahan Bacaan:
John M. Gottman dan Nan Silver, Disayang Suami Sampai Mati, Penerbit : Kaifa, 2001
Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni, Penerbit : Grasindo, 2003.
Torey L. Hayden, Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil, Penerbit : Qanita, 2006