Menjadi Sahabat Suami dalam Suka dan Duka (Catatan Usang di Persimpangan Jalan Rerumputan yang Bergoyang)

Menjadi Sahabat Suami dalam Suka dan Duka (Catatan Usang di Persimpangan Jalan Rerumputan yang Bergoyang)




Setapak rai numbei Sampai dengan tulisan  terakhir kemarin, walaupun tidak urut dan berserak-serak, namun serial pembahasan Istri Ideal sudah mencakup tujuh poin karakter, yaitu (1) pandai menyenangkan suami, (2) mentaati suami dengan penuh cinta kasih (3) menjaga kehormatan dan harta (4) melayani suami sepenuh hati (5) memberi inspirasi dan motivasi bagi suami(6) selalu fokus melihat kebaikan suami, dan (7) melahirkan dan mendidik anak dengan penuh cinta kasih. Pada kesempatan kali ini akan saya bahas karakter berikutnya, yaitu “Menjadi Sahabat Bagi Suami Dalam Suka dan Duka”.

 

Hendaknya istri selalu berupaya untuk menjadi sahabat terbaik bagi suami dalam semua kondisi yang dihadapi suami. Dalam kehidupan berumah tangga, laki-laki dan perempuan bukan hanya “pasangan suami istri” yang resmi dan sah, mereka juga sepasang kekasih, dan mereka adalah sahabat yang sangat istimewa satu bagi yang lainnya. Istilah “pasangan suami istri” merujuk kepada corak ikatan yang sah antara laki-laki dan perempuan setelah mereka menikah. Ini yang akan menimbulkan konsekuensi hukum dan konsekuensi logis lainnya dalam pernikahan.

 

Namun istilah “sahabat” merujuk kepada sebuah kedalaman ikatan hati, perasaan, emosi, jiwa, pikiran di antara mereka berdua. Bukan hanya ikatan “keabsahan” atau “kehalalan” sebuah hubungan, namun sahabat merujuk lebih kepada “kedalaman” hubungan tersebut. Keabsahan dan kehalalan hubungan didapatkan melalui proses pernikahan, namun untuk mendapatkan kedalaman hubungan antara suami dan istri, harus didapatkan melalui jalinan persahabatan.

 

Pada pengantin baru, ikatan cinta di antara suami dan istri bercorak sangat menggebu dan sangat fisik. Ini yang sering disebut sebagai “mawaddah”. Pengantin baru menghabiskan sangat banyak waktu untuk aktivitas fisik yang menggebu-gebu. Mereka bersenang-senang dan saling menikmati fisik pasangan dalam sebuah bingkai yang halal dan resmi. Namun corak seperti ini tidak akan berlangsung selamanya. Karena setelah suami dan istri semakin tua, maka aktivitas fisik semakin berkurang. Corak hubungan juga tidak lagi menggebu-gebu, tapi semakin dalam. Yang tersisa pada pasangan usia tua tinggallah kualitas persahabatan di antara mereka. Ini yang sering disebut sebagai “rahmah”.

 

Hanya sahabat yang mau menemani dan mendengarkan cerita pasangan dengan sabar dan telaten. Pada pasangan tua, cerita mereka akan berulang, menceritakan hal-hal yang sama, karena mereka tidak lagi memiliki cerita baru. Orang tua selalu memiliki kesamaan ciri, yaitu mereka suka mengulang-ulang cerita lama. Itu karena mereka tidak lagi memiliki cerita baru untuk disampaikan. Pada anak-anak muda, pengalaman mereka masih terus berkembang. Sangat banyak cerita baru yang bisa mereka sampaikan kepada pasangan. Setiap bertemu dengan pasangan, selalu ada cerita-cerita baru yang bisa dijadikan bahan obrolan.

 

Pada pasangan tua, mereka menghabiskan waktu berdua. Duduk berdua di waktu pagi dan sore, berjalan-jalan di sekitar rumah berdua, dan tidur malam berdua. Jika mereka memiliki kualitas persahabatan yang bagus, maka pasangan tua tersebut akan tetap bisa menikmati hubungan di usia mereka yang telah senja. Saat duduk berdua, menikmati teh panas, mereka akan bercerita tentang hal-hal yang sama. Berulang-ulang, setiap pagi atau sore, setiap malam atau siang, ceritanya selalu sama. Yang itu itu saja. Hanya sahabat yang betah dan sabar mendengarkan cerita-cerita sama dari pasangannya.

 


Memahami Makna Persahabatan

 

Untuk memahami makna persahabatan, pertama kali, saya ajak anda menyimak kembali kisah yang dibacakan Torey Hayden kepada Sheila, dalam buku Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil, halaman 219 – 226, dalam judul The Little Prince. Dikisahkan, Pangeran Kecil hidup sendirian dalam sebuah planet kecil, bersama sebatang tanaman mawar yang sangat dirawatnya. Ketika Pangeran Kecil berjalan-jalan melihat mawar liar, ia  bertemu seekor rubah.

 

“Kemari, bermainlah denganku,” kata Pangeran Kecil, “Aku sangat sedih”.

 

“Aku tidak bisa bermain denganmu,” kata rubah, ”Aku belum dijinakkan.”

 

“Ah, maafkanlah aku,” kata Pangeran Kecil, tapi setelah berpikir beberapa saat, dia menambahkan, “Apa artinya itu --menjinakkan?”

 

“Itu adalah tindakan yang sering diabaikan,” kata rubah. “Menjinakkan artinya menjalin ikatan.”

 

“Menjalin ikatan?”

 

“Begitulah,” kata rubah. “Bagiku, kamu saat ini tidak lebih dari seorang bocah kecil yang sama saja dengan ribuan bocah kecil lainnya. Dan aku tidak membutuhkanmu. Dan kamu sendiri tidak membutuhkan aku. Bagimu, aku tidak lebih dari seekor rubah seperti ratusan ribu rubah lainnya. Tapi jika kamu menjinakkan aku, kita akan saling membutuhkan. Bagiku kamu akan menjadi satu-satunya di dunia. Bagimu, aku akan menjadi satu-satunya di dunia....”

 

“Hidupku sangat membosankan,” kata rubah.

 

“Aku berburu ayam, manusia memburuku. Semua ayam sama saja dan semua manusia sama juga. Dan akibatnya aku jadi bosan. Tapi jika kamu menjinakkan, akan terasa seolah matahari menyinari hidupku. Aku akan mengenali suara langkah yang terdengar berbeda dari semua langkah lain. Langkah-langkah lain akan mendorongku bergegas kembali ke bawah tanah. Tapi langkahmu akan memanggilku, seperti musik, keluar dari persembunyianku. Dan coba lihat : Kamu lihat ladang gandum jauh di sana ? Aku tidak makan roti. Gandum tidak ada manfaatnya bagiku. Ladang gandum tidak punya arti apa-apa bagiku. Dan itu menyedihkan. Tapi rambutmu berwarna emas. Pikirkan betapa indah jadinya nanti jika kamu telah menjinakkan aku!”

 

“Butir-butir gandum yang juga berwarna keemasan, akan membuatku ingat kepadamu. Dan aku akan sangat senang sekali mendengarkan suara angin yang meniup butir-butir gandum...”

 

Lama rubah itu menatap sang Pangeran Kecil.

 

“Tolong, jinakkan aku !” katanya.

 

“Aku ingin, ingin sekali,” sahut Pangeran Kecil. “Tapi aku tidak punya banyak waktu. Ada banyak teman yang harus kucari, dan banyak hal yang harus kumengerti.“

 

“Orang hanya bisa mengerti hal-hal yang dijinakkannya,” kata rubah. ”Manusia tidak punya waktu lagi untuk mengerti apapun. Mereka membeli barang yang telah tersedia di toko. Tapi dimana-mana tidak ada toko yang menjual persahabatan, dan karenanya manusia tidak punya teman lagi. Jika kamu ingin punya teman, jinakkan aku...”

 

“Apa yang harus kulakukan untuk menjinakkan kamu?” tanya Pangeran Kecil. “Kamu harus sabar sekali,” sahut rubah. “Pertama-tama kamu duduk agak jauh dariku --seperti itu-- di atas rumput. Aku akan memandangmu dari sudut mataku, kamu tidak boleh bilang apa-apa. Kata-kata adalah sumber kesalahpahaman. Tetapi kamu akan duduk lebih dekat padaku setiap hari...”

 

Maka Pangeran Kecil menjinakkan rubah. Ketika waktu perpisahan hampir tiba, “Ah,” kata rubah, “Aku akan menangis....”

 

“Itu salahmu sendiri,  aku tidak pernah berkeinginan untuk mencelakaimu.  Sama sekali. Tetapi kamu ingin aku menjinakkan kamu...”

 

“Ya memang begitu,” kata rubah.

 

“Tapi sekarang kamu akan menangis !” kata Pangeran Kecil.

 

“Ya memang begitu,” kata rubah.

 

“Jadi itu tidak mendatangkan kebaikan bagimu sama sekali!”

 

“Itu baik untukku,” kata rubah. ”Karena warna ladang gandum itu.” Lalu ia menambahkan:

 

“Pergi dan lihatlah lagi bunga-bunga mawar itu. Kamu akan mengerti sekarang bahwa bungamu adalah satu-satunya di seluruh dunia. Lalu kembalilah dan ucapkan selamat tinggal padaku, dan aku akan memberimu hadiah sebuah rahasia.”

 

Pangeran Kecil pergi untuk melihat lagi bunga-bunga mawarnya.

 

“Kamu sama sekali tidak seperti bunga mawar milikku,“ katanya pada bunga-bunga mawar.

 

“Jadi kamu tidak ada artinya. Tidak ada yang menjinakkan kamu, dan kamu tidak menjinakkan siapa-siapa. Kamu seperti rubahku ketika pertama kali aku mengenalnya. Dia hanya seekor rubah seperti seratus ribu rubah lainnya. Tapi aku telah menjadikannya temanku, dan kini ia menjadi satu-satunya di seluruh dunia.“

 

Dan mawar-mawar itu sangat pemalu.

 

“Kamu cantik, tapi hampa,” lanjutnya, “Tidak ada yang bersedia mati demi kamu. Tentu, orang yang lewat akan mengira bahwa bunga mawarku tampak persis seperti kamu mawar yang kumiliki. Tapi hanya dialah yang lebih penting dari ratusan ribu mawar lainnya: sebab dialah yang kulindungi di balik tabir, karena demi dialah aku membunuh ulat (kecuali dua atau tiga diantara mereka yang kami selamatkan agar menjadi kupu-kupu). Karena dialah aku mau mendengarkan, ketika dia mengomel atau membual, atau bahkan kadang-kadang ketika dia tidak bilang apa-apa. Karena dia adalah mawarku.”

 

Dan dia kembali untuk menemui rubah.

 

“Selamat tinggal,” katanya.

 

“Selamat jalan,” kata rubah, ”Dan sekarang  inilah rahasiaku, rahasia yang sangat sederhana: hanya dengan inilah orang bisa melihat dengan benar: Hal apa yang terpenting itu tidak bisa dilihat dengan mata.”

 

“Apakah yang terpenting yang tidak dapat dilihat dengan mata ?” ulang Pangeran Kecil supaya dia yakin akan bisa mengingatnya.

 

“Waktu yang telah kamu habiskan untuk mawarmu itulah yang membuat mawarmu begitu penting.”

 

“Waktu yang aku habiskan untuk mawarku..” kata Pangeran Kecil supaya dia yakin akan bisa mengingatnya.

 

“Manusia telah melupakan kebenaran ini., “ kata rubah. ”Tapi kamu tidak boleh melupakannya. Kamu bertanggungjawab selamanya terhadap apa yang telah kamu jinakkan. Kamu bertanggungjawab kepada mawarmu...”

 

Cukup ya ceritanya... Itu tadi kisah Pangeran Kecil bersama sebatang tanaman mawar dan seekor rubah dalam The Little Prince. Sepertinya ada sangat banyak hal menarik yang bisa kita petik dari kisah tersebut. Bahkan bisa kita kembangkan lebih jauh dan lebih luas dalam konteks relasi suami dan isteri. Dari kisah itu, kita belajar tentang makna persahabatan dan nilai sebuah persahabatan.

 

Nilai Sebuah Persahabatan

 

Sesungguhnya persahabatan menjadikan seseorang atau sesuatu menjadi istimewa di antara yang lain. Sang rubah menjadi satu-satunya dari ratusan ribu rubah lainnya. Dan sang mawar juga demikian bagi Pangeran Kecil. Anda dapat menjadi yang istimewa dan satu-satunya bagi pasangan anda. Dan sebaliknya, jadikan ia merasa istimewa dan satu-satunya bagi anda.

 

Untuk menjalin persahabatan, seseorang rela berkorban melakukan apa saja. Persahabatan membutuhkan kesabaran. Anda butuh kesabaran untuk membangun persahabatan dengan pasangan anda. Waktu yang kita habiskan bersama sahabat adalah sesuatu yang sangat berharga yang tidak bisa dilihat dengan mata. Waktu yang anda lewatkan bersama pasangan, adalah waktu yang sangat berharga, dan tidak bisa diganti dengan harta ataupun mobil termewah di dunia.

 

Persahabatan akan membawa kesedihan ketika terjadi perpisahan, dan itu wajar. Namun karena spesial, seorang sahabat takkan pernah dilupakan dan senantiasa menyenangkan mengingatnya, dan mengingat segala sesuatu yang mengingatkan pada sahabat, seperti warna ladang gandum. Bahkan menjadikan hal-hal lain yang berhubungan dengannya menjadi bermakna.

 

Begitulah, anda dapat pula menjalin persahabatan yang istimewa dengan pasangan anda. Maka menjadi menyenangkan untuk mengingat segala hal yang berkaitan dengan pasangan anda. Makanan kesukaan pasangan, warna kesukaannya, lagu kesukaannya, tempat favoritnya, film kesukaannya, pakaian kesukaannya, hobi yang diminatinya, barang-barang yang dirawatnya, aktivitas yang selalu dilakukannya. Semuanya menjadi indah dan menyenangkan untuk

 

Semoga pasangan anda pun demikian ketika menganggap anda sebagai sahabatnya. Anda akan menjadi satu-satunya yang menginspirasi dan memotivasi kehidupannya.

 

Terjebak Rutinitas Berkeluarga

 

Kisah perceraian, perselingkuhan dan pertengkaran suami istri selalu ada hikmah dan pelajaran penting yang bisa diambil darinya. Saya mengajak anda untuk memahami hukum “sebab akibat” dalam kasus perselingkuhan dan perceraian pasangan suami istri (pasutri). Sebuah keluarga yang sudah menjalani kebahagiaan selama limabelas tahun atau bahkan lebih, akhirnya harus kandas karena kasus perselingkuhan. Suami berselingkuh dengan perempuan lain, yang akhirnya tidak bisa dimaafkan oleh sang istri. Tak ayal sang istri menggugat cerai ke pengadilan karena sakit hati merasa dikhianati.

 

Di keluarga lainnya, mereka sudah happy dalam ikatan pernikahan selama sepuluh tahun. Namun kebahagiaan itu rusak karena sang istri berselingkuh dengan pacar lamanya. Perselingkuhan mereka berlanjut dan akhirnya ketahuan oleh sang suami. Kisah keluarga itu berakhir dengan talak yang dijatuhkan oleh suami dan dikuatkan di pengadilan. Sedemikian banyak kasus perceraian di Indonesia, hingga menempatkan Indonesia pada posisi negara dengan tingkat perceraian tertinggi se Asia Pasifik.

 

Apa yang terjadi pada keluarga mereka? Rupanya, setelah menikah mereka sibuk “berkeluarga” namun lupa untuk “bersahabat” dengan pasangan. Setiap hari suami dan istri bertemu, yang dibicarakan hanya soal biaya belanja bulanan, rekening listrik, tagihan telepon dan internet, biaya sekolah anak-anak, biaya perawatan tubuh dan facial, dan seputar hal seperti itu.

 

Rutinitas kerja dan rutinitas hidup berumah tangga menyebabkan banyak kalangan pasutri kehilangan perhatian terhadap sisi-sisi kenyamanan hubungan hati. Bukankah seharusnya pasutri itu berelasi sebagai sahabat, yang saling berbagi dalam suka dan duka, saling curhat, saling memberi nasehat, saling meluangkan waktu untuk berduaan dan menikmati kebersamaan.

 

Bahkan untuk berduaan antara suami dan istri tidak selalu dengan canda dan obrolan mesra. Kadang pasutri menikmati kebersamaan dalam diam yang menghanyutkan, seperti kedalaman ungkapan puisi “Di Restoran” karya Sapardi Djoko Damono berikut ini :

 

**********

 

Kita berdua saja, duduk. Aku memesan

 

ilalang panjang dan bunga rumput

 

kau entah memesan apa. Aku memesan

 

 

batu di tengah sungai terjal yang deras

 

Kau entah memesan apa. Tapi kita berdua

 

saja, duduk. Aku memesan rasa sakit

 

 

yang tak putus dan nyaring lengkingnya,

 

memesan rasa lapar yang asing itu.

 

**********

 

Banyak kalangan pasutri yang tidak sempat meluangkan waktu untuk duduk bercengkerama berdua. Walaupun sepertinya “tidak melakukan apa-apa”, namun mereka berdua terikat kuat oleh perasaan dan pikiran yang menyatu. Sangat disayangkan yang terjadi tidaklah seperti itu. Ketika suami istri ada waktu berduaan, ternyata justru sibuk dengan gadget masing-masing. Mereka tersibukkan oleh persahabatan di dunia maya, dan mengabaikan persahabatan dengan orang terdekatnya.

 

Mereka memilih lebih memperhatikan orang lain yang jauh, teman kerja, sahabat, kerabat, kenalan baru, dan sebagainya –daripada memperhatikan pasangan yang ada di sampingnya. Dampaknya, pasangan merasa tidak diperhatikan, tidak diistimewakan, tidak diutamakan, tidak dikhususkan. Hubungan mereka semakin kering, pertemuan di dalam rumah hanya untuk memenuhi kewajiban hidup berumah tangga.

 

Mereka tidak memiliki kualitas persahabatan yang kuat, sehingga hubungan hanya bercorak legal formal sebagai suami dan istri yang sah. Tidak lebih dari itu. Padahal semestinya mereka membangun kedekatan dan kekuatan rasa persahabatan, sehingga terbentuk ikatan yang mendalam dan berkesan. Semua bisa dinikmati bersama tanpa rasa keterpaksaan dan kekhawatiran terhadap pasangan.

 

 

Bahan Bacaan:

 

John M. Gottman dan Nan Silver, Disayang Suami Sampai Mati, Penerbit : Kaifa, 2001

 

Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni, Penerbit : Grasindo, 2003.

 

Torey L. Hayden, Sheila, Luka Hati Seorang Gadis Kecil, Penerbit : Qanita, 2006

 




 

 

 

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama