Raphael Morris, umat Yahudi, yang memimpin kelompok 'Returning to the Mount' berpakaian Muslim. |
Setelah Israel merebut
dan menduduki Yerusalem Timur pada tahun 1967, status quo yang rapuh tetap ada:
non-Muslim dapat mengunjungi kompleks tersebut tetapi tidak boleh berdoa di
sana.
Orang Yahudi dari
kelompok 'Returning to the Mount' mewajibkan anggotanya untuk berdoa di tempat
suci yang mereka sebut Temple Mount.
Sementara itu, seorang
aktivis Muslim Palestina, Hanady Halawani mengatakan, dia akan membela Masjid
al-Aqsa.
Berpakaian Muslim untuk berdoa di al-Aqsa
.Raphael Morris, umat Yahudi, yang memimpin kelompok 'Returning to the Mount' berpakaian Muslim.
Raphael Morris yang memimpin kelompok 'Returning to the Mount'mengatakan, dan anggotanya menggunakan gamis untuk memasuki Temple Mount,
tempat suci bagi Yahudi.
"Misinya adalah
untuk merebut kembali Temple Mount," kata Morris kepada BBC. "Anda
ganti pakaian, ganti topi Anda. Terkadang Anda perlu mengecat rambut atau
memotong rambut," katanya.
Praktik seperti ini
setidaknya pernah terjadi sejak 2016 dan berujung pada penangkapan polisi.
Raphael menambahkan, ia
dan anggotanya bahkan belajar beberapa bahasa Arab agar menyempurnakan
penyamaran sehingga dapat memasuki kompleks itu tanpa batas waktu dan larangan.
"Umat Islam
memiliki salat lima waktu sehari. Anda dapat berdoa bersama mereka tetapi
membaca doa Yahudi atau Anda dapat pergi di antara mereka dan berdiri di mana
pun Anda inginkan di sana lalu berdoa," kata Raphael.
Umat Yahudi menyebut situs suci yang diperebutkan sebagai Temple Mount, sedangkan umat Muslim menyebut sebagai Masjid al-Aqsa |
Melalui upaya itu,
Raphael mengatakan, mereka dapat berdoa dengan tenang dan melaksanakan ibadah
sesuai dengan ajaran agamanya.
"Anda dapat berdoa
dan berjalan di sekitar Temple Mount tanpa ada polisi yang mengejar Anda.
Walaupun ini tidak masuk akal, orang bisa ditangkap karena berdoa kepada
Tuhan," kata Raphael.
Apa yang dilakukan oleh
Raphael berisiko untuk diserang oleh umat Muslim atau ditangkap jika ketahuan
karena dianggap sebagai tindakan yang sangat provokatif. Namun ia tetap
melakukannya.
"Awalnya cukup
menakutkan, tetapi Anda akan terbiasa dengan sangat cepat."
Situs ini adalah tempat
paling suci dalam ajaran Yudaisme dan ketiga tersuci dalam Islam.
Ketegangan di situs ini
sering memicu pertikaian antara Israel dan Palestina. Walaupun demikian,
Raphael mengatakan, bahwa situs itu adalah milik Yahudi.
Militer Israel mengetatkan pengamanan Temple Mount atau Masjid al-Aqsa |
"Saya seorang
Yahudi yang religius, seorang Yahudi Zionis, dan saya percaya bahwa Temple
Mount adalah milik orang-orang Yahudi karena apa yang dijanjikan Tuhan kepada
kami di dalam Alkitab," ujar Raphael.
Raphael tidak sendirian
dalam keinginan untuk membangun sebuah rumah ibadah baru untuk menggantikan dua
tempat ibadah.
Akibat tindakannya,
polisi Israel sementara waktu melarang Raphael memasuki Kota Tua, tempat situs
itu berada. Tapi dia menegaskan akan kembali ke sana.
"Itulah alasan
kami kembali ke tanah Israel untuk membangun bait suci. Tempat ibadah itu harus
tepat di sana. Di mana masjid emas besar berada. Iya, itu akan menyakitkan dan
tidak menyenangkan, tapi itu adalah visi kami dan itu adalah tahap
selanjutnya," katanya.
'Saya akan membela Masjid al-Aqsa'
Umat Muslim salat di Masjid al-Aqsa.
Apa yang dilakukan
Raphael mendapat penolakan besar dari umat Muslim.
Hanadi Halawani,
aktivis perempuan Muslim Palestina, adalah guru Al-Qur'an di tempat ibadah ini.
Bagi Hanadia, tindakan
kelompok Yahudi yang memasuki al-Aqsa adalah upaya teror yang diwarnai
kepentingan politik.
"Jelas, bahwa
masuknya pemukim (Israel) yang menyamar di al-Aqsa menyembunyikan agresi dan
meneror umat Islam yang berdoa di masjid. Jelas ini politis," katanya.
Hanadi menghabiskan
sebagian besar hari-harinya di al-Aqsa. Israel pernah melarangnya masuk ke
al-Aqsa dengan mengatakan dia adalah bagian dari kelompok Islam ilegal.
Hanadi Halawani, aktivis perempuan Muslim Palestina, adalah guru Al-Qur'an di Masjid al-Aqsa. |
"Sebagai seorang
Muslim saya memasuki masjid dan saya digeledah. Polisi Israel memasuki masjid
dengan bersenjata, dan melindungi para pemukim. Siapa yang akan membuat masalah
- yang membawa senjata atau yang tidak membawa apapun selain Al-Qur'an?"
katanya.
Israel merebut situs
ini dari Yordania dalam perang Timur Tengah 1967.
Meskipun berada di
bawah kedaulatan Israel setelah Perang Enam Hari pada tahun 1967, Temple Mount
atau al-Aqsa dikelola oleh Wakaf Yordania, sebuah kelompok kepercayaan Islam
yang secara ketat mengontrol kunjungan non-Muslim, dan melarang ibadah atau doa
non-Muslim di situs tersebut.
"Saya lahir dan
besar di sana. Al Aqsa adalah hidup saya. Itu adalah bagian dari iman kami
sebagai Muslim. Al Aqsa bukanlah masjid biasa bagi kami. Mengajarkan Al-Qur'an
di Masjid Al-Aqsa adalah bagian terpenting dalam hidup saya," katanya.
Di pelataran Masjid Al-Aqsa di kota tua Yerusalem, Israel, umat Islam menggelar tarawih pertama, 12 April 2021, sekaligus penanda sebagai awal puasa Ramadan. |
Ia pun menegaskan akan
mempertahankan Masjid Al-Aqsa dengan seluruh kemampuannya.
"Selama ada Muslim
di sini, dan mereka berada di masjid al Aqsa, tidak peduli seberapa banyak
pendudukan mengizinkan orang-orang Yahudi memasuki masjid al Aqsa, mereka tidak
akan bisa berbuat apa-apa," kata Hanadia.
***