Pada Cawan Terakhir (Sajak Duka Buat Alm, Bapak Damas Ndatung, RIP)

Pada Cawan Terakhir (Sajak Duka Buat Alm, Bapak Damas Ndatung, RIP)



Memaknai duka dengan cawan perjamuan terakhir, rawan rasanya. Kalender terkelupas, koyak dari dinding. Angka serupa merah daging, luka; 

Mereka telah mengelopeknya dengan diam. Lapis demi lapis, mencipta tangis sendiri, perih sendiri. Geraham serupa gemeretak pisau atau pedang. Sakit pun tak sudi berbagi. 

"Telah dicari Tuhan di alir kelopak air mata itu. Meski penyamun, sungguh mereka tak ingin Ia pergi." 

Pada mezbah, tulang-tulang bergemeretak. Daging-daging berkeriyut. Mati atau bertahan hidup; sekarat dengan gigil dan doa. 

Tapi tingkap altar terbuka, tak pernah bergembok. Menyusun requiem. Lantunan misa - penyerahan dini hari atau malam yang jahanam. 

"Telah dicari-Nya para musafir di seantero derita, ke mana-mana. Sesungguhnya Tuhan juga tak ingin mereka pergi..." 

Selamat jalan menuju Taman Fidaus Bapak Damas NDatung

Bulan membentang padang cahaya di tengah malam,

Diam-diam setangkai rindu patah di pelupuk mata kami,

Air mata menetes pada dinding pipi, isak yang tragis merintih mengenang sebab.

Tuhan, kami di sini tinggal sendiri.

Bapak kami sudah tak mungkin  kembali ke sini, kami melihat  ayah terhanyut pergi dengan sesal yang terpahat pada kerut di keningnya.

Tuhan, kami di sini dalam barisan duka dan rintihan doa.

Ibu tak mungkin kembali, kemarin kami menyalakan lilin di pusaranya. 

Tuhan,kami di sini sepi.

Sebab banyak orang yang pergi tak mungkin kembali. Tuhan sebenarnya kenapa?

Ayah dan ibu juga pergi tanpa meninggalkan sebuah pesan dalam tudung rindu, atau menulis sebuah puisi doa agar kami dapat menemukan mereka mungkin di Gereja.

Tuhan mengapa kehilangan terasa begitu pahit?

Baru beberapa hari ayah dan ibu pergi tapi rindu ini sudah melangit,

Tangis tak kunjung kering karena harap mustahil menunai hasil,

Tuhan, aku sendiri.

Tuhan, kami butuh bantuan.

Tuhan, kami menulis kabar duka ini pada langit-langit doa kami yang kelabu, berharap kau memulangkan ayah juga mendatangkan ibu walaupun hanya kaku dan dingin terpahat di mata kami,

Tuhan, Amin paling dalam kami panjatkan dalam namamu.

Selamat jalan Bapak Damas, Bahagialah bersama para kudus di surga. 

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama