Santo Yusuf, Sang Pelindung Gereja Semesta

Santo Yusuf, Sang Pelindung Gereja Semesta

Santo Yosef pelindung Keluarga Kudus Nazaret| Dok. Vatican Media


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk Numbei)Gereja seolah mengalami sebuah evolusi pemahaman yang semakin utuh mengenai figur Santo Yusuf.

TANGGAL 28 Oktober 1958, Patriark Venesia, Italia, Kardinal Angelo Giuseppe Roncalli (1881-1963) terpilih sebagai Uskup Roma. Sempat tebersit dalam benaknya, Santo Yusuf, suami Maria, ingin ia kenakan sebagai nama untuk kepausannya. Namun, ia segera mengurungkan niat itu. Ia merasa, nama Yusuf terlalu besar untuk ia gunakan. Alhasil, ia mengenakan nama Yohanes XXIII (1958-1963).

 

Meski demikan, Paus Yohanes XXIII tetap mencari celah untuk bisa memuliakannya. Benar saja, keinginannya memanggil sebuah Konsili Ekumenis ia serahkan dalam perlindungan Santo Yusuf. Pada 5 Maret 1961, ia memberikan refleksi panjang lebar tentang keutamaan Santo Yusuf sebagai pribadi yang bekerja dengan setia, tekun, dan menjadi teladan bagi para pekerja. Selang dua minggu berikutnya, 19 Maret 1961, tepat Hari Raya Santo Yusuf Pelindung Gereja Semesta, Yohanes XXIII menerbitkan Surat Apostolik Le Voci, yang mengekspresikan kecintaan pada pribadi Yusuf. Dan, surat apostolik itu menggelari Santo Yusuf sebagai Pelindung Konsili Vatikan II (1962-1965).


Perisai Melawan Unitarianisme

Pengalaman Bapa Suci Yohanes XXIII tentang Santo Yusuf merupakan cermin penghormatan Gereja pada sosok yang begitu minim muncul dalam Kitab Suci ini. Dalam lini masa Gereja, sudah muncul banyak refleksi iman terkait sosok ini. Misalnya, pada abad ke-4, dalam salah satu surat apologetik tahun 383, Santo Hieronimus (342/347-420) menjelaskan peran penting Santo Yusuf sebagai penjaga kemurnian Bunda Maria dalam hidup perkawinan mereka.

Paus Fransiskus mempersembahkan Ekaristi pada Pesta Santo Yusuf Pekerja, 1 Mei 2020.


Nama Yusuf muncul dalam Bulla Cum Quorumdam Hominum yang dikeluarkan oleh Paus Paulus IV (1555-1559) pada 7 Agustus 1555. Bulla ini menjadi amunisi Gereja dalam berperang melawan unitarianisme, sebuah paham monoteisme radikal yang secara terang-terangan menolak keilahian Allah Putra dan Roh Kudus, termasuk menolak realitas Allah Putra (Yesus Kristus) yang didefinisikan Gereja memiliki dua kodrat sekaligus, yaitu Ilahi dan manusiawi. Di sinilah Yusuf tampil sebagai perisai yang secara nyata dan menjadi bukti bahwa meskipun Yesus bukanlah anak biologis Yusuf (dari Roh Kudus dengan kodrat Ilahi), Yesus menjalani hidup sebagai manusia nyata bersama Yusuf, ayah asuhnya (kodrat manusiawi).


Masuk dalam Liturgi Resmi

Sebenarnya, satu abad sebelumnya, Paus Sixtus IV (1471-1484) telah menetapkan secara resmi Peringatan Santo Yusuf di dalam Liturgi Misa Romawi dan Ibadat Harian. Mungkin inilah kali pertama, Gereja memperingati Santo Yusuf dalam tata peribadatan resmi. Keputusan Sixtus IV diteguhkan oleh Paus Gregorius XV (1621-1623) melalui sebuah dekrit kepausan pada 8 Mei 1621. Dekrit ini menggarisbawahi bahwa Peringatan Santo Yusuf menjadi Peringatan Wajib bagi Gereja.

Konon, sekitar akhir abad ke-16, sudah dikenal sebanyak 21 gelar Yusuf dalam bahasa Italia dan 49 gelar bahasa Spanyol dalam doa litani. Ada sekitar 30-an varian Litani Santo Yusuf yang lazim dilakukan di biara-biara, juga di kalangan umat pada umumnya. Jerónimo Gracián Dantisco, OCD (1545-1614), pembimbing rohani Santa Theresia Avilla (1515-1582), adalah salah satu penulis litani tersebut. Untuk menghindari potensi kesesatan iman, Paus Klemens VIII (1592-1605) menerbitkan aturan pada 1601, bahwa semua doa litani harus diajukan kepada Takhta Suci untuk diperiksa dan mendapat persetujuan resmi. Litani Santo Yusuf baru secara resmi mendapat berkat apostolik dari Paus Pius X (1903-1914) pada 18 Maret 1909.


Tonggak Devosi Santo Yusuf

Tonggak besarnya perhatian Gereja terhadap Santo Yusuf adalah pada masa penggembalaan Paus Pius IX (1846-1878). Takhta Suci melalui Kongregasi untuk Ritus Suci (kini Kongregasi untuk Liturgi Suci dan Disiplin Sakramen) menerbitkan Ensiklik Quemadmonum Deus tentang penetapan Santo Yusuf sebagai Pelindung Gereja Semesta  pada 8 Desember 1870, bertepatan dengan Hari Raya Maria yang Dikandung Tanpa Noda Dosa. Dua figur anggota Keluarga Kudus Nazareth ini seolah tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Mereka menjadi pasangan yang mengampu peran masing-masing dalam mempersiapkan Yesus untuk berkarya di tengah umat manusia, membawa kasih dan keselamatan bagi dunia.

Penggantinya, Leo XIII (1878-1903) menerbitkan Ensiklik Quamquam Pluries pada 15 Agustus 1889. Lagi-lagi, waktu penerbitan ensiklik tentang Santo Yusuf ini memakai Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, tanggal 15 Agustus.

Sekali lagi, Yusuf sungguh tak dapat dipisahkan dari Maria. Ensiklik ini menjelaskan tentang devosi kepada Santo Yusuf dan peneguhan Santo Yusuf sebagai Pelindung Gereja. Ia memosisikan pribadi Yusuf persis berada setelah Bunda Maria dalam bilangan para kudus. Jika Maria menyandang predikat hyperdulia, Yusuf digelari protodulia—yang layak mendapatkan penghormatan pertama di antara para kudus, sesudah Maria.

Paus peletak fondasi Ajaran Sosial Gereja ini juga menyebutkan perlunya menelandani Yusuf dengan memosisikan martabat kerja sebagaimana mestinya. Ini muncul dalam Ensiklik Rerum Novarum, yang dipromulgasikan pada 15 Mei 1891. Ia pun menganjurkan umat untuk menambahkan doa kepada Santo Yusuf pada saat doa Rosario setiap bulan Oktober.


Angin Segar dalam Gereja

Pada awal abad ke-20, Benediktus XV (1914-1922) memromulgasikan Anjuran Apostolik Bonum Sane secara motu proprio tentang Santo Yusuf pada 25 Juli 1920. Inilah peringatan 50 tahun pemakluman Hari Raya Santo Yusuf dalam Ensiklik Quemadmodum Deus. Penggantinya, Pius XI (1922-1939) menjadikan Yusuf sebagai panglima untuk melawan paham komunisme-ateistik yang kala itu pengaruhnya membabi-buta melalui Ensiklik Divini Redemptoris pada 19 Maret 1937.

Selanjutnya tahun 1955, Pius XII (1939-1958) menggelar pertemuan dengan Associazioni Cristiane dei Lavoratori Italiani (ACLI)—sebuah asosiasi pekerja Katolik Italia yang didirikan pada 1945—dan menetapkan tanggal 1 Mei sebagai peringatan Santo Yusuf Pekerja. Selain sebagai bentuk penghormatan akan keteladanan Santo Yusuf Pekerja, lagi-lagi Yusuf menjadi pelindung para pekerja Katolik dari pengaruh komunisme yang waktu itu cukup memberi warna di banyak tempat.

Tak ketinggalan, Bapa Suci Yohanes Paulus II (1978-2005) secara khusus mengeluarkan Anjuran Apostolik Redemptoris Custos pada 15 Agustus 1989 sebagai peringatan satu abad Ensiklik Quamquam Pluries. Ia menggarisbawahi peran Yusuf sebagai pelindung, penjaga, dan teladan Gereja yang selalu setia dari waktu ke waktu. Ternyata, Redemptoris Custos bisa dilihat sebagai sekuel dari serangkaian dokumen yang bertema Trinitas dan Maria, yaitu Ensiklik Redemptor Hominis (4 Maret 1979), Ensiklik Dives in Misericordia (30 November 1980), Ensiklik Dominum et Vivificantem (18 Mei 1986), Ensiklik Redemptoris Mater (25 Maret 1987).

Sementara itu, Benediktus XVI (2005-2013) dengan gamblang mendorong peningkatan devosi kepada Santo Yusuf sebagai praktik kesalehan umat beriman dengan intensi untuk membangun rekonsiliasi, memulihkan martabat kehidupan, dan perdamaian dunia. Tanpa ragu dia menyebut bahwa Yesus yang sudah dewasa dan akhirnya tampil mengemban karya perutusan Allah, pernah belajar dan mengenyam “Sekolah Santo Yusuf”. Bahkan, ia sempat berkeinginan untuk memasukkan nama Santo Yusuf, suami Maria, ke dalam rumusan Doa Syukur Agung.

Keluarga Kudus Nazaret dalam gambaran Santo Josemaria Escriva.


Namun, keinginan itu baru dapat direalisasikan oleh penggantinya, Paus Fransiskus. Pada 1 Mei 2013, bertepatan dengan Pesta Santo Yusuf Pekerja, Bapa Suci memromulgasikan Dekrit Paternas Vices yang memasukkan Santo Yusuf ke dalam Doa Syukur Agung. Tak berhenti sampai di situ, dia juga menerbitkan Surat Apostolik Patris Corde pada 8 Desember 2020 sebagai peringatan 150 tahun pemakluman Santo Yusuf sebagai Pelindung Gereja Semesta; dan mencanangkan Tahun Santo Yusuf mulai dari terbitnya surat apostolik itu hingga 8 Desember 2021.

Seolah devosi kepada Santo Yusuf mendapat angin segar dengan penetapan Tahun Santo Yusuf ini. Pada 1 Mei 2021, Takhta Suci melalui Kongregasi Liturgi Suci dan Disiplin Sakramen menambahkan tujuh gelar Santo Yusuf dalam litani, yaitu Custos Redemptoris (Penjaga Penebus), Serve Christi (Pelayan Kristus), Minister Salutis (Pelayan Keselamatan), Fulcimen in Difficultatibus (Penolong dalam Kesulitan), Patrone Exsulum (Pelindung Kaum Terbuang), Patrone Afflictorum (Pelindung Para Penderita), Patrone Pauperum (Pelindung Kaum Miskin).

Paus yang punya devosi khusus pada Santo Yusuf yang sedang tidur ini membawa angin segar perubahan untuk devosi pada ayah asuh Yesus. Komunitas-komunitas devosan Santo Yusuf di seantero jagad pun seperti bangkit dari tidur panjang mereka. Bahkan, buah dari seruan Paus ini bergema sampai di Nusantara dan menjadi angin segar yang menyejukkan dahaga di kala pandemi Covid-19 melanda. Muncul aneka gerakan devosi Santo Yusuf, mulai dari pengenalan Rosario Santo Yusuf, Litani Santo Yusuf, doa-doa kepada Santo Yusuf, hingga retret yang disesuaikan dengan keadaan umat beriman. Dan sekali lagi, Gereja Umat Allah mengalami evolusi kesadaran iman tentang “keturunan Daud yang termasyhur” ini.


R.B.E. Agung Nugroho

HIDUP, Edisi No. 11, Tahun ke-76, Minggu, 13 Maret 2022

Artikel ini telah dipublikasikan di hidupkatolik.com

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama