Nostalgia Kehidupan di Kampung Numbei
Masih melekat di
ingatan, bagaimana suka dukanya hidup di zaman tanpa (lampu) listrik hingga
sekarang itulah yang terjadi pada kehidupan masyarakat Kampung Numbei, Desa
Kateri Kabupaten Malaka, NTT. Sekedar mengingat kembali memori masa kecil Kala
itu, aku masih berusia 6 tahun dan duduk dibangku kelas 4 sekolah dasar.
Saban sore, ada
kegiatan rutin yang harus kukerjakan sepulang ayah dari kebun. Di era
tahun 90-an itu, ayah selalu menyuruhku membeli kaus lampu dan spritus untuk
menyalakan lampu gas.
Bahkan, setiap 2 hari
sekali, ayah wajib membersihkan lampu gas dan mengisi minyak tanah di dalam
tabungnya. Sungguh pekerjaan yang sangat menjengkelkan bagiku, karena membeli
kaus lampu memang ribet. Ada kaus lampu yang rawan pecah atau sobek.
Menyalakan lampu gas
merupakan pekerjaan melelahkan, mulai dari melelehkan spiritus sebagai pemantik
api ditahap awal dan memompanya.
Kadang malam haripun,
kegiatan memompa harus dilakukan ketika sinar dari lampu petromax mulai
meredup. Padahal di zaman itupun, lampu neon sudah ada pasca ditemukan ilmuwan
Thomas Alfa Edison.
Namun yang hanya
memiliki lampu neon saat itu masih bisa dihitung khusus bagi masyarakat yang
hidup di perkotaan. Kalaupun ada hanya satu dua orang, yang bisa terbebas dari
siksaan lampu gas dan lampu pelita modifikasi botol bekas dengan sumbu kompor
ataupun sisa benang yang digunakan untuk menenun kain adat.
Jika penduduk 'yang
miskin sekali' masih menggunakan lampu gas dan lampu pelita, sedangkan yang
'yang kaya sekali' tentunya menggunakan lampu neon.
Sementara penduduk yang
masuk kelompok sederhana alias kekurangan harta tak perlu pakai petromax, cukup
lampu pelita yang terbuat dari kaleng bekas sebagai alat penerangan di malam
hari. Lampu pelita diisi sedikit minyak tanah, lalu memakai kain yang sudah
dipilin dan selanjutnya ujung atasnya dibakar. Sungguh...jadilah alat penerang
sederhana yang mampu menerangi ruangan rumah.
Sedangkan penduduk yang
tergolong kaya sekali, pasti membeli mesin diesel dan bisa menyulap rumah
mereka menjadi terang benderang seperti cahaya bulan di malam hari.
Sebenarnya ada seribu
cerita tentang hidup di zaman tanpa adanya lampu listrik. Untuk pergi keluar
rumah terpaksa membuat obor dari bambu yang menjadi penerang favourite saat
Perayaan Natal dan Paskah di Paroki St. Lukas Wekfau.
Obor bambu jika di
tempelkan di setiap pinggir jalan secara berjejer-jejer, terlihat sangat indah.
Tak semua hal tanpa lampu listrik menjadi menjengkelkan, ada hal yang
menyenangkan. Anak-anak terhibur bermain petak umpet di suasana gelap atau
mengintip orang yang sedang pacaran.
Siksaan tanpa listrik
juga hadir satu minggu sekali, tatkala genset yang menjadi sumber energi untuk
menyalakan televisi dan radio sudah habis bahan bakarnya. Layar televisi
tiba-tiba menciut, gambar melorot dan mengecil. Sementara ada bayangan hitam
ditepi layar kanan dan kiri, lalu tiba-tiba mati...
Karuan saja, para penonton
langsung teriak-teriak tandanya jengkel. Apalagi saat siaran TV sedang ada
acara bagus, misalnya Aneka Ria Safari, Selekta Pop dan Film akhir Pekan.
Barangkali,
ketergantungan pada listrik saat itu tak benar-benar kuat. Tak seperti sekarang
ini, semuanya bisa jalan dan berfungsi kalau ada listrik.
Dulu orang di zaman itu
mengerjakan apapun dengan cara manual dan alami. Mencuci pakaian di kali
beramai-ramai dengan teman (tak pakai listrik), menyetrika pakai bahan bakar
pemanas dari arang hitam. Memasak nasi dan merebus air minum serta
memanaskan makanan menggunakan tungku dan kayu bakar.
Tak ada handphone yang
harus di charge, tak ada magic com, dispenser, WiFi, laptop dan komputer.
Pokoknya barang-barang elektronik yang dikenal hanya TV dan Radio.
Barangkali,
ketergantungan pada listrik saat itu tak benar-benar kuat. Tak seperti sekarang
ini, semuanya bisa jalan dan berfungsi kalau ada listrik.
Bisakah Manusia Hidup Tanpa Listrik?
Dapatkah Anda
membayangkan hidup tanpa listrik? Jika tak ada aliran listrik, maka
Anda tidak bisa bekerja, memasak, menyetrika, menonton tv hingga mencuci baju.
Segala kesulitan itu
akan kita rasakan, terutama bagi mereka yang tinggal di kota besar. Sebab,
penduduk di kota besar sudah dimudahkan dengan teknologi.
Digitalisasi mengubah
cara hidup kita dengan lebih banyak perangkat yang terhubung secara otomatis
dan terkoneksi internet, demikian dikutip dari laman swecourbaninsight.com,
Senin (21/03/2022)
Mati lampu yang terjadi
pada peristiwa bada seroja di wilayah Provinsi NTT beberapa bulan yang lalu
membuktikan bahwa manusia di perkotaan seakan-akan tak berdaya dan lumpuh tanpa
listrik.
Bukan cuma kota besar
di dunia juga belum siap untuk hal ini. Kota-kota di Eropa juga tidak siap
apabila hidup tanpa listrik.
Lalu, apakah tanpa listrik manusia
bisa bertahan hidup?
Jawabannya bisa. Karena
pada zaman dahulu, manusia hidup tanpa bantuan listrik. Nenek moyang manusia
membuat pakaian secara manual, membuat senjata untuk berburu, membuat tempat
tinggal hingga bercocok tanam, demikian dikutip dari laman Computingforever.com.
Hanya saja, peradaban
barat modern menyebabkan manusia bergantung pada energi listrik. Padahal,
manusia bisa bertahan dan hidup meski tanpa itu semua.
Ketergantungan Listrik
Digitalisasi telah
mengubah rumah kita. Sekarang kita semua lebih banyak memiliki perangkat
otomatis daripada sebelumnya.
Internet juga
menyediakan segala informasi dan mencari jalan keluar dari permasalahan yang
rumit.
Setiap tautan dalam
rantai kehidupan ini membutuhkan listrik dan sebagian besar berasal dari bahan
bakar fosil.
Apa yang akan terjadi
jika pasokan fosil juga lumpuh? Tentu manusia akan sulit memperoleh listrik sebagai energi yang selama ini diandalkan.
Manfaat Listrik Masuk Desa
Saat ini, listrik
merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam aktivitas sehari-hari.
Terlebih, hampir semua kegiatan memanfaatkan energi listrik. Bahkan sudah ada
beberapa inovasi teknologi yang memanfaatkan energi surya sebagai sumber utama
listrik. Mengingat pentingnya akan kebutuhan listrik tersebut sudah seharusnya
listrik tidak hanya terdapat di kota-kota besar, tetapi perlu juga listrik
masuk desa.
Berbicara mengenai listrik
masuk desa terdapat banyak manfaat yang bisa diperoleh untuk
masyarakat nantinya. Diantaranya:
1. Sebagai penerangan rumah
Sebelum adanya listrik, perumahan tentu belum
seterang sekarang. Kebanyakan orang masih memanfaatkan lampu pijar, api, maupun
lilin untuk penerangan rumah. Tentu saja penggunaan penerangan tersebut kurang
nyaman dan cukup berbahaya, karena tingginya risiko akan kebakaran.
Untuk itu, sangat penting listrik masuk desa untuk
menerangi rumah-rumah di malam hari dengan lebih memadai. Tak hanya itu,
penerangan opada jalan-jalan desa pun bisa dilakukan. Dengan begitu, setiap
kendaraan yang lewat akan terbantu dengan lampu-lampu terang yang ada di jalan
berkat adanya listrik masuk desa.
2.
Mempermudah
pekerjaan rumah tangga
Manfaat selanjutnya adalah membantu menunjang
pekerjaan atau kegiatan rumah tangga sehingga menjadi lebih mudah. Sumber
energi listrik tersebut nantinya bisa digunakan untuk menghidupkan setrika,
magicom, blender, mixer, dan masih banyak lagi dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Sebagai
penghasil panas yang baik
Energi listrik nantinya juga bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat pedesaan dalam beberapa bidang rumah tangga. Seperti untuk menanak
dan menghangatkan nasi.
4.
Sebagai sarana
hiburan bagi keluarga
Penggunaan listrik di desa bisa menjadi sara hiburan
yang cukup menarik. Seperti penggunaan smartphone, televise, playstation, dan
masih banyak lagi lainnya.
5.
Penghasil gerak
Manfaat selanjutnya jika listrik masuk desa adalah sebagai penghasil gerak. Mengingat ada banyak sekali
barang yang dibutuhkan masyarakat yang memerlukan listrik untuk
menggerakkannya. Seperti penggunaan bor, motor listrik, mobil listrik, kipas
angin, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Seluruh manfaat di atas
bisa didapat saat listrik masuk desa. Dengan adanya program tersebut, maka
tentu masyarakat pedesaan pun bisa menikmati kemudahan yang sama dengan
masyarakat yang hidup di perkotaan. Semoga Pemerintah Daerah Kabupaten Malaka
Provinsi Nusa Tenggara Timur bisa membuat pemetaan secara jelas untuk semua
wilayah Desa yang belum menikmati penerangan listrik.