Foto: Antara Foto/Andreas Fitri Atmoko |
Dalam tradisi Katolik,
elemen warna dalam liturgi menjadi simbol atau tanda peristiwa gerejawi.
Umumnya ada tiga warna liturgi yang biasa dipakai yakni, putih, hijau dan ungu.
Ungu merupakan warna liturgi selama masa Prapaskah.
Warna ungu akan
terlihat dari busana pastor (stola dan kasula), misdinar, diakon dan prodiakon
juga petugas misa lain.
Dalam liturgi, warna
ungu dipakai selama masa mawas diri, masa yang memerlukan ketenangan. Dikutip
dari laman The Katolik, warna ungu yang dikenakan satu minggu jelang Paskah
berhubungan erat dengan sengsara dan wafat Yesus. Dikisahkan para prajurit
memakaikan Yesus jubah ungu dan mahkota dari anyaman duri.
Tidak hanya selama masa
Prapaskah, warna ungu juga dikenakan dalam kesempatan berbeda. Mengutip dari
Sesawi, ungu dikenakan selama masa Adven, ibadat harian maupun misa arwah.
Kemudian, nanti pada
Minggu Palma dan Jumat Agung digunakan warna merah. Merah mengandung makna
cinta dan penderitaan. Baru pada perayaan Paskah, gereja menggunakan warna
liturgi putih.
Apakah umat wajib
menyesuaikan busana selama ibadah dengan warna liturgi gereja?
Ternyata jawabannya
tidak. Dalam Pedoman Umum Misale Romanum 335 disebutkan:
"Gereja adalah
tubuh Kristus. Dalam Tubuh itu tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama.
Dalam perayaan Ekaristi tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana
liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus
masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis juga menambah keindahan
perayaan liturgis. Seyogyanya busana liturgis untuk imam, diakon, dan para
pelayan awam diberkati."