Inspiratif! Kisah Warga Tuka Memeluk Katolik, Leluhur Bermukim di Palasari

Inspiratif! Kisah Warga Tuka Memeluk Katolik, Leluhur Bermukim di Palasari

Suasana Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus di Desa Tuka, Badung, Bali, Minggu (17/4/2022)



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk Numbei) Minggu (17/4/2022) pagi, misa paskah di Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus di Desa Tuka, Badung, dipadati umat yang sebagian besar mengenakan pakaian adat Bali. Berbagai ornamen Bali yang ada di dalam dan luar gereja membuat nuansa Balinya terasa lebih kental.


Ada juga penjor yang dipasang di bagian depan gereja. Hiasan janur dan gebogan (rangkaian,buah, bunga dan janur) juga terlihat di dalam gereja. Nuansanya mirip seperti saat umat Hindu merayakan Galungan dan Kuningan.


Berada di wilayah administrasi Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali, Desa Adat Tuka merupakan desa adat yang mayoritas penduduknya memeluk agama Katolik. Antara warga Hindu dan Katolik rukun berdampingan sejak puluhan tahun. Ini tidak lepas dari sejarah leluhur masyarakatnya yang dahulu memeluk Hindu.

 

Menurut tokoh umat, Guido I Gusti Ngurah Darmadi, warga Desa Tuka adalah warga asli Bali yang dahulunya beragama Hindu. Lalu penyebaran Katolik ke Tuka dimulai pada 1930-an. Saat itu, beberapa warga Tuka sudah memeluk Protestan dan sudah dibangun satu gereja di sana.


Dua tokoh desa saat itu, Wayan Diblug alias Pan Rosa dan Made Beronong atau Pan Regig memilih tidak bergabung. Namun Pan Rosa dan Pan Regig menjadi penginjil di Denpasar setelah sempat mendapat bimbingan dari seorang misionaris Belanda yang juga sosiolog dan sastrawan.


"Mulailah penyebaran Katolik di Tuka setelah datangnya seorang pastor bersama dua tetua kami ini," tutur Ngurah Darmadi.


Pembaptisan pada 1931 silam disebut sebagai periode awal penyebaran Katolik di Tuka. Perjalanan leluhur mereka berpindah agama terus terjadi. Bersamaan itu, diresmikanlah gereja Katolik pertama yang tergolong tertua di Bali pada 14 Februari 1937. Proses pembangunan dilakukan Pastor Simon Buis dari Belanda dibantu warga lokal, Gusti Made Rai Sengkug.


Pada periode berikutnya, juga terjadi perpindahan beberapa warga Tuka ke Palasari, Kecamatan Melaya, Jembrana. Mereka diberikan tanah oleh Kerajaan Jembrana untuk bermukim mengajarkan Katolik.


"Jadi warga di sana juga leluhur kami dari Tuka," sebut pria asli Tuka ini.


Setelah 50 tahun, dibangunlah gereja baru yang hingga kini masih berdiri: gereja Paroki Tritunggal Mahakudus. Bangunan yang diresmikan pada 1987 itu beraksen ornamen Bali. Lengkap dengan ukiran di altar dan terdapat angkul-angkul Bali di bagian depan.


Kata Ngurah Darmadi, gaya bangunan gereja diadopsi dari desain wantilan atau balai pertemuan adat Bali. Harapannya tercipta simbol berkumpulnya umat dari segala penjuru untuk memuja Tuhan. Pemikiran itu dituangkan oleh seorang misionaris, Alex Nyoman Gunarsa.


"Setiap perayaan hari besar keagamaan Katolik, pasti bisa dilihat ada sentuhan budaya Bali. Kami tidak bisa lepas dari ajaran leluhur zaman dulu. Langkah pelestarian yang wajib dilakukan," tegas Darmadi.


Saat ini ada sekitar 600 kepala keluarga atau sekitar 2.500 umat yang laksanakan peribadatan di Gereja Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka. Paroki Gereja Katolik Tuka meliputi dua kecamatan, yakni Kuta Utara dan Mengwi, diantaranya Desa Dalung, Buduk, Tumbak Bayuh, Kelurahan Kerobokan Kaja dan Kelurahan Sempidi.


"Yang asli Desa Tuka sekitar 200 KK," tutup Ngurah Darmadi.

***

Source: detik.com




Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama