Menilik kembali Alam dan Religi Dayak: Foto ini diambil di kegiatan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gereja di Stasi Lingga Paroki St. Fidelis Sungai Ambawang- MajalahDUTA.Com |
Dalam tulisan itu
menjelaskan bahwa orang Dayak hidup karena alam. Mereka percaya akan
Tuhan melalui perantaraan alam. Orang Dayak ahli dalam hal Pemetaan Kawasan
Adat, punya prinsip dasar dalam pengelolaan sumber daya alam dan cara
pengelolaan serta pemanfaatn sumber daya alam pada masyarakat Dayak.
Dalam tulisan itu,
pembaca akan menemukan nilai-nilai luhur yang sudah ada sejak ribuan tahun di
masyarakat Dayak. Tulisan ini memang menarik untuk dibaca zaman nya (1999) dan
tulisan ini bisa menjadi penilik kembali kekayaaan alam dan religi Dayak yang sudah
diwariskan ribuan tahun lalu.
Pemetaan Kawasan Adat
Pemetaan secara
partisipatif merupakan cara dan langkh awal untuk menggambarkan kondisi wilayah
suatu kampung. Masyarakat dapat secara pasti (98%) mengetahui suatu kampung dan
luas kawasannya. Pola penggunaan lahan dan tata ruang pun dapat diketahu dengan
jelas serta kondisi pohon-pohon dan hewan penghuni hutan diketahu dengan
baik
Apa bila
kondisi-kondisi ini dapat digambarkan dengan baik pada sebuah peta, maka
dialog, negosiasi atau apapun namanya dengan pihak luar telah memiliki alat
yang baik. Alat yang baik sangat menentukan hasil akhir dialog tersebut.
Suatu Kearifan
Selama ini apapun
alasannya, orang Dayak tetap dituduh sebagai perusak hutan. Tetapi kenyataannya
tidak demikian.
Orang Dayak punya
prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam. Hal ini dimiliki oleh hampir semua
Masyarakat Adat di dunia. Orang Dayak mengenal pengelolaan sumber daya alam
secara berkesinambungan (sustainnability).
Alam tidak hanya
dipandang sebagai asset atau kekayaan, melainkan sebagai rumah bersama. Konsep
rumah bersama ini sangat jelas terlihat dalam setiap upacara yang mendahului
kegiatan pemanfaatn alam dimana selalu terdapat unsur permisi pada penghuni
alam ini. Karenanya kegiatan-kegiatan yang eksploitatif dan destruktif
dihindari demi menjaga keharmonisan alam.
Prinsip pemanfaatan
yang berkesinambungan ini juga tergambar jelas dalam adat-istadat. Memanen
buah-buah tertentu misalnya. Orang Dayak tidak sembarangan memanen buah.
Sebagaimana layaknya rumah, alam boleh dimanfaatkan tanpa merusaknya.
Alam beserta seluruh
isinya dikelola berdasarkan prinsip kebersamaan dan demi kepentingan bersama.
Lahan untuk berladang yang belum dimanfaatkan oleh siapa saja yang menjadi
warga disetiap kampung.
Ikan di sungai,
binatang di hutan – boleh ditangkap dan diburu oleh setiap warga di kampung.
Kebun buah-buahan peninggalan nenek moyang boleh dimanfaatkan hasilnya oleh
semua warga. Ini berarti pengelolaan sumber daya alam pada masyarakat Dayak
tidak berdasarkan prinsip komunal.
Salah satu perbedaan
yang paling menonjol dari sistem pengelolaan sumber daya alam yang berlaku
dalam masyarakat Dayak dengan sistem pengelolaan yang Berdasarkan pada teori
ekonomi kapitalistik dan moderenisasi adalah dalam hal keanekaragaman
tanaman. Dalam masyarakat Dayak, unsur keanekaragaman tanaman, bukan
produktivitas yang menjadi prioritas utama.
Pemanfaatan sumber daya
alam pada masyarakat Dayak itu bersifat subsisten. Sumber daya alam yang
dioladan dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak umumnya dikonsumsi untuk keperluan
sendiri. Meskipun ada beberapa jenis komoditi yang dijual, terutama karet –
namun bukan berarti menjadi sumber penghasilan yang utama. Pemanfaatan sumber
daya alam dilakukan dalam skala yang sangat terbatas. Pemanfaatan kayu sebagai
hasil hutan hanya untuk bahan bagunan sendiri.
Pengelolaan dan
pemanfaatan atau sumber daya alam pada masyarakat Dayak dilakukan berdasarkan
hukum adat dan adat istiadat yang telah diformulasikan dengan sedemikian rupa
berdasarkan pengalaman ribuan tahun dan secara turun-temurun.
Adat istiadat tersebut
menjamin tetap terjaganya kelestarian alam beserta seluruh isinya demi
kepentingan masyarakat itu sendiri. Kawasan adat dibagi dalam beberapa kelompok
besar pada pembentukannya. Dalam suatu kawasan benua terdapat kawasan
perladangan, perburuan, kebun buah-buahan, kebun karet, pemungkiman, keramat dan
kuburan.
Orang Dayak minimal
mengenal 5 prinsip dalam mengelola sumber daya alam: berkesinambungan,
kebersamaan, keanekaragaman, subsistem dan tunduk pada hukum adat. Kelima
prinsip tersebut jika dilaksanakan secara konsisten akan menghasilkan sustainable
development, pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Hal itu mencangkup (1)
secara ekonomis bermanfaat (2) secara ekologis tidak merusak (3) secara budaya
tidak menghancurkan. Masyarakat sejak ribuan tahun silam sudah mempraktikkan
pembangunan yang berwawasan lingkungan.
Dalam catatan terakhir
dari tulisan Panakar itu, ditulis bahwa “orang Dayak itu mengelola sumber daya
alam secara arif.”
Dari tulisan Panakar
ini yang ditulis pada tahun 1999 mungkin masih relevan dengan keadaan alam saat
itu. Namun sekarang kita sudah masuk tahun 2020, tentunya apa yang digambarkan
kala itu berbeda dengan kenyataan sekarang. Saat ini, manusia dihadapkan dengan
kemajuan teknologi, baik dari informasi, peralatan medis, peralatan kantor,
peralatan kerja bahkan sampai dengan barang-barang kebutuhan sehari-hari.
Jika berbicara tentang
alam, sekarang Kalimantan yang di-claim sebagai salah satu paru-paru dunia
juga sudah terancam habis. Bagaimana kita melihat dan memilih? Justru tugas
generasi inilah yang menjadi harapan kelestarian alam ditengah kemajuan
tekonologi yang kian berubah. Jangan sampai kearifan lokal orang Dayak tergerus
waktu dan tak mampu lagi melihat budaya dan religi leluhur yang arif. Ini tugas
kita bersama, generasi muda. Semoga! *** majalahduta.com