Menilik kembali Alam dan Religi Dayak

Menilik kembali Alam dan Religi Dayak

Menilik kembali Alam dan Religi Dayak: Foto ini diambil di kegiatan Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gereja di Stasi Lingga Paroki St. Fidelis Sungai Ambawang- MajalahDUTA.Com


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk Numbei)Agaknya menarik untuk diangkat kembali tulisan-tulisan lama yang pernah diterbitkan oleh Majalah DUTA Keuskupan Agung Pontianak. Tulisan itu saya baca di terbitan Majalah DUTA pada No. 148 TH XIII/1999. Dimana dalam terbitan tahun itu mengangkat tema besar tentang “Tak Aspirtif, Gedung Dewan Diobok-obok (Tragedi 11 Oktober di Rumah Rakyat), tulisan di halaman 29 dengan Judul Alam dan Religi, yang ditulis oleh Panakar.

Dalam tulisan itu menjelaskan bahwa orang Dayak hidup karena alam.  Mereka percaya akan Tuhan melalui perantaraan alam. Orang Dayak ahli dalam hal Pemetaan Kawasan Adat, punya prinsip dasar dalam pengelolaan sumber daya alam dan cara pengelolaan serta pemanfaatn sumber daya alam pada masyarakat Dayak.

Dalam tulisan itu, pembaca akan menemukan nilai-nilai luhur yang sudah ada sejak ribuan tahun di masyarakat Dayak. Tulisan ini memang menarik untuk dibaca zaman nya (1999) dan tulisan ini bisa menjadi penilik kembali kekayaaan alam dan religi Dayak yang sudah diwariskan ribuan tahun lalu.

Pemetaan Kawasan Adat

Pemetaan secara partisipatif merupakan cara dan langkh awal untuk menggambarkan kondisi wilayah suatu kampung. Masyarakat dapat secara pasti (98%) mengetahui suatu kampung dan luas kawasannya. Pola penggunaan lahan dan tata ruang pun dapat diketahu dengan jelas serta kondisi pohon-pohon dan hewan penghuni  hutan diketahu dengan baik

Apa bila kondisi-kondisi ini dapat digambarkan dengan baik pada sebuah peta, maka dialog, negosiasi atau apapun namanya dengan pihak luar telah memiliki alat yang baik. Alat yang baik sangat menentukan hasil akhir dialog tersebut.

Suatu Kearifan

Selama ini apapun alasannya, orang Dayak tetap dituduh sebagai perusak hutan. Tetapi kenyataannya tidak demikian.

Orang Dayak punya prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam. Hal ini dimiliki oleh hampir semua Masyarakat Adat di dunia. Orang Dayak mengenal pengelolaan sumber daya alam secara berkesinambungan (sustainnability).

Alam tidak hanya dipandang sebagai asset atau kekayaan, melainkan sebagai rumah bersama. Konsep rumah bersama ini sangat jelas terlihat dalam setiap upacara yang mendahului kegiatan pemanfaatn alam dimana selalu terdapat unsur permisi pada penghuni alam ini. Karenanya kegiatan-kegiatan yang eksploitatif dan destruktif dihindari demi menjaga keharmonisan alam.

Prinsip pemanfaatan yang berkesinambungan ini juga tergambar jelas dalam adat-istadat. Memanen buah-buah tertentu misalnya. Orang Dayak tidak sembarangan memanen buah. Sebagaimana layaknya rumah, alam boleh dimanfaatkan tanpa merusaknya.

Alam beserta seluruh isinya dikelola berdasarkan prinsip kebersamaan dan demi kepentingan bersama. Lahan untuk berladang yang belum dimanfaatkan oleh siapa saja yang menjadi warga disetiap kampung.

Ikan di sungai, binatang di hutan – boleh ditangkap dan diburu oleh setiap warga di kampung. Kebun buah-buahan peninggalan nenek moyang boleh dimanfaatkan hasilnya oleh semua warga. Ini berarti pengelolaan sumber daya alam pada masyarakat Dayak tidak berdasarkan prinsip komunal.

Salah satu perbedaan yang paling menonjol dari sistem pengelolaan sumber daya alam yang berlaku dalam masyarakat Dayak dengan sistem pengelolaan yang Berdasarkan pada teori ekonomi kapitalistik  dan moderenisasi adalah dalam hal keanekaragaman tanaman. Dalam masyarakat Dayak, unsur keanekaragaman tanaman, bukan produktivitas yang menjadi prioritas utama.

Pemanfaatan sumber daya alam pada masyarakat Dayak itu bersifat subsisten. Sumber daya alam yang dioladan dimanfaatkan oleh masyarakat Dayak umumnya dikonsumsi untuk keperluan sendiri. Meskipun ada beberapa jenis komoditi yang dijual, terutama karet – namun bukan berarti menjadi sumber penghasilan yang utama. Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan dalam skala yang sangat terbatas. Pemanfaatan kayu sebagai hasil hutan hanya untuk bahan bagunan sendiri.

Pengelolaan dan pemanfaatan atau sumber daya alam pada masyarakat Dayak dilakukan berdasarkan hukum adat dan adat istiadat yang telah diformulasikan dengan sedemikian rupa berdasarkan pengalaman ribuan tahun dan secara turun-temurun.

Adat istiadat tersebut menjamin tetap terjaganya kelestarian alam beserta seluruh isinya demi kepentingan masyarakat itu sendiri. Kawasan adat dibagi dalam beberapa kelompok besar pada pembentukannya. Dalam suatu kawasan benua terdapat kawasan perladangan, perburuan, kebun buah-buahan, kebun karet, pemungkiman, keramat dan kuburan.

Orang Dayak minimal mengenal 5 prinsip dalam mengelola sumber daya alam: berkesinambungan, kebersamaan, keanekaragaman, subsistem dan tunduk pada hukum adat. Kelima prinsip tersebut jika dilaksanakan secara konsisten akan menghasilkan sustainable development, pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Hal itu mencangkup (1) secara ekonomis bermanfaat (2) secara ekologis tidak merusak (3) secara budaya tidak menghancurkan. Masyarakat sejak ribuan tahun silam sudah mempraktikkan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Dalam catatan terakhir dari tulisan Panakar itu, ditulis bahwa “orang Dayak itu mengelola sumber daya alam secara arif.”

Dari tulisan Panakar ini yang ditulis pada tahun 1999 mungkin masih relevan dengan keadaan alam saat itu. Namun sekarang kita sudah masuk tahun 2020, tentunya apa yang digambarkan kala itu berbeda dengan kenyataan sekarang. Saat ini, manusia dihadapkan dengan kemajuan teknologi, baik dari informasi, peralatan medis, peralatan kantor, peralatan kerja bahkan sampai dengan barang-barang kebutuhan sehari-hari.

Jika berbicara tentang alam, sekarang Kalimantan yang di-claim sebagai salah satu paru-paru dunia juga sudah terancam habis. Bagaimana kita melihat dan memilih? Justru tugas generasi inilah yang menjadi harapan kelestarian alam ditengah kemajuan tekonologi yang kian berubah. Jangan sampai kearifan lokal orang Dayak tergerus waktu dan tak mampu lagi melihat budaya dan religi leluhur yang arif. Ini tugas kita bersama, generasi muda. Semoga! *** majalahduta.com

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama