Kondisi Kapela Numbei yang sudah rusak |
Apa pula yang ingin
kalian ungkapkan ketika di sore hari, Tuhan melukis dengan sangat sempurna
terbenamnya matahari. Mula-mula dia seperti membentang, sedikit demi sedikit
menggumpal, lalu memerah dan secara perlahan jatuh seperti bara api mengenai
atap Kapela tua di sebuah dusun kecil, kampung terisolasi Numbei, Kabupaten
Malaka?
Inilah potret Kapela
St. Antonius Padua Numbei Paroki St. Lukas wekfau-Keuskupan Atambua, Kabupaten
Malaka Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Ada ibu-ibu yang
menenteng buku doa (anggota legio Maria), berjalan pelan seperti sedang merawat
mimpi-mimpinya dari arah pintu gerbang. Mereka tampak khusuk, mengatupkan kedua
tangan untuk mengamini doa-doanya sebelum masuk kapela tua ini.
Lain dengan anak-anak
sekolah yang biasanya datang hanya untuk berswafoto di halaman Kapela apabila
ada kegiatan kunjungan pastoral dari Pastor Paroki St. Lukas Wekfau. Di
sela-sela kegiatan itu, mereka bercerita tentang banyak hal. Tentang sekolah,
masa depan dan kemungkinan kalau saat berpisah dengan teman-temanya di bangku
pendidikan Sekolah Dasar Inpres Numbei.
Pemandangan sedikit
agak berbeda kalau kita mendapati tak ada anak muda duduk bersimpul. Beda
halnya bangunan Gereja yang megah selalu saja ada yang mengunjungi khususnya
anak-anak muda. Kadang, ada yang berduaan di sudut Gereja, tidak tahu sedang
berbicara apa, tetapi dari kejauhan tampak seperti sedang menguping doa-doa
semesta.
Di lain tempat hampir
setiap sore anak-anak muda datang ke Gereja yang megah dengan corak struktur
bangunan yang ikonik. Seorang dari mereka pernah memberi kesaksian. “Semakin jauh
manusia berpergian, semakin dekat iya dengan dirinya sendiri”.
Kesaksian ini tentu
saja memberi makna terdalam arti dari perjalanan manusia. Bahwa bepergian
kemanapun manusia, tujuannya tidak selalu tunggal.
Manusia misalnya
merantau untuk mendapatkan uang, tetapi pada saat yang sama, ia juga menerima
asupan pengalaman di tempat baru yang menguatkan jiwanya. Semakin ia
membenturkan dirinya dengan pengalaman-pengalaman baru itu, semakin ia
mengenali dirinya.
Para sesepuh,
orang-orang tua dan guru-guru memberi kesaksian pamungkas. Bagi mereka Gereja
dengan kemegahannya hari ini, merupakan bukti nyata kasih Tuhan yang menyapa
umat-Nya dengan kelembutan kasih. Lantas bagaimana dengan bangunan gedung
Gereja dan Kapela tua?
“Bangun Kaplea ini akan dibangun kembali dengan design baru semata-mata karena kasih karunia Tuhan sendiri. Dengan segala
kemahakuasaan-Nya, Ia menguatkan iman umat, menyatukan persepsi, maka bangunan megah ini dapat diselesaikan sesuai dengan apa yang direncanakan”, demikian
kesaksian umat.
“Swadaya umat dan budi
baik para donatur menentukan keberhasilan sebuah bangunan rohani rumah
peribadatan. Itu semua dimungkinkan karena kita digerakkan oleh Roh yang sama,
yakni Roh Kudus sendiri. Roh Kudus, dengan daya transformatifnya mampu
menaklukkan egoisme umat, sehingga secara kolektif-kolegial semua merasa
terpanggil berpartisipasi aktif dalam pembangunan ini”, kesaksian umat yang lain.
Begitulah cara sebagian
orang memotret dan memungut kenangannya di Kapela St. Antonius Padua Numbei.
Ini hanya secuil dari begitu banyak pengalaman umat yang terekam dalam ingatan.
Kelak, pengalaman-pengalaman ini menjadi kado terindah untuk diceritakan ke
generasi penerus.