Secarik kertas usang
tulisan tangan
aku, dia dan mereka
wakili harap kami.
Iya..kami adalah
pemilik negeri ini yang kadang ditipu, yang punya 'Tuan' tapi tidak pernah
dituankan, malah hanya dijadikan hamba kepentingan dan hasrat semu, dipreteli
dengan janji tanpa merasakan janji itu sendiri.
Surat usang ini kami
layangkan saat kegerahan kami memuncak di alam pikir, tidak selaras dengan
kerinduan akan janji, lantas menyeret kemauan tuk 'memberontak' sembari
berharap pemimpin kami membaca serpihan luka dalam surat ini.
Bukan untuk mengubah
apa yang sudah terjadi, atau pun membenarkan saat mata melihat yang tidak
benar, tetapi hanya untuk menegur kalau kalau kami yang empunya negeri ini.
Kami masih berharap dan
terus berharap, bukan tuk mau ditipu lagi, atau sekedar mau dikeyangkan dengan
janji manis namun terasa pahit diakhirnya. Kami hanya meminta apa yang
seharusnya dilakukan, dan bukan diharapkan, ataupun yang dirindukan karena kami
menuntut yang ada bukan nanti tapi sekarang.
Surat usang ini, adalah
cacatan semu, mungkin juga dinamika hidup kami sebagai 'rakyat' yang kata
mereka punya kuasa lebih ketimbang penguasa tetapi terkadang kuasa kami
dikerdilkan karena tidak punya posisi, jabatan dan uang. Ah..rumit, tetapi
serumit ini kah hidup kami? atau memang begini nasib jadi rakyat? mungkin juga,
yang pasti kami masih disini, masih ditempat yang sama tempat para leluhur kami
mengajarkan kebenaran yang sesungguhnya sembari berharap lahirnya pemimpin baru
dengan janji bukan membutakan tetapi menerangkan kegelapan kami.
***
Jalan
Setapak
Rai Numbei
Senin,
01 Juni 2022