Trend “Sedekah Politik” Dalam Pilkades Serentak (Suara Akar rumput untuk Bonum Commune)

Trend “Sedekah Politik” Dalam Pilkades Serentak (Suara Akar rumput untuk Bonum Commune)



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Pilkades serentak yang diagendakan pada tahun 2022 di wilayah Kabupaten Malaka, NTT akan menjadi tanggal bersejarah bagi para Kepala Desa (kades) terpilih dan tentunya juga calon yang tidak terpilih di  ratusan desa  di seluruh wilayah Malaka. Sebelum memasuki hari H, calon kades diberikan kesempatan untuk kampanye, saat-saat itulah para calon kades berlomba dan mengerahkan segala cara untuk memenanngkan hati masyarakat di desanya. Termasuk salah satunya adalah dengan melakukan “sedekah” politik.

“Sedekah” politik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut praktek politik uang (money politics) dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang untuk memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemenang kontestasi politik. “Sedekah” politik umumnya menyasar kelompok masyarakat menengah ke bawah dan kerap terjadi menjelang pemilihan.

Kenapa masyarakat menengah ke bawah?

Beberapa hasil kajian yang dilakukan oleh Ismawan, 1999; Rifai, 2003; Eko, 2004; Agustino, 2009; Sahab, 2015; Rusham, 2015; Irawan, 2015; Hasunacha 2016; dan KPU Bandung Barat, 2017 menyebutkan bahwa faktor-faktor yang cenderung mempengaruhi terjadinya praktik money politics adalah faktor kemiskinan, faktor rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik dan faktor kebudayaan.

Kemiskinan

Sebagaimana kita ketahui, angka kemiskinan di Indonesia cukup tinggi. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjan. Kondisi miskin tersebut seperti memaksa dan menekan sebagian masyarakat untuk segera mendapat uang dan/atau barang. Money politic pun menjadi ajang masyarakat untuk memperebutkan hal tersebut dan menganggapnya sebagai “sedekah”. Mereka yang menerima “sedekah” terkadang tidak memikirkan konsekuensi yang akan diterima yaitu, tindakan suap dan jual beli suara yang jelas tidak dibenarkan dan mencederai demokrasi. Dibenak mereka yang terpenting adalah  mendapat uang dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Rendahnya Pengetahuan Masyarakat Tentang Politik

Tidak semua orang tahu apa itu politik, bagaimana bentuknya, serta apa yang ditimbulkan dari politik. Itu semua bisa disebabkan karena tidak ada pembelajaran tentang politik di sekolah-sekolah ataupun masyarakatnya sendiri yang memang acuh terhadap politik di Bojonegoro. Sehingga ketika ada pesta politik ditingkat desa, seperti pilihan Kepala Desa, masyarakat tersebut akan bersikap acuh terhadap sakralnya sistem demokrasi. Hal tersebut dibuktikan dengan kondisi masyarakat saat ini masih banyak yang tidak peduli terhadap track record si calon. Tidak mengenal calon, tidak masalah. Tidak tahu calon Kepala Desa, tidak masalah. Bahkan mungkin, tidak ikut menggunakan hak pilihnya pun tidak masalah.

Kebudayaan

Se ne taman batar nia nee soi, Siapa yng menanam jagung dia akan memanen, demikian filososi orang Malaka yang sampai saat ini sebagian mayarakat desa masih sering menyalah artikan dalam paktik politik. Dalam konteks tersebut masyarakat  menganggap siapa yang memberi “sedekah” maka dia yang akan menerima suara sebagai bentuk imbal balik, tanpa mereka sadari bahwa mungkin para kontestan tersebut bisa jadi juga menganut paham yang sama, bahwa saat calon tersebut “bersedekah” maka suatu saat calon tersebut juga akan menuai hasil “sedekah”nya saat terpilih nanti, bahkan bisa jadi dengan cara yang tidak layak. Misalnya adanya niatan kontestan yang memberikan “sedekah” tersebut dengan maksud mengambil kembali apa yang dia berikan dari dana desa yang saat ini semakin besar nominalnya. Hal tersebut terbukti dengan adanya banyak kades yang tersangkut kasus korupsi dana desa sebagaimana banyak diberitakan di berbagai media.

Selain itu, sampai saat ini “sedekah” politik selalu menjadi tranding topic, kebanyakan masyarakat selalu beranggapan bahwa jika saatnya masuk masa pilkades, maka itulah masa utuk bersiap-siap menerima “sedekah”, dan orang yang banyak memberi “sedekah” dialah yang pantas untuk dipilih. Begitu juga dengan persepsi calon kades yang beranggapan bahwa saat memutuskan untuk mencalonkan diri maka harus ber “sedekah”. Kondisi seperti ini menyebabkan semakin gencarnya gerakan “sedekah”  masal dalam pilkades.

Bentuk pencegahan yang bisa dilakukan

“Sedekah” bisa terjadi jika  pihak-pihak terkait sepakat untuk melakukannya, baik secara sadar maupun tidak. Ada yang memberi dan ada yang menerima. Oleh karenanya “sedekah” seharusnya dapat dicegah dengan berbagai macam tindakan. Pertama, dengan gerakan dan seruan moral dari orang-orang yang disegani, misal tokoh agama dan tokoh masyarakat yang dituakan di desa tersebut untuk menolak politik uang dalam kondisi apapun. Kedua, perlu adanya upaya membangun kesadaran masyarakat terkait fungsi, dampak dan mafaat politik sehingga masyarakat dapat memahami makna politik yang sebenarnya.  Ketiga, perlu adanya  regulasi yang mengatur tentang money politics dalam pilkades, sehingga para calon dapat memahami dan mematuhi aturan tata tertib sistem pikades dan masyarakat juga dapat menggunakan hak pilihnya secara sadar dan tanpa adanya tendensi. Untuk kampanye, para calon dapat berlomba-lomba mengambil hati masyarakat dengan cara melakukan kegiatan yang berfaedah, lebih mengutamakan dan memperhatikan visi misi dan program kerja calon yang akan dilakukan selama 6 tahun kedepan sehingga program percepatan pembangunan infrastruktur dan SDM yang berkualitas di desa dapat tercapai.

 



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama