Apa yang masih terngiang kuat dari peristiwa
pengumuman bahwa Monsinyur dipilih Vatikan menjadi Uskup di KAK?
Pilihan Tuhan tak
terpahami, rencananya tersembunyi rahasia kekal-Nya. Saya bertanya tentang
maksud pilihan ini terhadap orang yang hina ini dalam martabat Uskup. Nyatanya
saya harus menjalani pilihan ini, seraya mendengarkan rekan-rekan seimamat baik
uskup maupun imam demi persatuan umat seluruhnya. Terima kasih atas
persaudaraan ini.
Sebelum dipilih, apakah
Monsinyur sudah pernah berkunjung ke wilayah KAK?
Sebagai Sekretaris
Komisi PSE KWI dan juga Direktur Nasional KKI saya pernah berkunjung ke
Keuskupan Agung Kupang; membangun animasi sesuai dengan tanggung jawab tugas
untuk menjalin hubungan pelayanan dengan pihak Keuskupan. Keuskupan Agung
Kupang tidak seutuhnya asing bagi saya. Saya pernah
mengunjungi beberapa paroki.
Apa yang Monsinyur bayangkan tentang KAK, saat
pertama kali mengetahui bahwa dipilih menjadi Uskup di wilayah ini?
Saya membayangkan KAK
sebagai “kawanan kecil umat Katolik” di tengah keberagaman umat beragama
(Protestan, Islam serta umat lain). Saya pikir keadaannya tidak jauh berbeda dengan
keberagaman di Minahasa, Sulawesi Utara. Bayangan ini tidak
terlepas dari lingkungan hidup yang terkenal kering dan gersang pada musim
kemarau.
Awal-awal tahun Episkopal, apa saja yang
Monsinyur pikirkan dan lakukan?
Saya berpikir tentang
kebersamaan pelayanan pastoral (imam, hidup bakti dan umat awam) yang mampu
berkarya untuk menyuburkan perbuatan baik di dalam paroki-paroki bersama
masyarakat setempat. Saya mempelajari keadaan setempat, khususnya
kehadiran pelbagai suku dalam Gereja Katolik, seraya berupaya
memperhatikan jumlah imam yang tersedia. Saya melihat persoalan pada lima tahun
pertama, sesudah saya menjadi Uskup: pentingnya persaudaraan di kalangan imam,
makna kehadiran para hidup bakti, perjuangan keluarga sejahtera umat Katolik,
kerja sama di kalangan kaum awam serta hubungan umat sederhana dengan mereka
yang terpelajar dan berkedudukan, termasuk hubungan antar umat beragama.
Jika melihat ke 25 tahun berjalan (masa lampau), apa
saja yang Monsinyur anggap sebagai karya penting di KAK?
Karya yang utama dan
penting: pembangunan karya pastoral di kalangan imam, termasuk pendidikan
calon imam; keterlibatan kaum awam dalam karya pastoral menurut semangat
kemuridan Yesus; pendidikan generasi muda dan jalinan kerjasama dengan
pemerintah dan pemimpin umat beragama.
Apa dan bagaimana Monsinyur memaknai 25 tahun ini?
Makna utama adalah
pertumbuhan hidup iman dalam semangat bersaudara di paroki-paroki: kerelaan
berpartisipasi dan melakukan perutusan bersama. Kehadiran kalangan imam yang
tumbuh dalam jumlah dan keperluan bina lanjut dalam pelayanan pastoral bersama
dan bersekutu. Kehadiran Kelompok Umat Basis (KUB) semakin bergerak dan
persoalan kemanusiaan bersama organisasi Katolik. Di samping itu, saya diterima
dan tumbuh sebagai Uskup dengan watak ”Fortiter in re et fortiter in
modo” dalam bingkai moto “Pertransiit Benefaciendo”. Dengan demikian,
saya sudah belajar menjadi Uskup dengan segala kelemahan dan kerapuhan
dalam bantuan Tuhan yang terungkap dalam persekutuan gerejani setempat.
Apakah Monsinyur merasa bahwa waktu 25 tahun
penggembalaan di KAK ini cepat berlalu?
Ya, tak terasa sudah
sampai 25 tahun. Waktu berjalan cepat dan bergerak terus tanpa pemberitahuan.
Demikian kita manusia mengalami perjalanan waktu, tanpa memahaminya seutuhnya.
Waktu itu terbatas, tetapi selalu tepat, tanpa penundaan. Terima kasih waktu hidup
selama 25 tahun sebagai Uskup karena rahmat Tuhan yang terungkap dalam wilayah
pelayanan setempat.
Impian apa yang belum terealisir atau belum
tercapai?
Bentuk kerjasama
pastoral yang bersandar pada rencana pastoral yang matang dan terpahami dengan
baik, termasuk pemberdayaan umat dalam bidang sosial politik. Prosesnya sedang
terjadi, namun perlu peningkatan dengan penyertaan doa berkanjang.
Apa rencana Monsinyur ke depan mengingat sudah
punya hak untuk mengajukan pengunduran diri sebagai Uskup Agung Kupang?
Deo volente, kesehatan
ada dan kesepakatan dengan uskup baru nanti karena permohonan pengunduran diri
telah dilakukan sesuai dengan syarat kanonik yang berlaku. Saya akan menjalani
masa emeritus dalam belas kasih Tuhan Yesus.
Tantangan apa yang menurut Monsinyur akan dihadapi
umat Katolik KAK?
Tantangan, menurut
hemat saya ada lima. Pertama, kerja sama pelayanan pastoral di kalangan imam
dalam jalinan komunikatif dengan umat awam. Kedua, kerja sama pemberdayaan
komunikasi sosial ekonomi umat Katolik. Ketiga, pendidikan calon pemimpin umat
entah tertahbis atau tidak tertahbis yang selaras dengan perkembangan zaman.
Keempat, pendidikan kompetensi kaum generasi muda, khususnya perempuan, menurut
tuntutan hati nurani yang berwatak murid Kristus. Kelima, pemberdayaan
komisi-komisi dalam KAK: jalinan perutusan berkelanjutan dengan paroki-paroki
Apa harapan Monsunyur ke depan?
Pertama, umat tumbuh
dan berkembang dalam lingkungan budaya kasih, di mana bermekar bentuk-bentuk
kerja sama pastoral yang saling mendukung dan saling menguatkan pertumbuhan hidup
iman. Lingkungan demikian akan menjadi kesempatan bagi generasi muda untuk
mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang beralih dari generasi terdahulu,
sehingga kelangsungan hidup iman dapat membangun kemanfaatan yang merangkul
seluruh umat.
Kedua, lingkungan
budaya kasih ini menjadi tanda ”perjalanan bersama” menuju hadirnya tanda-tanda
Kerajaan Allah. Perkembangan hidup iman tidak pernah lepas dari panggilan dan
perutusan untuk membangun persekutuan gerejani setempat dalam keadilan dan
perdamaian dan pada gilirannya membuka kesempatan untuk pemberdayaan komunikasi
sosial ekonomi yang bermartabat Kristiani dalam keseharian
Ketiga, KAK tetap perlu
memberikan peduli utama terhadap pendidikan calon pemimpin umat, entah imam
atau katekis, agar kelak pelayanan pastoral tidak mengalami kelangkaan pastoral
dalam kesungguhan hati untuk membangun persekutuan kemuridan yang berakar dalam
teladan Kristus.
Keempat, perkembangan
hidup iman Kristiani menuju kematangan yang semakin aktif dan kreatif dalam
partisipasi dan perutusan bersama untuk menjadi saksi-saksi Kristus di bawah
bimbingan Roh Kudus, khususnya dalam hidup keluarga Katolik seraya
memperhatikan perkembangan teknologi komunikasi.
Kelima, hidup keluarga
Katolik yang tumbuh dalam iman membangun jalinan kerja sama dengan
keluarga-keluarga lain dalam upaya menjaga kerukunan hidup yang berwatak saling
menghormati dan saling menghargai.
Secara umum, tantangan masyarakat NTT?
Pertama, pelayanan
publik dengan kompetensi pendekatan yang mensejahterakan masyarakat, khususnya
di daerah pedesaan.
Kedua, sarana dan
prasarana pembangunan penghidupan masyarakat yang memadai yang dikemas secara
cakap oleh eksekutif bersama legislatif, tanpa korupsi, utamanya jalan, listrik
dan air.
Ketiga, program
pemberdayaan hidup masyarakat yang bersumber pada daya dukung setempat dalam
bingkai perkembangan zaman, termasuk kepercayaan pada pengembang setempat.
Keempat, pengembangan
kewirausahaan dalam memanfaatkan daya dukung setempat (pertanian, peternakan,
perikanan serta pendidikan) dan terbuka pada jejaring usaha nasional dan
internasional.
Kelima, pembangunan
sentra-sentra industri kecil dan menengah, termasuk usaha pariwisata, yang
didukung oleh balai-balai latihan kerja yang bermartabat dan bermutu.
Apa harapan Monsunyur bagi masa depan masyarakat
NTT?
Masyarakat NTT masih
berada dalam lingkungan sosial yang memerlukan pemberdayaan, agar masyarakat
mampu bergerak untuk bangkit sejahtera. Lingkungan sosial NTT nyatanya masih
mengandalkan daya dukung setempat, seperti pertanian, peternakan, perikanan dan
kerajinan, menuju perubahan sosial yang membangun keadaan bermartabat, seraya
memperhitungkan perbaikan sarana dan prasarana penghidupan, seperti jalan,
listrik dan air yang memadai
Keberlanjutan hidup dan
penghidupan yang didasarkan pada pertanian dan peternakan tradisional perlu
mendapatkan sentuhan teknologis yang sesuai, agar masyarakat semakin tumbuh dan
berkembang sesuai dengan perubahan zaman. Salah satu yang perlu mendapat
perhatian utama adalah bentuk-bentuk pelayanan publik, agar sesungguhnya mampu
menopang dan menggerakan “ stagnasi sosial” yang terjadi.
Pelayanan publik yang
tepat dan bermartabat perlu mendapatkan dukungan bersama, agar para abdi
masyarakat sungguh-sungguh memberikan pengabdian yang unggul demi
pertumbuhan kemampuan sosial ekonomi masyarakat. Masyarakat memerlukan
pendekatan manusiawi, agar jalinan komunikasi pembangunan dapat terwujud
dalam keseimbangan yang memberdayakan dan setara.
Masyarakat dapat
mengembangkan kemampuan hidup yang terbuka kepada kerja sama yang saling
memberdayakan dan saling menguntungkan. Dalam keadaan demikian, perangkat
pelayanan publik memiliki tanggung jawab untuk merencanakan program-program
pembangunan sesuai dengan daya dukung setempat, tanpa menutup kemungkinan untuk
memperluas kerjasama yang terbuka dalam dunia teknologi, seperti literasi
digital.
Masyarakat di daerah
pedesaan yang masih sering mengalami “kemiskinan” ketidak-matangan dalam
teknologi perlu mendapatkan pendidikan dan bimbingan yang memadai, agar mereka
mampu menemukan jalan keluar untuk mengatasi ketertinggalan yang
meresahkan dan memprihatinkan.
Kehadiran alsintan
tidak dengan sendirinya mengadakan perubahan dalam penghidupan, bila kemampuan
teknologis yang memadai tidak tersedia setempat, seperti tenaga ahli atau
bengkel perbaikan alsintan. Demikian juga bidang-bidang pembangunan lainnya,
seperti peternakan atau perikanan. Di samping itu, perlu dikembangkan sarana
pemasaran yang sesuai, agar masyarakat tidak mengalami kekecewaan dalam
menghasilkan produksinya.
Kehadiran usaha
pariwisata pun perlu dipelajari dengan efektif, agar masyarakat NTT tidak hanya
menjadi “ pelayan-pelayan” pariwisata, sedangkan kemampuan pertumbuhan
kesejahteraan tetap berada di luar jangkauan masyarakat setempat dan pada
gilirannya, pariwisata hanya menjadi tontonan karena tidak bermanfaat bagi
pembangunan hidup masyarakat setempat.
Masyarakat NTT maju dan
bangkit sejahtera, bilamana kerja sama pembangunan dilaksanakan dengan
kejujuran yang melibatkan semua pihak. Kerja sama sinergis yang efektif akan
menggerakkan partisipasi yang berwatak simbiose mutualistik menuju
kerukunan sejahtera bersama. Pada dasarnya, itulah solidaritas yang tumbuh dari
subsidiaritas yang tulus di tengah keberagaman sosial.
HIDUP,
Edisi No. 31, Tahun ke-76, Minggu, 31/7/2022