Umat Katolik Bosnia berkumpul untuk berdoa selama upacara pembukaan gereja Katolik yang baru dibangun di Bugojno, pada 2 Agustus 2022. (Foto: AFP/Elvis Barukcic) |
Bagi Smajic,
pembangunan gereja baru itu merupakan langkah kecil dalam upaya membangun
kembali kerukunan masyarakat yang umum ditemukan di Bosnia sebelum perang pada
akhir 1990-an.
Seorang imam Fransiskan memasang patung Yesus di altar sebelum upacara pembukaan gereja Katolik yang baru dibangun di Bugojno, pada 2 Agustus 2022. (Foto: AFP/Elvis Barukcic) |
“Saya melakukan semua
ini agar warga dapat melihat bahwa kita dapat hidup bersama dengan baik. Tidak
akan ada keindahan hidup di sini tanpa pembauran komunitas. Inilah kekayaan
kita," kata Smajic mengatakan kepada kantor berita AFP.
Sewaktu Yugoslavia
bubar, Bosnia dililit perang saudara yang kejam. Warga Ortodoks Serbia, Katolik
Croatia dan Muslim Bosnia saling diadu dalam konflik yang menewaskan sekitar
100 ribu orang.
Umat Katolik Bosnia berkumpul untuk berdoa selama upacara pembukaan gereja Katolik yang baru dibangun di Bugojno, pada 2 Agustus 2022. (Foto: AFP/Elvis Barukcic) |
Bugojno sangat terpukul
selama perang yang ditandai dengan pembersihan etnis, pengungsian massal dan
berbagai kekejaman yang dilakukan semua pihak. Sebagian besar warga Katolik
Croatia, sekitar sepertiga lebih dari 47 ribu warga Bugojno, diusir oleh
pasukan Muslim Bosnia.
Hampir tiga dekade
kemudian, perpecahan yang diperburuk oleh konflik nyaris tidak berubah. Ketiga
kelompok masyarakat utama Bosnia jarang sekali berbaur.
Suatu kesepakatan
perdamaian yang berhasil mengakhiri perang telah membuat negara itu terpecah
dan dikuasai oleh partai-partai politik etnoreligi yang memanfaatkan perpecahan
untuk mempertahankan kekuasaan. Dengan sedikitnya peluang ekonomi di dalam
negeri, ratusan ribu orang pindah negara lain untuk mengupayakan masa depan
yang lebih baik dan lebih stabil.
Bosnia yang terpecah
seperti itu sangat menyakitkan bagi orang-orang seperti Smajic, yang
beristrikan seorang Katolik. Sebelum perang, kawin campur biasa ditemukan di
seantero Bosnia, tetapi kini semakin jarang.
Penemuan gereja abad
pertengahan di lahannya – yang kemungkinan besar dihancurkan pada abad ke-15
selama invasi Ottoman ke Bosnia – dianggap Smajic sebagai kesempatan baik.
Setelah mendonasikan
sebagian propertinya untuk Gereja Katolik, Smajic memberi panduan untuk
membantu menuntaskan proyek itu. Ini membuktikan bahwa berbagai komunitas di
negara itu masih dapat bekerja sama untuk membangun.
Smajic, yang memiliki
usaha penggergajian kayu dan dua pembangkit listrik tenaga air kecil di dekat
sana, membiayai sebagian besar pembangunan gereja itu. Sementara itu anggota
masyarakat Croatia, Muslim, dan Serbia menyumbangkan uang dan pasokan lainnya.
Dalam acara pemberkatan gereja pertengahan Agustus lalu ratusan orang
menghadiri acara tersebut dan kemeriahan yang mengiringinya, termasuk pesta
pangang sosis dan tarian tradisional Bosnia.
Kardinal Vinko Puljic,
mantan pemimpin Gereja Katolik di Bosnia, yang memimpin upacara pemberkatan
gereja baru itu mengatakan,
"Keluarganya
melakukan kawin campur. Ia seorang Muslim dan istrinya Katolik, Putri-putrinya
menikahi lelaki Katolik. Inilah kekhasan negara ini di mana kita tinggal dengan
perbedaan kita dan di mana kita dapat hidup bersama jika kita saling
menghormati," katanya.
Upaya Smajic terbukti
mengilhami warga lainnya. Satu di antaranya adalah Mihovil Klisanin, seorang
penganut Katolik.
"Kalau kita semua
seperti dia, kalau kita semua memiliki rasa cinta satu sama lain, saya pikir
negara ini akan begitu bahagia dan tak seorang pun yang akan pergi ke Jerman,
Austria atau Swiss lagi. Kita akan membuat Swiss di sini," ujarnya.
Sementara itu Frano
Glavas, warga etnis Croatia dari Bugojno yang kini bermukim di Croatia
mengatakan orang seperti Smajic sangat langka di Bosnia, terutama setelah
konflik tragis di negara itu. Ia menggambarkan Smajic memiliki hati sebesar
gunung.
Bagi Smajic, membangun
kembali Bosnia dan hubungan yang pernah menautkan bangsa itu memerlukan
kewaspadaan maupun empati, sambil menghindari politik yang memecah belah yang
terus mengobarkan api separatisme di negara itu.
“Jika kalian mencintai
negara ini dan jika kalian mencintai orang-orang ini, maksud saya semua
rakyatnya, kita harus bekerja melawan para politisi,” kata Smajic. “Dari lembah
ini akan muncul pesan perdamaian, kasih dan respek bagi semua orang.” [uh/ab]*** voaindonesia.com