Gereja Katolik Bantu Jembatani Perpecahan yang Terjadi di Bosnia

Gereja Katolik Bantu Jembatani Perpecahan yang Terjadi di Bosnia

Puluhan tahun setelah pertempuran berdarah antara umat Katolik dan Muslim meluluhlantakkan Kota Bugojno di Bosnia, sebuah gereja baru memberi kesempatan langka untuk menjembatani perpecahan yang dalam di negara Balkan itu.
Umat Katolik Bosnia berkumpul untuk berdoa selama upacara pembukaan gereja Katolik yang baru dibangun di Bugojno, pada 2 Agustus 2022. (Foto: AFP/Elvis Barukcic)



Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Sebuah gereja Katolik di Kota di Bosnia Tengah, Bugojno, dibangun di lahan yang disumbangkan oleh Husen Smajic. Warga Muslim berusia 68 tahun itu menyumbangkan lahan tersebut setelah menemukan fondasi gereja abad pertengahan di propertinya.

Bagi Smajic, pembangunan gereja baru itu merupakan langkah kecil dalam upaya membangun kembali kerukunan masyarakat yang umum ditemukan di Bosnia sebelum perang pada akhir 1990-an.

Seorang imam Fransiskan memasang patung Yesus di altar sebelum upacara pembukaan gereja Katolik yang baru dibangun di Bugojno, pada 2 Agustus 2022. (Foto: AFP/Elvis Barukcic)


“Saya melakukan semua ini agar warga dapat melihat bahwa kita dapat hidup bersama dengan baik. Tidak akan ada keindahan hidup di sini tanpa pembauran komunitas. Inilah kekayaan kita," kata Smajic mengatakan kepada kantor berita AFP.

Sewaktu Yugoslavia bubar, Bosnia dililit perang saudara yang kejam. Warga Ortodoks Serbia, Katolik Croatia dan Muslim Bosnia saling diadu dalam konflik yang menewaskan sekitar 100 ribu orang.

Umat Katolik Bosnia berkumpul untuk berdoa selama upacara pembukaan gereja Katolik yang baru dibangun di Bugojno, pada 2 Agustus 2022. (Foto: AFP/Elvis Barukcic)


Bugojno sangat terpukul selama perang yang ditandai dengan pembersihan etnis, pengungsian massal dan berbagai kekejaman yang dilakukan semua pihak. Sebagian besar warga Katolik Croatia, sekitar sepertiga lebih dari 47 ribu warga Bugojno, diusir oleh pasukan Muslim Bosnia.

Hampir tiga dekade kemudian, perpecahan yang diperburuk oleh konflik nyaris tidak berubah. Ketiga kelompok masyarakat utama Bosnia jarang sekali berbaur.

Suatu kesepakatan perdamaian yang berhasil mengakhiri perang telah membuat negara itu terpecah dan dikuasai oleh partai-partai politik etnoreligi yang memanfaatkan perpecahan untuk mempertahankan kekuasaan. Dengan sedikitnya peluang ekonomi di dalam negeri, ratusan ribu orang pindah negara lain untuk mengupayakan masa depan yang lebih baik dan lebih stabil.

Bosnia yang terpecah seperti itu sangat menyakitkan bagi orang-orang seperti Smajic, yang beristrikan seorang Katolik. Sebelum perang, kawin campur biasa ditemukan di seantero Bosnia, tetapi kini semakin jarang.

Penemuan gereja abad pertengahan di lahannya – yang kemungkinan besar dihancurkan pada abad ke-15 selama invasi Ottoman ke Bosnia – dianggap Smajic sebagai kesempatan baik.

Setelah mendonasikan sebagian propertinya untuk Gereja Katolik, Smajic memberi panduan untuk membantu menuntaskan proyek itu. Ini membuktikan bahwa berbagai komunitas di negara itu masih dapat bekerja sama untuk membangun.

Smajic, yang memiliki usaha penggergajian kayu dan dua pembangkit listrik tenaga air kecil di dekat sana, membiayai sebagian besar pembangunan gereja itu. Sementara itu anggota masyarakat Croatia, Muslim, dan Serbia menyumbangkan uang dan pasokan lainnya.
Dalam acara pemberkatan gereja pertengahan Agustus lalu ratusan orang menghadiri acara tersebut dan kemeriahan yang mengiringinya, termasuk pesta pangang sosis dan tarian tradisional Bosnia.

Kardinal Vinko Puljic, mantan pemimpin Gereja Katolik di Bosnia, yang memimpin upacara pemberkatan gereja baru itu mengatakan,

"Keluarganya melakukan kawin campur. Ia seorang Muslim dan istrinya Katolik, Putri-putrinya menikahi lelaki Katolik. Inilah kekhasan negara ini di mana kita tinggal dengan perbedaan kita dan di mana kita dapat hidup bersama jika kita saling menghormati," katanya.

Upaya Smajic terbukti mengilhami warga lainnya. Satu di antaranya adalah Mihovil Klisanin, seorang penganut Katolik.

"Kalau kita semua seperti dia, kalau kita semua memiliki rasa cinta satu sama lain, saya pikir negara ini akan begitu bahagia dan tak seorang pun yang akan pergi ke Jerman, Austria atau Swiss lagi. Kita akan membuat Swiss di sini," ujarnya.

Sementara itu Frano Glavas, warga etnis Croatia dari Bugojno yang kini bermukim di Croatia mengatakan orang seperti Smajic sangat langka di Bosnia, terutama setelah konflik tragis di negara itu. Ia menggambarkan Smajic memiliki hati sebesar gunung.

Bagi Smajic, membangun kembali Bosnia dan hubungan yang pernah menautkan bangsa itu memerlukan kewaspadaan maupun empati, sambil menghindari politik yang memecah belah yang terus mengobarkan api separatisme di negara itu.

“Jika kalian mencintai negara ini dan jika kalian mencintai orang-orang ini, maksud saya semua rakyatnya, kita harus bekerja melawan para politisi,” kata Smajic. “Dari lembah ini akan muncul pesan perdamaian, kasih dan respek bagi semua orang.” [uh/ab]*** voaindonesia.com

 



Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama