Ilustrasi meme BBM Naik |
Bahkan penulis
mendapati sebuah postingan berisi tangkapan layar suatu berita, judulnya begini
"Presiden Jamin Tak Ada Kenaikan Harga BBM Subsidi Hingga Akhir
Tahun". Untuk yang terakhir itu, mungkin semacam singgungan.
Keseluruhan candaan
dalam bentuk meme ataupun shitposting yang hari-hari ini ramai bukanlah tanpa
sebab. Asal usulnya akan dengan mudah dilacak bagi para peselancar internet. Ia
merekah dengan subur sesuai konteks yang ada. Yap tepat! Kenaikan harga BBM
menjadi pemicu seluruh candaan yang beredar itu.
Kronologi Singkat
Pada 3 September
kemarin, melalui beberapa corong publikasi resmi, pemerintah menyampaikan
konferensi pers terkait pengalihan subsidi BBM (Bahan Bakar Minyak). Bersama
dengan menteri terkait, Presiden menuturkan alasan-alasan mengapa mereka mesti
mengalihkan–seturut itu menaikkan harga–subsidi pada BBM.
Berikut alasannya:
Pertama, anggaran subsidi pada tahun 2022 telah naik 3 kali lipat dari yang
sebelumnya Rp. 152,2 Triliun menjadi Rp. 502, 4 Triliun dan trennya akan terus
meningkat. Kedua, sekitar 70% penikmat hasil subsidi merupakan kelas sosial
yang tergolong mampu, yang disoroti kemudian mereka yang memiliki mobil
pribadi. Singkat kata selama ini salah sasaran. Selain itu, dalam konferensi
tersebut menyoroti konteks geopolitik global dan kedinamisan ekonomi
internasional turut menjadi faktor.
Untuk meredam
kontroversi kenaikan Harga BBM, pemerintah juga memberitahukan pengalihan dana
subsidi dilakukan agar lebih mengena di rakyat dan tidak salah sasaran. Dana
subsidi tersebut kemudian dikonversi ke dalam Bantuan Langsung Tunai.
Menanti Imbas
Dengan naiknya harga
bahan bakar minyak bersubsidi (Pertalite, Solar dan Pertamax) secara langsung
maupun tidak maka hal tersebut akan berdampak pada hampir seluruh sektor
kehidupan masyarakat Indonesia yang kebanyakan ditopang oleh bahan bakar minyak
sebagai sesuatu yang inheren dengan arus gerak masyarakat modern melalui aneka
ragam transportasi.
Pasca-resmi
diberlakukan pada tanggal 3 September pukul 14:30 WIB. Sontak beberapa asosiasi
yang hidup dan matinya dipertaruhkan dalam moda transportasi mulai menaikkan
tarif mereka, seperti halnya korporat penyedia layanan transportasi dan
distributor barang antar wilayah, diperkirakan terdapat kenaikan tarif yang
terjadi pada ongkos kirim (ongkir) belanja, lalu ojek dan taksi daring turut
naik.
Imbasnya juga
diperkirakan akan meluas ke sektor pangan dengan signifikansi harga bergantung
pada rantai distribusi. Begitu juga dengan nelayan, angkutan umum, buruh
pabrik, buruh startup, mamak-mamak, mahasiswa, anak sekolahan, dan seluruh
elemen masyarakat.
Pertanyaan dan Alternatif Lainnya
Dengan dampak yang
merentang ke segala arah, penulis mencoba memberikan pertanyaan dan tawaran
alternatif yang kiranya menjadi opsi menilik kenaikan harga BBM.
Sejumlah pertanyaan
esensial kita mesti suratkan ke pemerintah hari ini. Berangkat dari kebijakan
yang diambil, apakah pengalihan dana subsidi BBM ke Bantuan Langsung Tunai pada
kelompok tertentu akan menyelesaikan masalah yang ada? Yakni menuntaskan isu
kemiskinan dan menaikkan kesejahteraan masyarakat?
Dan, bagaimana evaluasi
pemerintah terhadap praktik Bantuan Langsung Tunai yang bahkan memiliki risiko
salah sasaran yang sama besarnya dengan BBM bersubsidi? Pikiran masyarakat
masih tajam mengingat perilaku bejat salah satu menteri yang pernah korupsi dana
bantuan!
Lalu, bagaimana dengan
korporat di luar monopoli pertamina yang enggan menyamaratakan harga sesuai
anjuran pemerintah, apakah mereka “diimbau” untuk ikut atau dilepas saja sesuai
dengan keinginan mereka?
Pada saat yang
bersamaan, alternatif mesti segera dihadirkan. Entah itu berbentuk transformasi
kebijakan berbasis keberpihakan pada rakyat ataupun peralihan revolusioner pada
bentuk konsumsi energi.
Dengan hadirnya kelumit
semacam ini, kesadaran akan pentingnya energi potensial pengganti minyak segera
mengemuka, menjadi pembuka jalan bagi bersinarnya energi potensial yang
beberapa tahun belakangan kerap menjadi perbincangan.
Untuk itu, sudah
saatnya bahan bakar berbasis migas dengan efek polutan tidak ramah lingkungan
bergeser dan diganti ke energi terbarukan seperti sinar matahari, panas bumi,
arus air, dan tenaga udara, yang, telah disarankan oleh ekspertis, diperkuat
melalui riset dan kajian, lalu beberapa penerapannya telah dicoba secara
perlahan.
Meski realisasi secara
total belum bisa dipastikan. Namun, Hal Ini bisa ditanggapi secara radikal
apabila kita memahami ancaman krisis iklim, bahaya pencemaran lingkungan, dan
yang paling penting adalah demi biaya bahan bakar lebih murah.
Ya, terdengar optimis
memang. Akan tetapi, terlalu banyak rintangan. Utamanya dari oligopoli energi
yang tengah menggurita dan kuatnya bukan main. "Mengganggu" mereka
yang telah mapan mengeruk beragam keuntungan sama saja dengan mengusik singa
yang lagi menyantap limpahan daging di tengah hutan yang kaya akan sumber
makanan.
Belum lagi perihal
keinginan politik. Tidak dengan saut-saut satu dua orang saja, melainkan ada
semacam keinginan politik berskala massal yang menembus berbagai lapisan
sosial, dan yang utama, ini mesti diinisiasi oleh mereka para pemegang kuasa.
Berat memang. Tapi
usaha perlu disegerakan. Paling tidak ini perlu disuarakan, minimal di
Internet, dalam bentuk meme.