Ilustrasi |
Kapolres Ende AKBP
Andre Librian mengatakan, bahwa HGR dijerat dengan sejumlah pasal. Yakni pasal
2 ayat (1), pasal 3 Jo pasal 18 ayat (1) huruf (a) Undang-undang RI nomor 31
tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang RI nomor 20 tahun
2001 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 KUHP.
"Ancaman hukuman
paling rendah empat tahun penjara, tetapi maksimal 20 tahun penjara serta denda
antara Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar," katanya, dihubungi dari Adonara,
Flores Timur, NTT, Rabu (2/11/2022).
Dia menjelaskan bahwa
akibat perbuatannya, total kerugian negara mencapai Rp 1,8 miliar karena
digunakan untuk kepentingan pribadi dari HGR. Beberapa di antaranya seperti
membeli sebuah cincin emas seharga Rp 4 juta, kendaraan bermotor serta
kebutuhan lainnya.
Selain HGR, seorang
bendahara berinisial WD yang menandatangani pencairan uang tersebut juga
terancam hukuman yang sama, karena diduga juga turut menggunakan dana tersebut
untuk keperluan pribadi. HGR kata Kapolres dari hasil pemeriksaan diketahui
dari Rp 1 miliar itu, sebagian diserahkan kepada istri dan anak-anaknya untuk
kepentingan pribadi.
"Seperti tiket
pesawat jalan-jalan bagi istri dan anak-anaknya yang nilainya mencapai Rp 403
juta," kata Andre.
Sementara tersangka
berinisial WD yang seorang bendahara, diketahui menggunakan uang tersebut untuk
membeli sebidang tanah di Kabupaten Ende sebesar Rp 50 juta. Tak hanya itu,
beberapa guru dan PNS di sekolah tersebut juga mendapatkan bagian sebesar Rp
196 juta. Namun total nilai uang tersebut adalah untuk pembayaran Kesra.
Kapolres mengatakan
bahwa baik HGR maupun WD saat ini sudah ditahan, dan sejumlah barang bukti
sudah lengkap beserta berkas perkara yang sebagian tengah dirangkumkan.
"Saat ini berkas perkara sementara dirangkumkan dan dalam pekan ini segera
dikirim ke JPU," ujar dia. *** merdeka.com