Berbicara di akhir
audiensi umum mingguannya, Fransiskus menarik perhatian pada penderitaan
“rakyat Ukraina yang
babak belur” seperti yang telah dia lakukan berulang kali sejak Rusia
meluncurkan invasi besar-besaran ke Ukraina pada
bulan Februari. Ukraina menderita “sangat, sangat banyak,” katanya.
Jutaan warga Ukraina sewaktu-waktu
dibiarkan tanpa listrik, panas, dan air karena Rusia terus menyerang
infrastruktur sipil di bulan-bulan musim dingin yang keras.
Meskipun merayakan
Natal itu penting, Paus berkata, “Mari kita rayakan Natal yang lebih sederhana,
dengan hadiah yang lebih sederhana, mengirimkan apa yang kita simpan kepada
orang-orang Ukraina yang membutuhkannya.”
Orang-orang di negara
itu kelaparan dan kedinginan, dan banyak yang meninggal di tengah kekurangan
dokter dan perawat, katanya.
“Janganlah kita
melupakan Natal,” kata Fransiskus, “tetapi dengan orang-orang Ukraina di
dalam hati kita, dan marilah kita memberikan tanda bantuan yang nyata bagi
mereka.”
Pada bulan
September, Paus Fransiskus mengatakan secara
moral dapat diterima bagi negara-negara untuk menyediakan senjata ke Ukraina.
Pembelaan diri dalam menghadapi agresi “tidak hanya sah, tetapi juga ekspresi
cinta tanah air,” katanya.
Komentar tersebut
muncul setelah Vatikan secara eksplisit mengatakan untuk pertama
kalinya pada Agustus bahwa Rusia adalah agresor dalam perang tersebut.
Kritikus mengatakan
bahwa Paus Fransiskus mempertaruhkan
otoritas moralnya dengan sebelumnya tidak menyebut nama Presiden Vladimir V.
Putin dari Rusia karena Vatikan menjunjung tinggi kebijakan lama untuk tidak
memihak dalam konflik untuk lebih menjaga peluang gereja memainkan peran
konstruktif dalam potensi pembicaraan perdamaian.
Minggu Adven III
Pada hari Minggu 11
Desember 2022, Paus Fransiskus menyambut banyak
peziarah untuk Angelus tengah hari pada Minggu Adven Ketiga, khususnya keluarga
dengan anak-anak mereka, yang membawa patung kecil Kanak-kanak Yesus untuk
diberkati, sebuah tradisi yang dimulai oleh Paus Paulus VI lebih dari lima
puluh tahun yang lalu.
Sebelum menyampaikan
berkat apostoliknya, Paus Fransiskus menyampaikan
renungannya tentang Injil hari Minggu itu yakni tentang Yohanes Pembaptis yang
di penjara mengutus murid-muridnya untuk bertanya kepada Yesus apakah Dia
benar-benar Mesias.
Yohanes Pembaptis
belajar bahwa Yesus memang Kristus, yang dengan kata-kata dan sikap belas kasih
terhadap semua orang dan dengan belas kasihan menyembuhkan orang sakit,
memulihkan penglihatan orang buta, membangkitkan orang mati, dan memberitakan
kabar baik kepada orang miskin, sama seperti diramalkan para nabi.
Mengatasi keraguan
Paus mengamati
bagaimana Injil hari itu mencatat bahwa Yohanes ada di penjara, dan lebih dari
sekadar tempat fisik, kita dapat membayangkan batasan batin yang dialami
Yohanes Pembaptis, di mana ada kegelapan, ketidaktahuan, dan kesulitan melihat
dengan jelas.
Paus berkata dalam
kasus Yohanes, seolah-olah dia tidak lagi dapat melihat dalam diri Yesus Mesias
yang ditunggu-tunggu, dan karena ragu mengirim murid-muridnya untuk
memverifikasinya.
Ini tampak agak
mengejutkan bagi kita, kata Paus, karena Yohanes telah membaptis Yesus di
sungai Yordan dan memberi tahu murid-muridnya bahwa Dia adalah Anak Domba
Allah.
“Tetapi ini berarti
bahwa bahkan orang yang paling percaya pun melewati terowongan keraguan. Dan
ini bukanlah hal yang buruk; sebaliknya, kadang-kadang itu penting untuk
pertumbuhan rohani: itu membantu kita memahami bahwa Allah selalu lebih besar
daripada yang kita bayangkan.”
Sumber:
nytimes.com/vaticannews.va