Pesta adat Reba merupakan
perayaan ucapan syukur atas penyelenggaraan Dewa Zeta Nitu Zale, yaitu
kepercayaan terhadap wujud tertinggi masyarakat Ngada, NTT yang sudah dilakukan
sejak ribuan tahun silam.
Romo Eduard R. Dopo,
perwakilan komunitas masyarakat Ngada di Jakarta menjelaskan perayaan Reba sebenarnya
merupakan perayaan simbolis rancang bangun religiusitas orang Ngada, rancang
bangun dari relasi manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesamanya, dan manusia
dengan lingkungannya. “Perayaan ini merupakan perayaan kehidupan orang Ngada,”
ujar Romo Edu.
Romo Edu menerangkan
ritual Reba biasanya dirayakan pada Januari-Februari, bertepatan
dengan musim hujan dan angin. Tanggal pelaksanaan Reba ditentukan
berdasarkan kalender adat yang disebut paki sobhi atau tahun sisir atas
petunjuk seorang mori kepo vesu atau pemegang adat istiadat sebagai pihak yang
berwenang.
Kendati berbeda-beda
dari satu suku atau kelompok masyarakat di Ngada, Romo Edu menjelaskan
perayaan Reba umumnya memiliki tiga tahap utama, yakni Kobe Dheke,
Kobe dhai, dan Kobe Su’i. “Setiap tahap memiliki tiga elemen tetap yaitu doa (kena ine ema), kurban (dhi fedhi nee puju pia), dan perjamuan (ka maki reba/toka wena ebu) atau makan
bersama,” paparnya.
Romo Edu menjelaskan
simbol utama perayaan Reba adalah uwi atau ubi yang diyakini sebagai
roti kehidupan manusia.
Ubi yang diserukan
namanya dan dipuji-puji pada perayaan Reba lewat tarian tanda O Uwi. Adapun tarian ini merupakan
personifikasi seorang tokoh mitologis perempuan, seorang utusan dari wujud
tertinggi bagi manusia dan secara khusus menyimbolkan seorang pribadi yang
mengorbankan hidupnya agar sesamanya dapat hidup sejahtera.
Selain dimeriahkan
dengan tarian ja’i, yaitu tarian adat masyarakat Ngada yang kini populer di
kalangan masyarakat NTT, perayaan Reba juga dipenuhi dengan berbagai
macam pata dela atau petuah nan bijak sang leluhur dan lese dhe peda pawe atau
penyampaian pesan kebijaksanaan hidup.
Melalui penyampaian
petuah dan kebijaksanaan hidup itu, Romo Edu menuturkan masyarakat Ngada yang
terlibat dalam perayaan Reba melakukan otokritik, penyadaran diri,
dan menarasikan nilai-nilai kehidupan yang patut dipertahankan dari konteks
riil kehidupan yang terjadi sepanjang tahun yang telah lewat dan harapan akan
tahun yang akan datang.
Selanjutnya, ia
menjelaskan perayaan Reba yang dibalut dalam festival yang
dilaksanakan di Jakarta bertujuan memperkenalkan sejarah, budaya, dan nilai
kehidupan orang Ngada. “Budaya dan nilai hidup tersebut sangat mendukung
nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan yang tercermin dalam semangat
persaudaraan, musyawarah, dan gotong royong,” ujarnya.
Ia menambahkan
perayaan Reba juga merupakan salah satu titik persinggungan dari
upaya mempromosikan keanekaragaman budaya dan tradisi yang dimiliki bangsa
Indonesia, termasuk upaya mempromosikan potensi pariwisata Kabupaten Ngada
untuk wisatawan domestik maupun mancanegara. *** beritasatu.com