"Terjadi
penambahan sekitar 31 kasus baru di NTT," kata Kepala Bidang Kesehatan
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Provinsi NTT Melky
Angsar, di Kupang, Rabu (8/2/2023).
Melky merinci, ternak
babi yang mati secara mendadak tersebut yang pertama jumlahnya didominasi oleh
Kabupaten Kupang dengan jumlah kasus babi mati mendadak mencapai 77 ekor,
disusul Sumba Barat Daya 53 ekor, dan ketiga adalah Kota Kupang dengan jumlah
kasus 49 ekor. Kemudian pada urutan keempat adalah Kabupaten Nagekeo dengan
jumlah kasus 47 ekor kasus babi mati mendadak, Kabupaten Sikka 43 kasus, dan
Flores Timur 33 kasus, serta Sumba Barat tiga kasus.
Dia mengatakan,
sejumlah babi yang mati itu, tidak semuanya karena terjangkit African Swine
Fever (ASF) atau Flu Babi Afrika. "Tetapi ada juga yang mati begitu saja,
ketika diambil sampelnya bukan karena ASF tetapi karena memang sakit,"
ujarnya.
Kepala Balai Karantina
Kelas I Kupang Yulius Umbu Hunggar mengatakan, Karantina Pertanian Kupang
selama ini terus berusaha agar berbagai kasus hewan ternak
mati akibat hama terus dicegah. "Kami sudah bablas dengan adanya
ASF ini, tetapi kami tidak ingin kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) atau virus
baru lagi yang dinamakan Lumpy Skin Disease (LSD) bagi sapi," kata
dia.
Dia menyebut, untuk
mencegah menyebarnya kasus ASF dan mencegah masuknya PMK dan LSD butuh kerja
sama semua pihak, baik dari pemerintah, kepolisian, TNI, KSOP, akademisi dan
media. Dia mengatakan, untuk mencegah penyebaran hama penyakit bagi hewan,
beberapa waktu lalu juga pihaknya sudah memusnahkan 500 kilogram daging babi
yang berasal dari Bau-Bau, Sulawesi Tenggara.*** republika.co.id