Beragam tradisi NTT itu
dibangun dari berbagai tradisi budaya yang berbeda-beda antara Sumba, Flores,
Alor, ataupun Ngada. Keberagaman budaya yang dimiliki di NTT pun beragam, mulai
dari ritual budaya, pakaian, hingga bahasa daerah.
Dengan keberagaman budaya
yang dimiliki dalam satu provinsi, selain jadi keunikan tersendiri bagi NTT,
tetapi juga jadi tantangan bagi masyarakat maupun pemerintah daerah untuk
melestarikannya.
Pemerintah NTT
menyadari betul situasi itu. NTT memiliki cara sip sebagai upaya melestarikan
budaya untuk diturunkan kepada generasi muda. Mulai dari digelarnya berbagai
festival kebudayaan, penerapan nilai-nilai adat, hingga penerapan di lembaga
pendidikan maupun pemerintahan.
Seperti yang disampaikan
oleh Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Josef Nae Soi, saat ditemui dalam
acara Festival Reba TMII Sabtu (18/2/2023).
tempora
mutantur, et nos mutantur et illis,
waktu sudah berubah kita harus berubah di dalamnya.
Gubernur
NTT Josef Nae Soi
"Sekarang ini kami
wajibkan semua Kabupaten mengadakan festival budaya, kalo di Ngada ada Reba ada
Wolobobo, kalau di Manggarai barat ada festival komodo, di Ende ada festival
Kelimutu, di Lembata ada festival ikan paus dan sebagainya," ujarnya.
Dia menyebut langkah
itu merupakan upaya untuk melestarikan dan mengenalkan nilai-nilai budaya ke
generasi muda NTT. Dia bilang harus pandai-pandai mengenalkan dan melestarikan
budaya kepada Gen Z.
"Kita ingin
menurunkan nilai-nilai budaya ke generasi muda, tentu saja dengan hal-hal yang
tidak tradisional lagi. Dalam bahasa Latin tempora mutantur, et nos mutantur et
illis, waktu sudah berubah kita harus berubah di dalamnya," kata dia.
"Tetapi,
nilai-nilai yang hakiki di dalam adat itu tidak boleh diubah. Yaitu, hubungan
antara manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan alam, dan menghormati arwah yang sudah pulang, dan adat itu perlu
dilestarikan," dia menambahkan.
Menurutnya adat dapat
dimodernisasi, tetapi modernisasi harus tetap tidak menghilangkan eksistensi
dari adat, melainkan sebuah upaya melestarikan dengan cara-cara yang lebih
modern.
"Seperti sekarang,
tadi menarinya luar biasa (dalam perayaan Reba). Dulu nenek moyang kita tidak
pernah bikin misa begini, nenek moyang kita dulu kan masih atheist, nenek
moyang kita tidak pernah memadukan budaya dengan adat, sekarang kita memadukan
itu," dia menjelaskan.
Selain mewajibkan
setiap kabupaten mengadakan festival budaya, pemerintah NTT juga gencar dan
mewajibkan anak sekolah maupun pegawai pemerintahan mengenakan pakaian adat
pada hari-hari tertentu.
"Kami di NTT sudah
mewajibkan anak-anak sekolah tiap hari Selasa dan hari Jumat menggunakan
pakaian adat. Pakaian begini, ini ekspresi budaya tradisional, ini kain
intelektual nenek moyang. Seluruh anak sekolah dan seluruh ASN harus
menggunakan ini. Kemudian, tiap hari Kamis kami menggunakan motif NTT,"
dia menjelaskan.
Selain itu, NTT yang
jadi rumah dari 40 bahasa atau dialek lokal, tetap dilakukan upaya pelestarian
akan berbagai bahasa tersebut.
"Kemudian, bahasa
ada bahasa Indonesia kita wajibkan. Ada bahasa dunia salah satu misalnya bahasa
Inggris, tapi bahasa daerah juga kita minta ke sekolah untuk mempopulerkan
itu," kata dia.
"Hanya memang kita
NTT bahasa daerahnya terlalu banyak, kita ada 40 berapa dialek itu, itu agak
susah, tetapi kita minta minimal anak-anak muda kita bisa menghormati kekayaan
alam kita dan kekayaan intelektual nenek moyang kita," Josef menjelaskan.
Cara menarik yang
dilakukan pemerintah NTT ini juga bisa menjadi acuan bagi pemerintah daerah
lain untuk melestarikan kekayaan budaya daerahnya masing-masing. *** detik.com