Foto: Aipda Ahmad
Husain-dok pribadi |
Hal itu yang membuatnya
diusulkan untuk Hoegeng Awards 2023 oleh Pambudi Imam Sampurno, salah satu
Ketua RT di Kelurahan Karangrejo, yang wilayahnya menjadi lokasi konflik di
antara dua kelompok itu. Aipda Husain diusulkan melalui formulir digital http://dtk.id/hoegengawards2023.
detikcom kemudian
menghubungi Pambudi untuk menggali lebih dalam kisah heroik Aipda Husain
tersebut. Pambudi mengatakan bahwa kampungnya berada dekat dengan sejumlah
universitas yang mayoritas berasal dari wilayah bagian timur di Indonesia, di
antaranya Nusa Tenggara Timur (NTT), hingga dari negara tetangga Timor Leste.
Pambudi menceritakan
detik-detik sebelum konflik antara mahasiswa NTT dan Timor Leste hampir pecah.
Saat itu, sedang ada acara di salah satu kampus tersebut, kemudian terjadi
selisih paham. Sehingga salah satu mahasiswa Timor Leste sampai membawa senjata
tajam.
"Dia ngancam orang
lain warga dari Flores, pakai pedang. Akhirnya biasa kalau gitu yang merasa
terancam manggil teman-temannya. Teman-temannya ngekos di wilayah kami,"
kata Pambudi kepada detikcom, Selasa (21/3/2023).
Seingatnya, peristiwa
itu terjadi sekitar akhir tahun 2019 atau di awal 2020. Malam itu, suasana
sudah mencekam di kampungnya.
"Jadinya udah
perang, mereka udah nggak mempedulikan warga asli. Kejadiannya itu malam hari.
Terus ada pengepungan segala. Akhirnya yang orang Timor Leste itu dikepung sama
orang dari Flores," terangnya.
Dia mengatakan puluhan
mahasiswa Flores sudah mengepung tempat tinggal mahasiswa Timor Leste. Mereka
datang dengan membawa senjata tajam, kayu, hingga batu.
"Saya waktu itu
Ketua RT dilapori sama tetangga. Terus akhirnya lapor polisi dari Polsek
Gajahmungkur itu. Kami hanya memastikan warga kami jadi korban. Warga kami
memang tidak ada yang menjadi korban, tapi kan terganggu," imbuhnya.
Dengan sigap, Aipda Husain
datang dan mengambil tindakan mengamankan mahasiswa Timor Leste yang dianggap
memulai pertikaian itu. Dia dibawa untuk diproses hukum.
"Ada yang kena
serang, motornya juga kena. Kalau luka kayaknya waktu itu udah dibawa ke rumah
sakit," jelasnya.
Mahasiswa
NTT Jadi Aktif Bantu Warga
Aipda Husain bersama
warga setempat kemudian menggelar diskusi terkait penanganan lanjutan kasus
tersebut. Atas kesepakatan bersama, mahasiswa Timor Leste berpindah tempat
tinggal, dan mahasiswa NTT tetap di lokasi yang sama.
"Akhirnya warga
NTT itu kan masih bertahan, jadi warga kami. Sekarang malah setiap 17-an minta
tempatnya jadi tuan rumah, kebetulan tempatnya besar. Kalau hujan juga
menawarkan, di tempat kami ada," ungkapnya.
Pambudi mengatakan,
Aipda Husain yang saat itu masih bertugas sebagai anggota Unit Reskrim Polsek
Gajahmungkur begitu aktif melakukan pendekatan dan pembinaan kepada mahasiswa
NTT di sana. Hingga Pambudi menyebut mereka telah jauh aktif berbaur dengan
masyarakat setelah kejadian itu.
"Menurut saya
sebagai Ketua RT laik jadi warga teladan. Karena dia itu pendatang, mereka mau
ibaratnya ikut. Tiap kali ketemu selalu nyapa gitu. Minimal kalau ada kegiatan
warga yang membutuhkan orang banyak, itu pasti bikin tempatnya," ujarnya.
Padahal sebelumnya,
mahasiswa NTT di kampungnya tidak terlalu aktif berkegiatan dengan masyarakat
sekitar. Namun karena pendekatan Aipda Husain kepada mereka, mereka mulai
berubah dan konflik di antara kedua kelompok itu tidak terjadi lagi sampai saat
ini.
Konflik
Kerap Terjadi
Dihubungi terpisah,
Aipda Husain menyebut perselisihan di antara kedua kelompok itu memang beberapa
kali terjadi. Namun semuanya selalu bisa diredam.
"Kayak mendarah
daging gitu perselisihannya. Dari masyarakatnya itu ketika kami sampai di TKP,
dari situ masyarakat berterima kasih karena nggak terjadi keributan gitu,"
kata Aipda Husain.
Dirinya sempat
mendamaikan kedua kelompok tersebut. Namun, salah satu kelompok bersikukuh tak
ingin damai. Hingga akhirnya kasus diproses sesuai hukum yang berlaku.
"Selanjutnya kami
proses untuk anak Timor Leste yang membawa sajamnya. Karena dia bawa sajam di
tempat umum ada Undang-Undang Darurat. Setelah itu dari NTT sudah
selesai," sebutnya.
Aipda Husain mengatakan
dia sangat berhati-hati dalam penyelesaian konflik tersebut. Salah-salah,
lanjutnya, konflik justru bisa semakin meluas dan bertambah parah.
"Itu membawa suku,
keras itu, jadi kami menanganinya hati-hati. Wah itu sensitif sekali, saya
kalau salah ngomong itu aja langsung dicecar itu. Saya redamnya anak Timor
Leste itu saya tahan. Tindakan kita kan harus tegas dan terukur,"
terangnya.
Pelaku yang ditahan
akibat peristiwa itu, merupakan anak purnawirawan polisi. Ayah pelaku sempat
meminta kepada Aipda Husain membantunya menyelesaikan masalah tersebut tanpa
melalui jalur hukum.
"Bapaknya sampai
datang ke sini, ke Semarang, dan minta tolong bagaimana ini anak saya
caranya," ungkapnya.
Saat itu, pangkat Aipda
Husain masih Bripka. Sedangkan pangkat ayah pelaku sudah Aiptu. Aipda Husain
menjelaskan sebelum Timor Leste merdeka, ayah pelaku bertugas di Timor Timur.
Kemudian dia menjadi
WNI dan bertugas di Indonesia saat Timor Leste merdeka. Sementara, anaknya
tetap tinggal di Timor Leste dan menjadi warga negara sana.
"Pangkatnya
(terakhir) Aiptu, waktu itu saya masih Bripka. Karena 1997 pecah itu, jadi
bapaknya ikut menjadi WNI dan menjadi polisi," ucapnya.
Dengan tegas, dia
menolak permintaan tolong itu. Sebab menurutnya, dia tidak bisa memihak kepada
yang salah. Dia meminta purnawirawan polisi tersebut untuk membuktikannya di
pengadilan.
"Kalau memang
keterangan bapak terbukti, upayanya di pengadilan. Kita tidak memihak, walaupun
itu dari keluarga polisi," ucapnya.
Purnawirawan polisi
tersebut semula sempat meneleponnya. Namun, Aipda Husain tidak merespons
permintaan tolongnya itu. Hingga akhirnya dia didatangi ke kantornya.
"Sebenarnya dia
komunikasi, telepon. Cuma telepon tidak saya respons untuk permintaan
tolongnya. Kemudian beliaunya datang. Sebenarnya kasihan, tapi saya harus
profesional," jelasnya.
Ayah pelaku saat itu
belum mencoba menyuap Aipda Husain dengan uang maupun barang. Namun, dia
mengiming-imingi janji sesuatu yang menguntungkan untuknya. Dengan tegas, Aipda
Husain tetap menolaknya.
"Waktu itu enggak,
komunikasi, mungkin janji-janji apa nanti saya apalah-apalah gitu. Tapi tetap
saya nggak bisa," imbuhnya.
Aipda Husain kemudian
menjelaskan dengan baik duduk perkara anak purnawirawan polisi itu. Hingga
akhirnya dia bisa menerima anaknya diproses hukum, hingga menjalani masa
tahanan.
"Akhirnya bisa menerima,
dan itu saya carikan pendamping pengacara. Dia kan kena berapa bulan di
penjara, setelah lepas, si anak itu datang ke kantor. Kita juga baik sama dia,
daripada dilepas nanti di luar ancamannya ngeri," katanya
Aipda Ahmad Husaini Foto: (dok. Aipda Ahmad Husaini) |
Masih Memantau Perkembangan Kelompok yang Berkonflik
Hingga kini, Aipda
Husain mengatakan masih memantau kedua kelompok tersebut. Dia mengatakan sudah
tidak ada lagi konflik yang terjadi sejak peristiwa sebelumnya.
"Iya, masih
(pantau), saya monitor sih sudah tidak ada kejadian lagi," bebernya.
Bahka menurutnya,
mereka menjadi aktif berbaur dengan masyarakat di sekitar tempat mereka
mengontrak. Mereka tidak hanya bergaul dengan sesama rekannya dari wilayah yang
sama.
"Ya kita tetap
melakukan pembinaan-pembinaan. Sekarang masih aktif dan berhubungan sama saya
juga. Sama Pak RT kemarin saya tanya waktu itu baik kok orangnya,"
terangnya.