Salah satu pengguna
internet dengan akun @mikhaylaeka2023 mengungkapkan pendapat bahwa acara wisuda
TK-SMA seharusnya dihapus karena dianggap membebani biaya orang
tua."Tolong Pak Nadiem, saat ini acara wisuda dari TK hingga SMA dihapus
karena hanya membebani biaya orang tua... Wisuda seharusnya hanya untuk lulusan
universitas, bukan dari TK... dan juga saat masuk SD, jangan dipersulit seperti
sekarang... Kembalikan seperti zaman dulu... Masuk SD, SMP, SMA Negeri
berdasarkan prest
asi, bukan usia atau
wilayah... Jangan membuat orang tua kesulitan ????????????," tulisnya
seperti yang dilaporkan oleh detikEdu pada Jumat (16/6/2023).
Komentar lain juga
ditulis oleh pengguna internet dalam unggahan Menteri Nadiem pada Rabu (14/6)
lalu.
"Assalamu'alaikum..
Mohon kebijakan dari Bapak Menteri terkait fenomena wisuda TK/PAUD, SD, SMP,
SMA/SMK yang biayanya tidak murah dan wajib dibayar. Ini memberatkan orang tua
siswa. Belum lagi jika orang tua memiliki 2 atau 3 anak yang wisuda bersamaan.
Setelah lulus dan masuk sekolah lagi, biaya lagi. Mohon kebijakan yang tepat,
Pak. Jangan biarkan wisuda ini membuat orang tua terjerat hutang dan anak-anak
terancam putus sekolah," tulis akun @syafridacupid.
Terkait pro dan kontra
mengenai wisuda ini, Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI),
Mansur, menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada peraturan resmi dari
pemerintah atau kementerian terkait pelaksanaan wisuda mulai dari TK, SD,
hingga SMA, bahkan perguruan tinggi (PT).
"Hanya ada
ketentuan dari kepala sekolah/madrasah atau rektor yang disetujui oleh orang
tua, dan itu tidak wajib," ucapnya kepada detikEdu pada Jumat (16/6/2023).
Namun, Mansur
menjelaskan bahwa situasi saat ini membuat wisuda bukan hanya menjadi milik
lulusan PT, tetapi juga telah menjadi agenda bergengsi bagi lembaga pendidikan
mulai dari TK hingga SMA.
Sebagian masyarakat
menganggap wisuda memiliki manfaat bagi motivasi anak-anak mereka. Namun, di
sisi lain, tidak bisa diabaikan bahwa wisuda dianggap sebagai beban biaya
tambahan bagi sebagian orang tua.
Lebih lanjut, Mansur
menyatakan bahwa FSGI mendorong sekolah/madrasah untuk mempertimbangkan dengan
lebih bijak dan hati-hati terkait manfaat dan dampak dari pelaksanaan wisuda.
"Contohnya, wisuda
tetap bisa dilakukan, tetapi dapat disederhanakan dalam prosesi, pakaian, dan
perlengkapannya," ujarnya.
FSGI juga mengajak
masyarakat, terutama orang tua, untuk lebih bijaksana dalam mengikuti tren
wisuda. "Karena wisuda bukan hal yang wajib, orang tua dapat
mempertimbangkan sisi positif dan negatifnya," tambah Mansur.
FSGI mendorong
pemerintah untuk lebih peka dalam menyikapi wisuda. Mansur menyebutkan bahwa
Menteri Nadiem dapat mengubah atau memperluas cakupan Permendikbudristek No. 50
Tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah bagi siswa tingkat SD hingga SMA
untuk juga mengatur pakaian wisuda.
Contohnya, wisuda bisa
dilakukan hanya dengan menggunakan seragam sekolah yang sudah dimiliki siswa.
"Minimal,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan edaran bahwa wisuda tidak
wajib, sehingga sekolah tidak membuat program wisuda yang terkesan wajib dan
orang tua tidak menganggap kegiatan tersebut berkaitan dengan kebijakan
pemerintah," ungkap Mansur, Wakil Sekjen FSGI.